Mohon tunggu...
Faatihah Abwabarrizqi
Faatihah Abwabarrizqi Mohon Tunggu... Freelancer - faatihaha.com

penyuka hujan dan penggila nanas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sebuah Pemikiran Anak Tengil: Pak Prabs dan Bu Meg Ketemuan, Njuk Ngopo?

26 Juli 2019   14:57 Diperbarui: 26 Juli 2019   16:59 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Benda kubus ini adalah televisi (canva).

Di suatu malam yang membosankan seorang anak tengil sedang kurang kerjaan. Ia terpaksa menyalakan televisi dan mulailah ia memilah-milah saluran. Ia lelah dengan sineteron dalam negeri yang plotnya gitu-gitu aja, maka ia berhenti ketika tiba di channel berita. Begitu dinyalakannya, entah mengapa ia tiba-tiba tertarik untuk melakukan hal lain, ia stalking mantan, ia memilih membaca serial webtoon dan novel online di ponselnya.

Entah kapan tepatnya anak tengil ini ketiduran tanpa mematikan televisi, namun yang pasti ia sempat kebingungan karena bahasan televisi masih sama seperti semalam saat ia menyalakan benda kubus itu. Ia ragu, benarkah ia sudah bangun di pagi hari yang ia kira hanya mimpi. Channel berita masih saja menyiarkan balada-balada meet up session antara Pak Prabs dan Bu Meg. Meskipun ini bukan kali pertama si anak tengil mendapati berita yang dibahas berhari-hari di televisi.

Anak tengil ini tidak yakin, apakah benda kubus itu diprogram untuk menayangkan sesuatu yang disukai atau dibutuhkan oleh masyarakat ataukah sesuatu yang harus ditanamkan diotak polos masyarakat... mungkin hanya otak polos si anak tengil.

Sesungguhnya anak tengil ini sangat tidak merasa menyukai-membutuhkan-atau memerlukan penanaman informasi terkait hal politis-spekulatif seperti ini. Bahkan dari Pak Prabs dan Bu Meg pun tidak clearly publishing jalannya pertemuan mereka, yang entah membicarakan apa. Media hanya membuat konten berdasarkan dua tiga kalimat tokoh utama dan mengadakan banyak segmen yang melibatkan banyak orang di luar dari yang bersangkutan. Kzl saya. Eh bukan, si anak tengil yang kzl maksudnya.

Si anak tengil merasa jika ia terikut ngalor-ngidul berspekulasi hanya karena ini adalah topik yang sedang panas, maka ia tak beda dengan gadis dalam perahu yang terombang-ambing dalam ombak ketidak pastian. Entah Bu Meg akan mengatur strategi apa dengan Pak Prabs, rasa-rasanya tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kehidupan si anak tengil. Ia tetap harus bekerja keras untuk medapatkan pundi-pundi rupiah untuk membayar UKT jika ingin segera diselesaikannya skripsi dan studi demi sesuap nasi.

Anak tengil ini hanyalah anak tengil, bernapas atau tidaknya ia tidak akan terdengar kabarnya hingga ke telinga Bu Meg maupun Pak Prabs. Akankah yang beliau berdua bahas itu seputar konsolidasi, pembagian kursi menteri, menjadi koalisi atau oposisi, atau bahkan bahasan seputar gorengan nasi, si anak tengil tetap menangis sendiri dalam sepi jomblo hidup sendiri. Menyimak dan tersimak seputar isu terkini tidak lantas menambah kompetensi si anak tengil. Kadang ia bertanya-tanya, sesungguhnya apalah yang sudah diperbuat beliau berdua hingga sebegitu besarnya perhatian media tertuju kepada mereka? Apakah Pak Prabs dan Bu Meg memang lebih penting untuk dijadikan konten bersegmen-segmen dibandingkan apaaa yaaaa..... saking seringnya terpapar berita soal ini si anak tengil jadi tidak bisa membandingkan dengan berita lain yang tidak diangkat ke permukaan.

Si anak tengil hanya ingin dari dalam hatinya agar media lebih meragamkan konten. Indonesia kan luas, pasti banyak yang bisa diberitakan, tidak hanya berfokus pada satu isu dan diulang-ulang. Tidak hanya topik politik, ada banyak topik lain seperti ekonomi, keuangan, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan. Demografi masyarakat Indonesia ini juga tersebar dari usia batita hingga lansia yang tinggal di Sabang sampai di Merauke, belum lagi warga negara Indonesia yang ada di tepi maupun di luar negeri. Semuanya sangat bisa dan tentunya menarik untuk dijadikan basis berita maupun konten acara.

Dulu saat si anak tengil masih terbawa arus booming-nya teori konspirasi, si anak tengil sangat mudah menuduh televisi memang dikuasai oleh sekelompok orang tertentu yang gemar mengarahkan perhatian masyarakat ke arah yang tidak seharusnya. Dipersingkat, fungsi televisi adalah untuk pengalihan isu. Namun semakin si anak tengil berusaha berbaik sangka, sesungguhnya ia hanya ingin mengetahui apa yang sebeneranya terjadi. Benarkah televisi memang berperan sebagai pengalih isu? Ataukah industri televisi memang sulit mendiversifikasi konten?

Jika ternyata kendala atas tayangan yang itu-itu aja adalah kurangya kreativitas, sumberdaya, atau sejumlah hambatan produksi acara maupun siaran, tentu hal ini tidak boleh dianggap sepele. Sudah saatnya sesegera mungkin industri televisi berbenah jika ingin bertahan sebagai rujukan terpercaya dari masyarakat, sebagai media yang mencerdaskan, sebagai kontrol sosial. Meskipun ada banyak saluran informasi lain selain televisi, tidak dipungkiri jika mayoritas masyarakat masih menyimak tayangan benda kubus ini.

Namun, jika ternyata memang peran televisi hanyalah sebagai pengalih isu yang dikuasai sekelompok pihak tertentu, sebaiknya mulai sekarang si anak tengil menyimpan benda kubus itu di lemari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun