Mohon tunggu...
Fadhil Firdaus
Fadhil Firdaus Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Concern terhadap isu isu ekonomi maupun bisnis. Aktif bergabung dibeberapa organisasi keilmuan yang membahas tentang permasalahan ekonomi dan sosial masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wanita dalam Bayang-bayang Periklanan: Perspektif Etika Bisnis Islam

25 Juni 2020   06:53 Diperbarui: 25 Juni 2020   06:54 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kata iklan (advertising) berasal dari bahasa Yunani. Adapun pengertian iklan secara komprehensif menurut Stewart H. Rewoldt adalah semua bentuk aktivitas untuk mengahadirkan dan mempromosikan ide, barang, atau jasa secara nopersonal yang dibayar oleh sponsor tertentu. Dalam bisnis, tentunya penggunaan iklan sangatlah penting. Iklan merupakan sebuah strategi pemasaran yang bertujuan supaya para pendengarnya tertarik untuk membeli sesuatu yang ditawarkan.

Iklan juga berfungsi sebagai layanan informasi bagi masyarakat terhadap sebuah produk atau jasa yang ditawarkan oleh sang pengiklan. Dengan mengiklankan produknya, perusahaan dapat meningkatkan penjualan, sehingga profit mereka akan bertambah pula, bahkan tak sedikit perusahaan yang rela membayar sangat mahal biaya periklanannya.

Mengiklankan sebuah produk dapat dilakukan dengan berbagai kreasi agar khalayak tertarik. Namun dengan persaingan bisnis yang semakin kompetitif dan penuh daya saing, sering kita jumpai berbagai jenis dan model periklanan yang jauh dari nilai-nilai etika (moralitas bisnis) serta nilai-nilai kebenaran. Beberapa berdalih, bahwa strategi ini harus dilakukan agar konsumen mau membeli produk yang ditawarkan. Sebagai akibatnya, iklan-iklan tersebut sering menimbulkan citra bisnis yang negatif, bahkan bahkan dianggap menipu.

Lalu, jika kita melihat periklanan pada perspektif etika bisnis Islam, maka seharusnya yang dipakai dalam periklanan adalah kebenaran dan kejujuran. Dalam ekonomi Islam, mempromosikan suatu produk melalui iklan, kebenaran dan kejujuran adalah dasar nilai ekonomi Islam. Islam sangat melarang kebohongan dalam berbagai bentuk. Maka dari itu setiap pengelola harus berlaku jujur, benar dan lurus dalam melakukan promosi esuai dengan iklan yang ditampilkan.

Pengiklan juga tidak boleh berlaku curang, berkata bohong, bahkan mengumbar sumpah atau iklan palsu. Dalam Al Qur'an, Allah berfirman : "Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta." (Q.S.40 : 28). Maka dari itu, pengiklan harus selalu memperhatikan tanggungjawab moral untuk sesuatu yang diiklankannya, sebagaimana Allah Subhanallahu wa ta'ala juga berfirman pada surat Al-Muddatstsir ayat 38 yang artinya : "Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuatnya".

Selain nilai kebenaran dan kejujuran, ada hal yang perlu diperhatikan dalam etika bisnis islam, yakni tentang wanita dalam periklanan. Wanita sangat sering dijadikan bintang iklan dalam mempromosikan suatu produk. Sebenarnya, tidak ada masalah dalam hal ini, namun permasalahannya adalah ketika iklan yang dibintangi wanita menarik para audience dengan cara-cara yang merendahkan martabat wanita itu sendiri dan melanggar hukum serta syariat islam.

Dalam sebuah kasus, ada beberapa iklan yang mempertontonkan adegan wanita memakai pakaian yang tidak sesuai dengan syariat islam sehingga lekuk tubuh wanita tersebut sangat jelas terlihat. Dengan ini maka nafsu kaum adam bangkit saat menonton iklan tersebut yang akhirnya menimbulkan dosa. Dan ini juga akan menimbulkan efek negatif bagi anak-anak yang menontonnya.

Memang, menurut Herbert Rittlinger menyebutkan bahwa secara fisik, wanita memiliki keindahan tersendiri sehingga menghasilkan daya tarik yang luar biasa. Bagian tubuhnya seperti rambut, wajah, leher hingga ujung kaki merupakan gabungan yang menghasilkan keindahan. Sehingga inilah yang melatarbelakangi penggunaan wanita dalam beriklan. Karena diyakini akan menambah daya tarik khalayak untuk menikmati pesan jika menggunakan sosok wanita walaupun produknya bukan untuk wanita.

Sebuah hasil penelitian juga menunjukkan bahwa wanita sendiri lebih senang melihat wajah yang cantik daripada melihat wajah tampan. Begitu seringnya majalah wanita memajang foto halamannya dengan wajah wanita. Apalagi majalah laki-laki juga bisa dipastikan hampir bisa dipastikan selalu menggunakan wanita sebagai modelnya. Akibatnya tak jarang wanita menjadi sasaran favorit fotographer maupun kameramen.

Disisi lain, wacana kesetaraan gender yang digaungkan, dimanfaatkan oleh media untuk mempekerjakan wanita serta mengeskploitasinya untuk kepentingan iklan tanpa memperhatikan norma-norma agama yang kuat tengah masyarakat. Hasil penelitian menggambarkan bahwa keinginan wanita untuk mendapat hak yang sama dengan pria membuat wanita setuju dengan perlakuan media terhadapnya walaupun sebenarnya semakin merendahkan wanita.

Dalam islam, wanita dilarang mengumbarkan auratnya terutama lekuk bentuk tubuh yang mana dapat membangkitkan nafsu kaum adam. Asma' binti Abu Bakar pernah menemui Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam dengan memakai pakaian yang tipis. Maka Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam pun berpaling darinya dan bersabda, "wahai Asma', sesungguhnya seorang wanita itu jika sudah haidh (sudah baligh), tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali ini dan ini", beliau menunjuk wajahnya dan kedua telapak tangannya. (HR. Abu Daud 4140)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun