Mohon tunggu...
Fadzul Haka
Fadzul Haka Mohon Tunggu... Wiraswasta - Follow Thyself!

Wirausahawan yang menyamar jadi penulis. Di samping tulis-menulis dan berdagang, saya mengaktualisasikan gelar Sarjana psikologi dengan merintis riset mengenai dramatherapy dan poetry therapy secara otodidak. Nantikan tulisan saya lainnya: Cerpen dan Cerbung Jum'at; Puisi Sabtu; dan Esai Minggu. Saya senang jika ada kawan diskusi, jadi jangan sungkan-sungkan menghubungi saya: email: moch.fariz.dz13@gmail.com WA: 081572023014

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kiamat 1 April

9 Oktober 2020   14:40 Diperbarui: 9 Oktober 2020   14:51 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image Credit Paris_Saliveros 

"Hari kiamat telah tiba!" Pekik orang gila yang memojokkanku ke tembok di sudut taman kota. "Biar kuberitahu, kita adalah mimpi! Persembahkan dirimu pada tidur nanti... kiamat telah tiba!" Dari matanya terpancar ketakutan seperti pada hewan liar yang panik menyaksikan keruntuhan langit. Aku berusaha mengabaikan racauan apokaliptiknya, mengalihkan pandanganku, pelan-pelan menjauhinya, sejurus kemudian berlari dipacu rasa takut yang sedari tadi kutahan-tahan.

Apanya yang kiamat? Matahari masih terbit dari timur.

Kejutan lain di pagi muda ini, kujumpai di balai kota yang lebih ramai daripada biasanya. Orang-orang yang tadinya lari pagi atau juga mengunjungi pasar kaget, kini tengah berkerumun dan sibuk mengambil foto. Aku membelah keramaian untuk melihat apa yang menjadi pusat perhatian di depan sana. Di hadapan pintu masuk balai kota, terdapat sebuah patung mahkluk aneh yang seolah-olah timbul dari alas beton itu sendiri, namun juga tampak seperti dibuat dengan cara dicetak, terkesan terlalu sempurna sampai sedetil-detilnya. Secara keseluruhan, penampakan patung ini nyaris seperti iblis yang sedang berdoa setelah menyembulkan diri dari kedalaman palung laut.

Seandainnya kau adalah penggemar film semacam Alien, dalam sekejap mata, kau akan menemukan kemiripan antara bentuk tubuh patung itu dengan torso xenomorph: bagian dada terbalut tulang rusuk, bilah-bilah pisau mencuat dari tulang belakangnya, sementara dari leher, bahu, hingga lengan tampak dilapisi rangkaian exoskeleton seperti yang terdapat pada kaki-kaki serangga. Bagian kepalanya tak kalah aneh, sebab ia akan menyita perhatianmu sampai-sampai pikiranmu akan mengumpulkan gambar-gambar bentuk tumbuhan dan hewan untuk mencocok-cocokannya dengan wujud kepala itu, namun pada akhirnya kau tetap gagal untuk meyakinkan penglihatanmu sendiri. Pikiranmu tak bisa menerima bila fantasi telah menjadi kenyataan.

Biar kuberitahu sebisaku, bayangkan kau sedang bercemin lalu menyaksikan jamur mekar dari ubun-ubun hingga menutupi kepalamu seperti sebuah topi koboi, tetapi pada bentuk topi jamur itu bermunculan kontur yang menyerupai entah sebaskom cacing, tentakel, batu karang, atau mungkin kerutan otak pasien alzheimer -- mungkin juga kombinasi semua itu. Sementara pada wajahmu, bayangkan bila kedua matamu saling menjauh sampai seperti halnya mata hiu martil. Tidak ada lubang hidung pada wajah bertampang tameng dengan mulut seperti pintu ganda yang terbuka dengan cara menyamping -- persis kepiting. Alih pandanganmu atau bayangkan hal lain, sebelum banyak hal lain yang akan ditambahkan oleh pikiranmu untuk mengukirkan kengerian sosoknya.

 Seseorang menepuk bahuku, "Teguh, dari mana saja kau?" Rupanya itu Toni, berkatnya aku tidak berjalan lebih jauh ke dunia fantasi, meskipun geng kami tengah mendiskusikan soal patung itu juga.

Menurut temanku yang datang paling subuh, semula tak ada apapun di hadapan teras ini manakala dirinya beristirahat dengan ditemani seorang satpam. Sampai tiba-tiba saja dirinya merasakan kehadiran yang menakutkan, lebih menegangkan dari diintai binatang buas di belakang, juga lebih mencekam daripada menyaksikan serbuan gelombang tsunami. Hal yang sama juga dirasakan si satpam. Begitu memeriksa keadaan, patung itu ada ditempatnya.

Di tengah percakapan ini, Budi menyela, "Menarik sekali, coba perhatikan matanya yang menyerupai milik hiu martil, ada yang tahu apa artinya itu?" Untuk sejenak dia melihat pada kami satu persatu, "Itu tandanya dia dapat melihat segalanya dalam sudut pandang tiga ratus enam puluh derajat. Dia dapat mengawasimu sambil membalikan badan."

Dari kejauhan terdengar bunyi sirine mobil-mobil polisi yang menyita perhatian semua orang. Setibanya di sini, polisi segera membubarkan kerumunan, melakukan pemeriksaan di sekitar patung, dan menanyai setiap saksi mata. Pada saat yang sama, polisi berbaris di depan patung sembari meminta orang-orang untuk segera kembali pada aktivitas masing-masing. Di tengah kecamuk adu suara antara polisi, massa, dan bunyi sirine, aku mendengar sesuatu yang lain, perpaduan bunyi-bunyi seperti desis, lengkingan dari kejauhan, bunyi 'krek' seperti ketika kau membuka cangkang kerang, dan decitan ujung kuku yang bergesekan dengan permukaan papan tulis. Massa di belakangku menjerit-jerit histeris, saling berjauhan sampai membukakan, bukan karena bunyi misterius tadi, melainkan kedatangan si orang gila.

Layaknya orang kesurupan, si gila itu melakukan aksi teatrikal di hadapan patung sembari meracaukan semacam jampi-jampi dengan suara berirama yang dimulai dari lenguhan sapi, kaok burung gagak, sampai akhirnya desisan ular yang dipamerkan bersama tatapan mata liar. Para polisi segera mengamankannya. Dengan segenap kekuatannya, dia memekikan warta kedatangan kiamat. Orang-orang terbungkam. Dan bersama dengan padamnya suara yang menggemakan keputusasaan itu, si gila tiba-tiba ambruk tanpa daya. Burung-burung yang tak terhitung banyaknya, merayakan kematian si pembawa pesan kiamat dengan menerbangkan diri sampai tampak seperti pusaran angin puyuh, dan sejurus kemudian menyebar tanpa arah, saling menumbuk, menghujani massa dengan cipratan darah, bulu-bulu, dan tentunya tubuh mereka sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun