Mohon tunggu...
Fadzul Haka
Fadzul Haka Mohon Tunggu... Wiraswasta - Follow Thyself!

Wirausahawan yang menyamar jadi penulis. Di samping tulis-menulis dan berdagang, saya mengaktualisasikan gelar Sarjana psikologi dengan merintis riset mengenai dramatherapy dan poetry therapy secara otodidak. Nantikan tulisan saya lainnya: Cerpen dan Cerbung Jum'at; Puisi Sabtu; dan Esai Minggu. Saya senang jika ada kawan diskusi, jadi jangan sungkan-sungkan menghubungi saya: email: moch.fariz.dz13@gmail.com WA: 081572023014

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cantik tapi Layu

22 Mei 2020   14:37 Diperbarui: 22 Mei 2020   14:38 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di malam sendu sehabis hujan yang mengguyur sudut ibukota, Ayu menembus bayangan dan keremangan sekitar jalan dengan beban pikiran yang sama gelapnya. Jikalau seorang pemuda tanggung melihatnya dari belakang, niscaya dia akan memberinya siulan atau mungkin menebak-nebak secantik apa wanita yang memiliki rambut panjang berkilau nan indah di depannya, namun gugurlah ekspektasi atau tebakan tadi seketika berpapasan dengan wajah Ayu.

Bagaimana pun, dia tidak buruk rupa seperti nenek sihir, tidak juga tercoreng bekas luka yang memalukan. Hanya saja memiliki tompel bawaan lahir yang seukuran cap di pipi dan jerawat bagai lumut kerak pada batu. Sebuah aib bagi dirinya yang sebulan ini bekerja di sebuah salon kecantikan ternama. Dan omelan atasannya siang tadi melengkapi semua kekurangannya, "Kamu ini ngaca atau enggak, lihat rating kita turun! Ancur kepercayaan pelanggan kita!"

Bukannya tidak pernah merawat wajah, Ayu sudah berusaha memerangi jerawat sejak kemunculan si biang kerok pertama kalinya. Entah nasib buruk atau salah makan, jerawat tersebut tumbuh sesubur jamur merang di musim hujan ini. Dengan cepat roda kehidupannya meluncur kebawah, mulai dari kehilangan endorse para model juga artis ternama, sampai dirinya dirinya jadi bulan-bulanan cemoohan dari salon pesaing.

Selama dituntun pikiran-pikiran tadi, Ayu melewati jalan yang menembus perumahan dan sentra glosir pinggir kota secara otomatis seakan-akan dirinya sedang tidur berjalan. Dia tidak peduli dengan keadaan di sekelilingnya. Namun tiba-tiba dari samping, sorotan sinar yang bukan kepalang terangnya menarik kembali kesadarannya ke tengah jalan ini. Naas, Ayu telah terkurung sepenuhnya dalam sorotan sinar itu.

Jeritan memecahkan kesunyian dan kegelapan. Tak ada yang terjadi. Jalanan lenggang tanpa terdengar laju mobil sepelan apa pun. Si pelamun itu segera menyebrang dan memastikan keadaan sekitar, sejauh pandangannya pada bangunan rumah bertingkat, ruko yang tutup, dan gedung-gedung yang berbaris mengawal hingga ke ujung jalan, tak satu pun memberi petunjuk atas sumber cahaya tadi. Dia sempat menduga mungkin itu ulah anak-anak iseng yang memainkan senter super terang, atau kemungkinan terburuk: ulah mahkluk halus di malam Jum'at kliwon ini. Tanpa pikir panjang dia mempercepat langkahnya, sesegera mungkin melupakan kejadian tadi.

Setibanya di kamar kosan, Ayu merebahkan tubuhnya ke kasur tanpa memikirkan sesuatu pun, selain wajah menawan pada poster bedak dan maskara yang membikinnya berangan-angan. Seperti para pelanggannya, Ayu mendambakan kecantikan khas idol Korea. Kulit putih mulus yang segar, tampak awet muda, dan lagi sanggup mengalahkan kemilau perhiasan emas dan permata di mata kaum Adam.

Maka dia segera membasuh wajahnya dengan salah satu facial wash yang direkomendasikan Betty, rekan kerjanya, waria yang selalu lebih up to date dalam soal produk perawatan wajah. Apabila produk ini kalah ampuh dari kebandelan jerawatnya, sudah barang tentu dia akan pergi ke dokter spesialis kulit yang direkomendasikan oleh Candra, model di salonnya, laki-laki dengan kekebalan terhadap hormon androgen yang membuatnya menyaingi kecantikan dan keseksian perempuan tulen. Di tempat kerja, mereka dikenal sebagai geng 'trio ABC'. Meskipun jauh di lubuk hatinya, si 'A' ini tahu dirinya memendam rasa iri lantaran selalu dibanding-bandingkan kecantikannya dengan si 'B' dan si 'C', oleh sang atasan yang kecantikannya sendiri redup dalam timbunan lemak, dandanan menor, dan pahatan usia.

Keajaiban pun terjadi, entah wajah siapa yang dimimpikan si penata rias semalam, pagi ini jerawatnya tampak berkurang dan terlihat menciut. Dia mulai bisa melihat kembali kulit yang didambakannya. Dengan hati secerah sinar matahari pagi ini, dia segera kembali membasuh wajahnya dengan produk yang sama. Kemudian menelpon Betty yang baru bangun dan masih terbawa kantuk. Kegirangan. Semulus inikah keajaiban facial wash yang diiklankan dengan retorika 9 dari 10 spesialis kecantikan yang konon merekomendasikan produk ini?

Benar ampuh atau tidak sama sekali, yang jelas Ayu menambahkan produk perawatan kulit kesekian ini ke dalam katalognya. Dia merasa wajahnya terlahir kembali. Untuk beberapa waktu, Ayu masih dihujani komentar dan omelan yang sama. Meskipun begitu, awan tak selamanya menghalangi matahari, secercah kecantikan Ayu perlahan meluluhkan hati si atasan sampai pujian pun mengalir kepadanya -- pelangi sehabis hujan.  

Di tengah kegemilangan ini, si penata rias kembali teringat pada kejadian malam itu. Dalam benaknya, dia yakin cahaya yang menyorotinya turut andil dalam segala berkah ini. Sepulang kerja dia kembali ke jalan tersebut pada waktu yang sama, suasana di sini terasa lebih ramai ketimbang ketika hujan melanda daerah sekitarnya. Dia berjalan ke arah sekitar ruko, melewati beberapa supir gojek yang sedang mangkal, tukang baso, dan tukang sate keliling.

Pada salah satu warung, Ayu menanyakan apakah setiap malam di sekitar sini selalu ada sorotan sinar di jalan padahal tidak ada mobil atau kendaraan lainnya, kepada si pemilik warung yang sudah berumur dan tampak keheranan. Jawaban tentang cahaya 'malaikat' misterius tersebut malah didapatnya dari seorang pria paruh baya yang baru saja membeli rokok. Katanya cahaya itu melesat seperti kilat, bagian menariknya, tiba-tiba dia merasa pening, merinding tak tertahankan, dan dunia menjadi sunyi sekali manakala fenomena misterius ini terjadi. "Banyak-banyaklah berdoa, Neng." Begitulah pesannya sebelum beranjak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun