Mohon tunggu...
Evita Yolanda
Evita Yolanda Mohon Tunggu... Dokter - Dokter

Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Daftar Kekeliruan Tindakan Medis dalam Adegan Sinetron Tanah Air

10 Juni 2018   10:14 Diperbarui: 10 Juni 2018   21:05 7076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sinetron (tangkap layar). Sumber: rctimobile.com

Saya bukan penggemar sinetron, namun siapa yang tak tahu, sinetron Indonesia terkenal dengan jumlah episodenya yang fantastis. Jumlah episode yang diproduksi tiap judul tak tanggung-tanggung, ratusan hingga ribuan.

Beberapa sinetron bahkan sampai dibuat season dengan cerita yang semakin tidak menemui titik ujung. Kuantitas ini sangat berbanding terbalik dengan kualitas tayangan.

Rendahnya indeks kualitas program sinetron
Berdasarkan Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi periode II tahun 2017 oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Indeks Kualitas Program sinetron menduduki peringkat kedua terendah dengan skor indeks 2,55. Program sinetron belum memenuhi standar kualitas yang ditetapkan KPI, dengan indeks kualitas minimal 3,00.

Indeks Kualitas Program Siaran TV 2017 (tangkap layar). Sumber: kpi.go.id
Indeks Kualitas Program Siaran TV 2017 (tangkap layar). Sumber: kpi.go.id
Pada survei tahun 2017, KPI ternyata menurunkan standar indeks kualitas menjadi 3,00, dari semula 4,00 pada 2016. Namun pada kedua periode survei tersebut, program sinetron tidak beranjak dari posisi kedua terendah.

Indeks Kualitas Program Siaran TV 2016 (tangkap layar). Sumber: kpi.go.id
Indeks Kualitas Program Siaran TV 2016 (tangkap layar). Sumber: kpi.go.id
Dalam survei ini, tiap jenis program televisi dinilai oleh panel ahli berdasarkan indikator tersendiri, tidak sama setiap programnya. Untuk sinetron, terdapat delapan indikator kualitas program yang tercantum pada gambar di bawah.
Indikator Indeks Kualitas Program Sinetron (tangkap layar). Sumber: kpi.go.id
Indikator Indeks Kualitas Program Sinetron (tangkap layar). Sumber: kpi.go.id
Setelah membaca keterangan dari delapan indikator tersebut, ternyata tidak ada indikator yang secara tegas menilai akurasi adegan sinetron dengan kejadian nyata. Kejadian nyata yang saya maksud adalah akurasi fenomena dan tindakan yang sifatnya prosedural.

Kekeliruan adegan medis
Dari sinetron yang ada waktu ke waktu, banyak adegan yang terkesan digarap setengah hati. Terlepas dari alasannya, akurasi adegan harus menjadi perhatian rumah produksi. Pada adegan medis, perhatian perlu diutamakan pada hal-hal yang sifatnya prosedural, karena akan berbahaya jika diadopsi pemirsa yang salah kaprah.

Berikut beberapa kekeliruan adegan medis yang sering ditemui:

1. Adegan kejut jantung

Seorang aktor terkena serangan jantung setelah mengetahui anaknya bukan anak kandungnya. Sang aktor tidak sadarkan diri, pada dadanya terpasang alat rekam jantung.

Monitor alat rekam jantung menunjukkan gambaran garis lurus, menandakan jantungnya berhenti, dan alat pun berbunyi piiiiiiiiiiiiiiiiiiip.

Dalam kondisi gawat tersebut, dokter datang dengan tergesa-gesa membawa alat defibrillator, alat serupa sepasang setrika untuk melakukan kejut jantung. Setelah siap, dengan sigap dokter menempelkan alat tersebut pada dada sang aktor, lalu sang aktor terhentak.

Kejut jantung menggunakan alat | importantevents24com
Kejut jantung menggunakan alat | importantevents24com
Ternyata belum berhasil, dokter pun mengulang tindakannya. Selang berapa detik kemudian, gambaran rekam jantung yang semula berupa garis lurus, kembali menunjukkan pergerakan yang normal. Sang aktor membuka mata dengan penuh kedamaian.

Kenyataannya:
Kondisi ketika rekam jantung menunjukkan garis lurus disebut dengan "asistol". Kondisi ini menandakan berhentinya aktivitas listrik jantung secara total.

Kondisi ini tidak ditatalaksana dengan kejut jantung. Kondisi ini ditatalaksana dengan pijat jantung dan suntikan obat. Kejut jantung menggunakan energi listrik, pijat jantung tidak. Sehingga tindakan yang dilakukan dalam adegan sinetron tersebut menyalahi prosedur.

Merujuk kepada nama "defibrillator", "de" berarti menghilangkan, "fibrilasi" berarti getaran.

Terdapat kondisi medis yang menyebabkan jantung berdetak sangat cepat, sehingga jantung tidak lagi memompa melainkan hanya bergetar (fibrilasi). Kondisi tersebut ditandai dengan rekam jantung berbentuk rumput. Dalam kondisi inilah defibrillator digunakan untuk memperbaiki listrik dan irama jantung.

Alat ini tidak bisa digunakan jika aktivitas listrik jantung berhenti total, seperti di sinetron.

Hal ini penting diperhatikan, karena bisa terjadi salah kaprah antara keluarga pasien dengan dokter. Bila keluarga pasien berasumsi bahwa kejut jantung bisa dilakukan pada kondisi asistol, keluarga pasien bisa protes bila dokter tidak melakukannya. Padahal menurut prosedur yang benar, kejut jantung tidak dilakukan dalam kondisi demikian.

2. Adegan pingsan

Seorang aktris pingsan setelah mendengar dirinya adalah anak yang tertukar. Sang aktris dibawa ke IGD rumah sakit. Petugas kesehatan menghampiri sang aktris yang terbaring di brankar dan memberikan obat minum melalui mulutnya, dalam kondisi sang aktris masih pingsan.

Kenyataannya:
Tindakan ini, jika dilakukan di dunia nyata, bisa membuat si petugas kesehatan dipanggil ke persidangan. Tindakan ini berisiko mengakibatkan masuknya cairan ke saluran napas pasien. Kondisi ini sangat berbahaya, bisa membentuk peradangan paru, bahkan berujung kematian.

Terhadap seseorang yang sedang pingsan, tindakan meminumkan sesuatu seperti air putih, obat, atau apa pun sangat dilarang. Jika ada obat yang harus diberikan, rute pemberian biasanya adalah melalui suntikan.

3. Adegan digigit ular

Seorang aktor bertarung melawan siluman ular. Setelah bergulat sekian lama, malang nasib, sang ular berhasil melancarkan gigitan berbisanya pada kaki sang aktor.

Aktor kedua datang menyelamatkan aktor pertama. Dengan cepat ia mengeluarkan jurus yang mematikan sang ular. Setelah ular mati, aktor kedua mengisap bisa dari gigitan ular di kaki aktor pertama, lalu memuntahkannya.

Kenyataannya:
Prinsip pertolongan pertama pada gigitan ular adalah memperlambat penyebaran bisa ular ke seluruh tubuh, sebelum sampai mendapat fasilitas kesehatan untuk tatalaksana definitif.

Hal yang dapat dilakukan adalah menenangkan korban, mencegah pergerakan korban (imobilisasi) dan memakaikan bidai serta bebat tekan (pressure pad) pada area gigitan, lalu memosisikannya lebih rendah dari jantung.

Metode seperti mengisap bisa dari luka, menyayat atau menusuk area luka, mengikatnya dengan kencang, atau mengoleskan apa pun telah terbukti berbahaya, baik bagi korban maupun penolong.

Mengisap bisa ular seperti di sinetron, selain tidak efektif, justru menimbulkan risiko penyebaran bisa ular kepada penolong. Bagaimana jika pemirsa meniru adegan ini pada kasus gigitan ular, lalu terjadi perburukan kondisi pada korban atau penolong? Hmm.

Imobilisasi dengan bidai dan bebat tekan. Sumber: iamat.org/Dr. David J. Williams
Imobilisasi dengan bidai dan bebat tekan. Sumber: iamat.org/Dr. David J. Williams
Dalam menangani serangan ular, banyak rambu-rambu yang harus ditaati. Bahkan jika ular sudah mati, kita tetap sangat berhati-hati. Ular tetap dapat menyerang bahkan dalam kondisi kepala terputus.

4. Adegan timbul-hilang penyakit yang ajaib

Seorang aktris disabotase oleh saudara tirinya akibat perebutan harta warisan. Sang aktris tertabrak mobil, kepalanya terbentur dengan keras. Saat dirawat di rumah sakit, sang aktris tiba-tiba lupa segalanya.

Setelah mengalami amnesia berkepanjangan, suatu saat sang aktris kepalanya kembali terbentur. Ia sembuh dari amnesianya, dan ingatannya kembali dengan sempurna.

Kenyataannya:
Ini termasuk tidak akuratnya fenomena yang digambarkan di sinetron. Seseorang yang mengalami amnesia butuh waktu dan usaha untuk mengembalikan ingatannya.

Penyembuhan terjadi bertahap, sedikit demi sedikit, dibantu oleh keluarga dan terapis. Resolusi tidak terjadi secepat itu, dan tidak dengan cara memberi benturan kepada kepala pasien.

Masih banyak adegan timbul-hilang penyakit yang sering ditemui di sinetron, seperti kanker stadium akhir, operasi mata, dan lain-lain.

5. Perban dahi yang legendaris

Perban dahi yang legendaris. Sumber: daebakstark01.blogspot.com
Perban dahi yang legendaris. Sumber: daebakstark01.blogspot.com
Ini serupa dengan iklan berslogan "apa pun makanannya, minumnya teh botol s****." Terlepas dari jenis dan letak traumanya, perban ini wajib hukumnya dipasang di kepala aktor dan aktris. Kalau yang ini tentu pembaca juga tahu yaa. Hehe.

Stop korban sinetron
Televisi masih menjadi media yang banyak dikonsumsi oleh sebagian kalangan. Diperlukan komitmen untuk melanggengkan program berkualitas di dalamnya. Masyarakat yang terdidik tentu lebih bisa menalar dan menyaring konten. Namun, bagaimana dengan yang lain?

Tapi tunggu dulu, ternyata ada juga tokoh terdidik yang mengadopsi adegan sinetron.

Jangan sampai jatuh lagi korban seperti itu, dimana mobil sang "korban" menabrak tiang, diberitakan dahi bengkak sebesar bakpao, gegar otak terancam amnesia, lalu dirawat di ruang biasa dengan selang dan kabel yang tidak terhubung ke mesinnya.

Kini beliau sudah tergabung dalam pasukan oranye KPK akibat korupsi mega proyek, setelah beradu peran di mega proyek sinetron. Duh, semoga tulisan ini tidak dijerat UU ITE.

Semoga pihak industri sinetron segera membenahi kualitas tayangan sinetron tanah air, memenuhi amanat UU nomor 33 tahun 2009 pasal 4, bahwa perfilman mempunyai fungsi pendidikan dan informasi.

Salam kreatif untuk pihak industri sinetron Indonesia.

Salam Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun