Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Motif Sulur Cabai di Makam Raja Luwuq di Malangke, Sebuah Fakta Arkeologis

13 Februari 2019   10:14 Diperbarui: 13 Februari 2019   15:30 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seri Pengungkapan Nama-nama Kuno Pulau Sulawesi-3

Pada tulisan sebelumnya (bagian 1 dan bagian 2), saya telah mengulas nama lain pulau Sulawesi yang dalam kitab Nagara Kretagama pupuh 14 disebut: "Pulau Gurun, yang juga biasa disebut Lombok Merah".

Terhadap tulisan-tulisan tersebut, ada banyak yang memberi dukungan - tetapi, ada juga yang memberi penolakan. 

Ratusan tanggapan pro-kontra untuk tulisan tersebut muncul dalam beberapa ruang diskusi di media sosial (terutama grup-grup sejarah di Facebook tempat saya memposting tulisan), dan ada juga yang melalui percakapan pesan pribadi.

Suara penolakan terhadap tulisan tersebut ada bermacam-macam bentuknya, dari sekedar menyatakan ketidaksetujuan berwujud bahasa sarkasme (dalam artian kritikan yang tidak substantif), hingga kritikan yang memberikan alasan pembanding yang bersifat argumentatif. 

Adanya pro kontra terhadap tulisan tersebut, tentu saja saya anggap hal yang lumrah. Bahkan sejujurnya dinamika itulah yang saya ingin capai, dengan tujuan untuk mencermati minat, aspirasi yang disandang, dan sejauh mana khalayak memahami ruang lingkup subjek.

Tujuan strategi membagi kemunculan tulisan bagian per bagian yang saya lakukan, adalah semata-mata agar para pembaca bisa lebih fokus mencermati, dan memiliki jeda waktu dimana pembaca berkesempatan merenung untuk mendalami materi tulisan, sehingga pada kemunculan postingan tulisan selanjutnya, mereka telah memilik bahan dalam memberi tanggapan.

Dan karena itu, untuk semua tanggapan-tanggapan yang diberikan_, saya mengucapkan banyak terima kasih.

Selanjutnya, sebagaimana judul dari artikel, dalam kesempatan ini saya akan memberikan hipotesis lanjutan dengan merujuk pada bukti arkeologis yang terdapat pada makam raja Luwuq di Malangke, Luwu Utara, Sulawesi Selatan.


Fakta arkeologis untuk sebutan "Lombok Merah" sebagai nama pulau Sulawesi di masa kuno

Motif sulur cabai pada makam Raja Luwuq di Malangke (sumber: artikel Laila Chamsi-Pasha
Motif sulur cabai pada makam Raja Luwuq di Malangke (sumber: artikel Laila Chamsi-Pasha
Motif sulur cabai pada makam Raja Luwuq di Malangke (sumber: artikel Laila Chamsi-Pasha
Motif sulur cabai pada makam Raja Luwuq di Malangke (sumber: artikel Laila Chamsi-Pasha
Dalam tulisan Laila Chamsi-Pasha (2008) bertajuk "A study of the Islamisation of South Sulawesi through an analysis of the grave of the second Muslim ruler of Luwuq" - (red: Sebuah studi tentang Islamisasi Sulawesi Selatan melalui analisis kuburan penguasa Muslim kedua Luwuq), diurai penjelasan mengenai makam Raja Luwuq Sultan Abdullah Muhiddin (memerintah c.1611-36), yang diantarnya menyebutkan bahwa pada makam tersebut terdapat motif yang menyerupai cabai. berikut ini kutipan:

Walaupun saya menyebut motif kedua di kuburan sebagai "cabai" karena kemiripannya dengan buah [tersebut], [namun] impor cabai ke Indonesia tidak terjadi sampai awal abad keenam belas ketika mulai digunakan dalam masakan (Robinson 2007). 

Meskipun secara teknis memungkinkan (kuburan berasal dari seabad setelah diperkenalkan) saya menduga bahwa desainnya bukan cabai, tetapi saya akan terus menyebutnya seperti itu. 

Sesuai dengan tema umum vegetasi yang tampaknya telah merangkum motif pada bingkai pintu masuk, saya berusaha untuk memastikan asal-usul "cabai" dari sumber Jawa yang sama tetapi ini terbukti sia-sia. 

Motif tersebut adalah desain yang lebih sulit untuk dilacak karena kelangkaan penampilannya dalam arsitektur Indonesia. Tidak umum menemukan desain daun tunggal, tidak melekat pada sulur tumbuhan seperti halnya yang ada pada "cabai" kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun