Mohon tunggu...
Vox Pop

Basis Perencanaan Teknokratis, Relevankah?

28 September 2015   09:01 Diperbarui: 28 September 2015   09:15 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lagi mendingin isu kampung pulo mengenai relokasi yang mengakibatkan tergusurnya rumah ribuan warga, kini warga Bukit Duri diresahkan dengan isu serupa. Alih-alih normalisasi, penggusuran tak bisa dihindari. Ratusan anak harus kehilangan tempat bermain mereka, digantikan dengan lapangan maya gedung vertikal rumah susun yang dibangun pemerintah. Ratusan ibu menganggur tak tahu mau bekerja apa semenjak “ladang” mereka hilang, tak cocok dengan tempat yang baru. Inilah akhir dari efek dari teknokrasi yang insosialistik.

Era perencanaan teknokrasi di Indonesia ditandai dengan munculnya RUTR (Rencana Umum Tata Ruang) yang sekarang disebut RTRW. Pada dasarnya, aliran perencanaan ini mendorong gagasan-gagasan logis melalui nalar serta goresan pena yang menuntut hasil yang “dapat dipastikan”. Sifat mekanistis melalui prediksi, mendorong rencana jangka panjang yang deterministik (Djunaedi, 2012). Peta-peta yang dihasilkan dari sintesis rencana memaksa “orang lapangan” untuk memenuhi tuntutannya.

Teknokrasi yang berkembang pada perencanaan kekinian mengarahkan pada rencana yang ideal pada satu sisi. Layaknya menggunakan kacamata kuda, rencana diimplementasikan dengan visi yang lurus kedepan tanpa memperhatikan dunia sekeliling.

Banyak dimensi yang terabaikan dalam sistem ini. Beberapa faktor non-teknis mati. Janji yang menggunung diberikan kepada masyarakat yang berakhir pada masalah baru. Relokasi di sini menjadi pertanyaan sekaligus kritikan apakah hal ini bijak untuk memadukan tuntutan ekologi, kebiasaan sosial masyarakat, hingga perspektif ekonomi setempat.

Kasus penggusuran yang menimpa warga Kampung Pulo contohnya. Minimnya pendekatan kepada warga mengenai penggusuran menyebabkan pecahnya isak tangis warga dan teriakan aparat. Tidak hanya itu, sosialisasi yang “seunyil” tentang bagaimana cara untuk survive di hunian vertikal menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Dan contoh-contoh lain akibat aliran positivism ini. Altshuler (dalam Innes,1996: 462-463) mengkritik bahwa tidak mungkin perencana mampu mengetahui secara pasti keinginan masyarakat yang pada kenyataannya beragam.

Dilansir melalaui BPS, selama kurun waktu 30 tahun, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Pada tahun 1985, IPM Indonesia bertengger pada angkat 0,562, dan pada tahun 2013 meningkat tajam menjadi 0.683. Apa artinya? Artinya adalah, masyarakat Indonesia sudah pintar. Dikte pembangunan dari pemerintahan orde baru dari mulai repelita I sampai repelita V bukanlah hal yang dibutuhkan masyarakat modern saat ini. Sudah saatnya partisipasi masyarakat ditingkatkan.

Negara tetangga, Singapura, sukses melakukan regenerasi dan transformasi kota melalui teknokrasi ala Lee Kwan Yew. Pembakaran permukiman kumuh, rumah dibongkar secara paksa, serta cara-cara lain yang mengesampingkan nilai-nilai sosial. Berkaca pada hal tersebut apakah Indonesia siap?

Kegiatan perencanaan adalah hal mutlak untuk diselenggarakan sebagai jaminan bagi terlaksananya proses transformasi melalui kegiatan pengendalian arah pembangunan sesuai tujuan yang diharapkan. Salah satu alternatif penanganan masalah pembangunan sudah semestinya diturunkan menjadi penanganan skala unit lingkungan (neighbourhood), karena pada skala tersebut masyarakatnya justru sangat akrab dengan rutinitas masalah yang dihadapi langsung (Wahyudi dan Prakosa,2008:15). Dengan kata lain, partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk membangun kehidupannya.

Tetapi pada akhirnya, tetap dibutuhkan peran perencana yang membumi untuk mengiringi masyarakat. Perencanan mempunyai tugas mengarahkan dan memberikan masukan mengenai rencana yang digadang oleh masyarakat. Hak untuk hidup adalah hak semua orang. Aspek sosial. Budaya dan lingkungan, diiringi dengan teknis rencana akan menghasilkan sebuah rencana yang berlanjut. Better Space Better Living.

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun