Mohon tunggu...
Evi Pharamita Sandra Ukkas
Evi Pharamita Sandra Ukkas Mohon Tunggu... Guru - TKS ARRAHMAN

Guru yang mencoba selalu berkembang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Storytelling sebagai Upaya dalam Meningkatkan Perilaku Prososial Anak

2 Desember 2022   15:08 Diperbarui: 2 Desember 2022   15:14 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah lepas dari perannya sebagai makhluk sosial, Salah satunya adalah dengan berinteraksi dengan orang lain. Proses interaksi membutuhkan rasa kepedulian terhadap orang lain dan dapat ditujukkan dengan perilaku menolong yang dilakukan secara sukarela atau dikenal dengan perilaku prososial. Niva (2016) mengemukakan bahwa perilaku menolong yang dilakukan tanpa pamrih menunjukkan manusia sebagai makhluk yang tidak egois, dermawan, dan mampu untuk memberikan perhatian yang nyata untuk kesejahteraan orang lain, serta mampu memberikan bantuan pada orang lain.

Asih dan Pratiwi (2010) mengemukakan bahwa perilaku prososial adalah tindakan yang dilakukan untuk menolong orang lain tanpa pamrih atau tanpa adanya motif tertentu. Perilaku Prososoal mulai berkembang sejak masa kanak-kanak dan akan terus berkembang hingga dewasa. Oleh karena itu, perlu adanya pengenalan perilaku prososial sejak masa kanak-kanak, karena pembentukan perilaku pada masa kanak-kanak dinilai memiliki peran yang sangat penting. Hurlock (1980) mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembangan pada masa awal kanak-kanak adalah memperoleh pelatihan dan pengalaman untuk menjadi anggota kelompok.

Eisenberg, Fabes, & Spinrad (2006) mengemukakan Anak usia dini sudah mulai mengalami perkembangan dalam sosialisasi yang ditunjukkan dengan mulai menjalin interaksi sosial dengan lingkungan sekitarnya dan sudah mampu menunjukkan perilaku prososial seperti berbagi dan menolong, namun kenyataannya masih banyak anak anak yang terlihat tidak memiliki kepekaan terhadap lingkungan sosialnya, hal tersebut terlihat pada penelitian yang dilakukan Hyson dan Taylor (2011) bahwa anak-anak sering diejek temannya ketika melakukan kegiatan yang baik, beberapa anak juga sering berperilaku kasar mengolok-olok, dan berkata kasar kepada temannya.

Eisenberg dan Mussen (1989) menyatakan bahwa Anak dengan perilaku prososial yang tinggi akan mudah beradaptasi, memiliki coping yang baik dan kontrol diri. Berdasarkan hal tersebut, maka peniliti menilai bahwa sangat penting untuk meningkatkan perilaku prososial pada anak sejak dini. Oleh karena itu, perlu adanya suatu metode pembelajaran yang sesuai untuk membentuk perilaku prososial pada anak.

Eisenberg dan Mussen (1989) mengemukakan bahwa Proses Kognitif merupakan salah satu pembentuk perilaku prososial pada anak, dimana yang termasuk dalam proses kognitif adalah kemampuan untuk melihat dan menilai situasi dari perspektif orang lain, serta pengambilan keputusan dan penalaran moral anak.


Storytelling diharapkan mampu menjadi salah satu metode yang dapat digunakan  untuk  megembangkan  perilaku prososial  anak. Hal ini berkaitan dengan teori kognitif social yang dikemukakan oleh Eisenberg dan Mussen (1989) yang menjelaskan bahwa anak-anak memperoleh standar dan aturan internal melalui modeling dan dengan memahami penjelasan sosialis tentang perilaku moral. Reaksi orang lain terhadap perilaku anak dapat membantu si anak memahami signifikansi sosialnya. Singkatnya, penguatan, hukuman, belajar observasional, representasi kognitif, dan pengaturan diri adalah semua konsep penting dalam teori kognitif sosial saat ini.

Ahyani (2010) mengemukakan bahwa Storytelling dapat dijadikan sebagai media pembentukan kepribadian dan moralitas anak usia dini, dan dapat memberikan pelajaran bagi anak. Storytelling juga memiliki sejumlah aspek yang diperlukan dalam perkembangan anak, membantu anak untuk belajar berbagai macam emosi dan perasaan serta belajar mengenai nilai nilai moral dan sosial. Anak akan belajar dari pengalaman sang tokoh dalam cerita kemudian memilih mana yang dapat menjadi panutannya sehingga dapat membentuk perilaku yang akan terus berkembang hingga dewasa.

Sanchez (Ahyani, 2010) mengemukakan bahwa Storytelling memiliki potensi untuk memperkuat imajinasi, memanusiakan individu, meningkatkan empati dan pemahaman, memperkuat nilai dan etika, serta merangsang munculnya pemikiran kritis atau kreatif. Lebih lanjut, Isbel (2004) dalam penelitianya menunjukkan bahwa Storytelling membantu dalam menanamkan moral pada anak.

Daftar Pustaka

Ahyani, L. N (2010). Metode dongeng dalam meningkatkan perkembangan kecerdasan moral anak usia prasekolah. Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus, 1(1), 24 -- 32.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun