Mohon tunggu...
Fadli Dason
Fadli Dason Mohon Tunggu... Penulis

membaca buku terkadang membuat saya bingung seolah-olah pandangan-pandangan muncul atau hadir seketika dihadapanku. ada burung yang berputar-putar namun membuka pikiran untuk mengeksplorasi lebih lanjut pikiran sendiri dalam melihat objek-objek.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Humankind: Realisme Baru untuk Peradaban yang lebih baik

15 Juni 2025   15:15 Diperbarui: 15 Juni 2025   15:21 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rutger Bregman dalam bukunya humankind melayangkan pandangan baru atas hakikat manusia, ia menyebutnya realisme baru. Menurutnya, alasan dibalik bencana yang terjadi atas umat manusia seperti perang, holocaust, dan apapun yang merugikan satu manusia dengan manusia lain adalah karena pandangan yang salah atas hakikat manusia. Efek nosebo mengenai hakikat manusia telah diwariskan dari sejarah, menurutnya, kita terlalu Hobbesian atau Machiavellian, manusia saling memandang satu dan yang lainnya dengan saling mencurigai, tidak saling percaya---kita menganggap orang lain itu buruk, karena kita dari dulu percaya bahwa manusia itu buruk, semua kejahatan di muka bumi ini itu disebabkan oleh manusia. Namun berbeda apabila kita dari dulu saling percaya dan memandang bahwa manusia pada dasarnya baik maka sangat mungkin bencana-bencana pada manusia itu tidak terjadi, menurut Rutger.

Namun jawaban yang masih naif untuk mengatakan bahwa kebutuhan kita akan realisme baru untuk mencegah bencana dan perang. Mengingat sejarah-sejarah itu terjadi karena sesuatu yang kompleks. Realisme baru paling mungkin membuat kita "saling percaya" dengan yang lain, bukan hanya orang yang dikenal namun juga kepada orang asing karena kita memandang pada dasarnya manusia itu baik. Tapi bukan saja soal cara memandang lebih dasar lagi karena kita lebih "mengenal" satu sama lain dan untuk itu kita harus mengenali diri kita terlebih dulu. Sebelum memasuki gerbang kuil oracle di delphi yunani kuno ada tulisan "GNOTHI SEAUTON", kenalilah dirimu. Budaya yang mewariskan pandangan atas hakikat manusia dengan benar membentuk "pola pikir" yang meningkatkan pemahaman kita atas lingkungan, alam, bahkan kehidupan sosial, singkatnya, apabila dari dulu kita berpikir positif atas manusia maka itu membentuk pola pikir positif pada semuanya---pengenalan dan pemahaman yang lebih baik.

Rasa saling percaya yang meluas didasari atas ketidaksukaan sesuatu yang terjadi pada diri kita yang akan membentuk pemahaman kepada yang lain. Berikan pipi sebelahnya, kita jangan memperlakukan orang lain yang tidak ingin kita diperlakukan. Bila tidak ingin disakiti, jangan menyakiti orang lain. Kita lebih suka menjadi orang yang dipercaya daripada tidakdipercaya, maka percaya lah terhadap yang lain maka ia akan memercayai kita. Rasa saling percaya juga didapat karena pengamatan---mengamati kebiasaan baik seseorang dan lambat laun kita akan memercayainya, ini juga menjadi alasan mengapa agar kita harus selalu baik. "Selama dan selagi masih bisa jadilah orang baik", kata Marcus Aurelius dalam bukunya berjudul Meditasi. Tapi, barangkali suatu saat kita mendapati fakta mengejutkan bahwa rasa saling percaya dapat berlangsung karena dasar kepentingan, seseorang bekerja sama dengan yang lainnya dan mereka saling percaya karena ada kepentingan yang sama, bukankah itu yang diajarkan pada cara negosiasi?

Kepercayaan yang mendalam antar sesama sebagai bentuk refleksi diri melalui orang lain, kita memandang kebaikan orang lain sebagai cerminan diri. Namun ada dasar-dasar kebutuhan yang sama yang terkadang menjadi alasan orang untuk saling percaya. Cukup aman mengatakan bahwa rasa saling percaya dari realisme baru ini memandang manusia secara alamiah, alamiah berarti hakikatnya manusia itu baik dan ia tidak akan melakukan sesuatu yang tidak baik bagi dirinya maupun orang lain. Tapi perjalanan panjang dari natur ke kultur menghasilkan ketidaksesuaian terhadap realisme baru, ditengah kehidupan sosial, sistem hukum, ekonomi, politik, mode, fashion yang cukup mengatur atau menekan manusia dalam bertindak, tidak tanggung-tanggung bahwa terkadang seseorang mengambil pilihan yan beresiko, tentu saja, resiko bukan sesuatu yang mengenakkan bagi diri sendiri, sesuatu yang tidak disukai namun tidak ada pilihan, untuk bergerak maju kita harus mengambilnya. Barangkali ini terjadi di dunia setelah pemburu-pengumpul purba, dunia dimana pertanian telah ada dan hingga sekarang---dimana manusia dibebani tanggung jawab. Kultur tidak lagi natur, bila kita bergerak secara alamiah saja barangkali kita tidak akan kemana-mana. Rasa saling percaya tersisa hanya ketika kita berlaku baik terhadap sesama yang belum tentu baik bagi kita. Altruisme---seorang pria kerja keras untuk rumah tangga, mencari makan, menyekolahkan anak dan lain-lain.

GNOTHI SEAUTON, kenalilah dirimu sebuah warisan kebijaksanaan kuno yang dimana ia dapat menjadi titik awal sekaligus akhir untuk memahami segalanya. Bila kita mengenali diri, kita juga dapat mengenali orang lain sehingga kita tau bagaimana memperlakukan orang lain sebagaimana diri kita ingin diperlakukan, sesuai dengan alasan diatas yang menimbulkan rasa saling percaya. Dari mengenali diri lalu kita bisa memberikan pipi sebelah. Jadi memang salah satu cara memperluas rasa saling percaya dimulai dari perkenalan, sulit untuk dibantah. Mengenali diri sendiri juga proses meningkatkan pemahaman atas penuntutan kehidupan atas diri sendiri. Seperangkat ego-ego yang harus dipenuhi secara bijaksana---tidak harus menimbulkan bencana, dan sebagainya. Yang paling dasar adalah pengenalan diri paling tidak untuk mengetahui apa yang kita butuhkan, apa yang harus kita ucapkan, dan apa yang harus kita lakukan.

Pola pikir positif membentuk pemahaman yang lebih baik pada semua. Salah satu penyebab orang saling percaya adalah karena saling mengenali satu sama lain. Saling mengenali itu artinya kita percaya bahwa manusia itu baik hingga akhir---kepercayaan yang tidak berubah. Tapi pola pikir yang benar menurut alasan ini akan dibentuk melalui proses GNOTHI SEAUTION, mengenali diri, konon apabila latihan ini selesai seseorang memeroleh kebijaksaan kepastian atas kehidupan dan inilah juga menjadi alasan bahwa kepercayaan kita pada manusia itu baik tidak akan pernah berubah, karena dari proses mengenali diri itu kita tidak akan jatuh terhadap kepercayaan yang salah. Itulah inti awal dan akhir. Tetapi argumen ini memilihki sebuah masalah, ia akan kontradiktif dikarenakan pola pikir terus mengalami perubahan melalui pengetahuan yang serba tidak pasti.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun