Malaka, Kompasiana.com - Bicara soal pertanian sebenarnya bicara tentang ketahanan pangan. Yang mana pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang menunjang keberlangsungan hidup manusia baik individu, keluarga, lingkungan masyarakat bahkan keberlangsungan suatu negara dalam kurun waktu tak terbatas.
Kebutuhan dasar inilah yang mendorong Firmus Klau, seorang petani milenial asal desa Bakiruk kecamatan Malaka Tengah Kabupaten Malaka-NTT menekuni dunia pertanian khususnya hultikultura buah-buahan selama kurung waktu dua tahun, yang dimana telah memberikan dirinya manfaat yang luar biasa khusus pendapatan ekonomi rumah tangga.
Ia melihat potensi sumber daya alam khususnya tanah yang begitu subur, memikat dirinya untuk membanting stir ke dunia pertanian walaupun mengandalkan tutorial YouTube dan media sosial lain dalam menunjang pengetahuan mengolah lahan pertanian hingga memasarkan hasil produksinya. Ia begitu bersemangat meskipun modal dan peralatan kerja seadanya, namun dirinya yakin bahwa setiap tetesan keringat, usaha tidak akan mengkhianati hasil.
"Awalnya saya tidak pake pupuk modalpun sedikit. saya kumpulkan rumput-rumput, dedaunan lalu saya tumpukan di dalam lubang untuk hasilkan kompos. Pupuk organik seperti kotoran sapi juga saya tidak pake, tapi ketika panen tahun pertama saya peroleh lima juta rupiah dari buah tomat. Untuk cabe kita baru siapkan bedengan saat ini" ujar Firmus klau, ketika di temui di lahan pertaniannya Rabu, 20/8/2025
Dirinyapun mengajak orang muda yang memiliki kemauan untuk belajar bertani khususnya tanaman hultikultura, selalu optimis tentunya dengan semangat juang yang tinggi serta kreatif dalam mengelola sumber daya tanah di Malaka dalam menunjang pendapatan ekonomi rumah tangga melalui hasil pertanian khususnya tanaman hultikultura.
"Jangan katakan tanah kita ini tidak subur, jadi sama-sama kita merantau ke negeri orang. kemudian hari kita kembali ke Malaka akan tetap jadi petani. Jadi, anak-anak muda mari kita kedepan membangun Malaka dengan bertani sukses," jelasnya.
Iapun berharap, pemerintah daerah melalui dinas pertanian perlu melihat dan memikirkan petani-petani mandiri yang selama ini tidak tersentuh oleh fasilitas apapun, termasuk pendampingan dalam menyerap aspirasi dan keluhan masyarakat petani mandiri."cek saja kelompok itu hanya nama saja, aktivitas anggota kelompok itu tidak ada,"ucap Firmus
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI