Mohon tunggu...
eviana liswardani
eviana liswardani Mohon Tunggu... Anggota Polri / Mahasiswa

Anggota Polri yang sedang melanjutkan studi pada Program Studi Magister Manajemen Universitas Sarjana Wiyata Tamansiswa Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hubungan antara Pola Kekuasaan dengan Perilaku Kepemimpinan Transformasional dan Penggunaan Kewenangan

12 April 2025   17:45 Diperbarui: 12 April 2025   17:36 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Semenjak era reformasi yang dimulai pada tahun 1998, telah terjadi banyak perubahan penting di berbagai bidang kehidupan masyarakat yang dilandasi oleh keinginan sebagian besar masyarakat untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai dasar sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD tahun 1945. Kunci sukses reformasi birokrasi adalah apabila seluruh aparatur negara mampu mengubah mindset dan cultural set, disertai adanya partisipasi masyarakat.

Seluruh instansi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat wajib melaksanakan Reformasi Birokrasi.  Masing-masing instansi harus memiliki komitmen yang kuat untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih (clean government) dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dengan mengedepankan pelayanan prima serta didasari prinsip transparansi, akuntabelilitas dan partisipasi dalam setiap pelaksanaan tugasnya. Guna mewujudkan komitmen tersebut, setiap instansi/organisasi juga berusaha meningkatkan kesejahteraan anggotanya dengan cara  memberikan perbaikan pendapatan dalam bentuk pemberian tunjangan kinerja atau apapun istilahnya. Tunjangan kinerja merupakan salah satu bentuk kompensasi yang diberikan untuk meningkatkan motivasi kerja para pegawai yang selanjutnya dapat meningkatkan kinerja menjadi lebih baik, karena kinerja suatu lembaga tidak terlepas dari kinerja pegawainya.

Peningkatan kinerja akan lebih mudah tercapai bila sejak awal pimpinan memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk terus meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan motivasi kerjanya sehingga secara langsung juga akan berpengaruh pada proses kerjanya. Yang terjadi pada organisasi tertentu seperti pada TNI atau Polri selama ini adalah bahwa kepemimpinan yang selama ini berfokus/tertumpu pada kepala satuan kerja (kasatker) atau dengan kata lain pimpinan memposisikan dirinya sebagai komandan yang bertugas memberi komando / perintah.  Pola kepemimpinan seperti itu harus bergeser menjadi fungsi kepemimpinan diemban oleh setiap pemimpin pada semua level atau setiap pegawai yang memiliki  anak buah dengan  fokus pada keteladanan.  Seorang pemimpin tidak lagi berperan memberikan komando atau perintah saja, tetapi lebih berfungsi sebagai teman, sebagai orang tua, sebagai motivator, sebagai mediator, dan sebagainya.  Dengan cara setiap pemimpin pada semua level memposisikan dirinya seperti itu diharapkan akan dapat memotivasi anggotanya untuk meningkatkan kinerja.

Upaya untuk mewujudkan komitmen sebagaimana tersebut tentunya tidak akan begitu mudah, bahkan sering menemui kendala-kendala yang datang dari internal maupun eksternal organisasi. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya berita-berita di media yang mempertanyakan kinerja pemerintah, mengkritiki kinerja pemerintah, masih sering terjadinya unjuk rasa dibeberapa daerah yang terjadi akhir-akhir ini yang sifatnya mengkritisi kebijakan pemerintah atau kebijakan pimpinan, bahkan masih terjadi pemberitaan terkait anak buah yang melawan atasan atau pimpinannya.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara  Nomor 25/KEP/M.PAN/04/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara, bahwa kata budaya berasal dari bahasa sangsekerta "budhayah" sebagai bentuk mendasari nilai-nilai yang penuh makna, menjadi motivasi dan memberi inspirasi untuk bekerja lebih baik demi kekpuasan masyarakat yang dilayani. Dengan demikian setiap fungsi atau proses kerja mempunyai perbedaan dalam cara bekerjanya yang mengakibatkan perbedaan nilai-nilai dalam kerangka kerja organisasi, seperti nilai-nilai yang patut dimiliki, perilaku yang dapat mempengaruhi kerja mereka, dan falsafah yang dianutnya.

Sebagaimana dikemukakan oleh Triguno (2004:1) bahwa budaya mengacu pada keyakinan, praktek, ritual, nilai-nilai dan kebiasan-kebiasaan dari sebuah organisasi. Budaya kerja sudah lama dikenal, namun belum disadari bahwa suatu keberhasilan kerja berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaan. Nilai-nilai yang menjadi kebiasaan itulah yang selanjutnya dinamakan budaya, dan ketika nilai-nilai tersebut dihubungkan dengan suatu pekerjaan maka dinamakan budaya kerja.

Setiap fungsi atau proses kerja mempunyai perbedaan dalam cara bekerjanya yang mengakibatkan perbedaan nilai-nilai yang diambil dalam kerangka kerja organisasi. Budaya kerja diharapkan dapat memberi manfaat bagi pegawai maupun unit kerjanya. Secara pribadi, setiap pegawai diberi kesempatan untuk berperan, berprestasi dan mengaktualisasikan dirinya, sedangkan bagi unit kerjanya diharapkan bisa meningkatkan kualitas dan produktifitas kinerja organisasi.

Tujauan dari penerapan dan pengembangan budaya kerja adalah bertumbuh kembangnya nilai-nilai moral, budaya kerja produktif, meningkatnya persepsi/pola pikir/ pola sikap/pola tindak, dan perilaku pegawai, meningkatnya kinerja pegawai, dan terbentuknya citra  dan kepercayaan masyarakat.

Budaya kerja terbentuk sejak organisasi itu berdiri. Pembentukan budaya kerja terjadi ketika lingkungan kerja menghadapi permasalahan yang menyangkut perubahan eksternal maupun internal organisasi. Untuk membentuk budaya kerja diperlukan waktu yang cukup lama. Budaya akan dipengaruhi oleh kriteria yang digunakan dalam merekrut pegawai serta tindakan pimpinan suatu organisasi. Budaya kerja pada instansi atau organisasi militer akan berbeda dengan budaya kerja pada organisasi sipil. Budaya kerja masa lau juga akan berbeda dengan masa sekarang. Budaya kerja di era revolusi industri juga tidak sama dengan budaya kerja di era informasi. Yang menjadi indikator budaya kerja menurut Ellyana  (2008:30) adalah:

  • Inovasi, yaitu menggunakan peraturan baru atau cara-cara baru dalam bekerja (seperti teknologi informasi);
  • Prilaku disiplin, yaitu melaksanakan tugas tepat waktu;
  • Prilaku jujur, yaitu tidak melanggar hukum atau peraturan;
  • Prilaku tegas, yaitu tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan;
  • Percaya diri, yaitu melaksanakan tugas secara optimal.

Karena masalah budaya kerja terletak pada diri kita masing-masing dan musuh budaya kerjapun adalah diri sendiri, sehingga perubahan dalam budaya kerja itu sangatlah penting (Triguno, 2004 : 29). Kemajuan teknologi informasi saat ini menuntut adanya peningkatan kemampuan setiap pegawai untuk menguasai teknologi informasi dalam pelaksanaan tugas. Keadaan ini akan membawa perubahan pada budaya kerja yang ada selama ini. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu unsur yang akan berpengaruh terhadap  budaya kerja.

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa budaya kerja adalah nilai-nilai yang menjadi kebiasaan dikaitkan dengan pelaksanaan pekerjaan.  Sedangkan yang menjadi indikator budaya kerja adalah:

  • Inovasi (menggunakan peraturan baru atau cara-cara baru dalam bekerja seperti teknologi informasi);
  • Prilaku disiplin (melaksanakan tugas tepat waktu);
  • Prilaku jujur (tidak melanggar hukum / peraturan);
  • Prilaku tegas (tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan);
  • Percaya diri (melaksanakan tugas secara optimal).

Pengertian kepemimpinan sebagaimana  dikemukakan oleh Admosudirdjo (1961) dalam Purwanto (2008:25-26) adalah suatu kepribadian (personality) yang mendatangkan keinginan pada kelompok orang-orang untuk mencontohnya atau mengikutinya, atau yang memancarkan suatu pengaruh tertentu, suatu kekuatan atau wibawa, yang demikian rupa sehingga membuat sekelompok orang-orang mau melakukan apa yang dihendakinya. Selanjutnya pengertian kepemimpinan menurut Stogdill dalam Purwanto (2008:27) adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan suatu kelompok yang diorganisasi menuju kepada penentuan dan pencapaian tujuan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses dimana pimpinan/pemimpin dapat mempengaruhi bawahannya/orang lain, agar bawahan/orang lain tersebut mau melakukan apa yang diinginkan oleh pimpinan/pemimpin tersebut. Seorang pemimpin harus dapat mempengaruhi kelompok sehingga apa yang dirasakan sebagai kebutuhan, benar-benar bersifat realistis sesuai dengan kenyataan. Dalam memimpin organisasi militer seperti TNI dan Polri sangat berbeda dengan memimpin organisasi sipil. Pemimpin harus juga memahami budaya organisai yang dipimpinnya dan harus berupaya untuk memahami dan memenuhi kebutuhan organisasi yang dipimpinnya.

Kriteria yang penting untuk memperhatikan dalam menilai efektivitas kepemimpinan seseorang adalah kemampuan seorang pemimpin dalam menjalankan berbagai fungsi kepemimpinan termasuk kemampuan dalam mengambil keputusan. Tugas seorang pemimpin menurut Purwanto (2008:64) antara lain sebagai berikut:

  • Menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompoknya dan keinginan kelompoknya;
  • Dari keinginan-keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan yang benar-benar dapat dicapai;
  • Meyakinkan kelompoknya mengenai apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan;
  • Menemukan jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai / mewujudkan kehendak-kehendak tersebut.

Siagian dalam Amirullah dan  Budiyono (2004:245)  mengemukakan bahwa terdapat lima fungsi kepemimpinan yang hakiki, yaitu : "Fungsi penentu arah, juru bicara, komunikator, mediator dan integrator". Pemimpin adalah seorang yang berperilaku untuk mengarahkan aktivitas bawahannya ketujuan yang diinginkan. Seorang pemimpin mestinya sebagai seorang manajer yang bijak, dapat mengerti akan kebutuhan untuk kemajuan organisasi serta memahami akan kebutuhan anak buahnya.  Selanjutnya menurut Hasibuan (2002:172), yang menjadi indikator kepemimpinan antara lain: menjelaskan prosedur kerja, aktif dalam aktivitas pekerjaan, memberikan dorongan moril, memberikan kebebasan atas aspirasi, dan memberikan tauladan kepada bawahannya.

Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan yang bersifat melayani atau kepemimpinan pelayanan hendaknya memperhatikan atau melaksanakan hal-hal sebagai berikut:

  • Bersikap ramah terhadap semua pegawai/karyawan;
  • Menjelaskan prosedur kerja secara rinci dan jelas agar para bawahan dapat bekerja dengan baik;
  • Aktif dalam aktivitas pekerjaan, agar para bawahan juga termotivasi dalam bekerja;
  • Memberikan dukungan moril dan membina hubungan yang harmonis dengan para bawahannya;
  • Memberikan kebebasan atas aspirasi (membangkitkan semangat dan berkreasi kepada bawahan, serta memberikan kebebasan dan mendengarkan atas aspirasi bawahannya);
  • Memberikan tauladan yang baik kepada bawahannya.

Pemimpin adalah orang yang diberikan amanat yang nantinya akan diminta pertanggung jawaban kepada orang yang memberikan kepercayaan kepadanya. Pemimpin merupakan oranga yaang mampu untuk menuntun, membimbing, mamandu dan menunjukkan jalan yang benar terhadap orang yang dipimpinnya. Pemimpin minimal harus dapat memimpin dirinya sendiri karena bagaimana mungkin seorang pemimpin tetapi tidak bisa memimpin dirinya sendiri, akan mampu memimpin kelompoknya untuk mencapai tujuan yang akan dicapai?

Sering diartikan kepemimpinan adalah jabatan formal, yang menuntut untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin yang ketika dilantik mengatakan bahwa jabatan adalah sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampir tidak ada pemimpin yang sungguh-sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang melayani.

Bagaimana dengan pemimpin di Indonesia?

 

Indonesia memiliki pemimpin yang baik, antara lain Ki Hajar Dewantara. Beliau adalah tokoh dan pelopor pendidikan yang mendirikan sekolah Taman Siswa pada tahun 1922. Beliau mengajarkan 3 prinsip dasar kepemimpinan yaitu:

  • Ing ngarsa sung tulada. artinya, di depan memberi teladan. Pemimpin harus menjadi contoh bagi anak buahnya.
  • Ing madya mangun karsa. artinya di tengah membangun kehendak atau niat. Pemimpin harus berjuang bersama anak buah.
  • Tut wuri handayani. artinya, dari belakang memberikan dorongan. Ada saatnya pemimpin membiarkan anak buah melakukan sendiri.

Ketiga prinsip dasar kepemimpinan diatas sampai saat ini sangat sesuai dan relevan untuk diaplikasikan pada segala kelompok/organisasi/ instansi bahkan dalam segala bidang. Hal ini juga sesuai dengan teori-teori kepemimpinan sebagaimana diuraikan di atas. Contoh pemimpin yang menerapkan pola kepemimpinan melayani sebagaimana dimuat dalam laman https://www.piramida.id/pemimpin-yang-melayani/ sebagai berikut:

"PIRAMIDA.ID- Presiden Joko Widodo - salah satu pemimpin dunia - yang menerapkan pola kepemimpinan yang melayani (servant leadership).

Hal itu dapat dirasakan, di setiap kunjungan kerjanya ke sejumlah wilayah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), rakyat senantiasa mengelu-elukan. Dan, selalu saja ada momen-momen kedekatan yang terbangun apa adanya. Baik itu dibangun Presiden, begitu juga sebaliknya datang dari rakyat."

           

Tidaklah terlalu berlebihan jika Presiden RI Joko Widodo dijadikan sebagai contoh sebagai pemimpin transformasional, pemimpin yang melayani, karena apa yang dilakukan sesuai dengan teori-teori kepemimpinan sebagaimana diuraikan di atas, walaupun dari sisi lainnya masih juga banyak dirasakan kekurangannya oleh masyarakat tertentu. Namun demikian saya yakin bahwa di Indonesia masih banyak sekali pemimpin-pemimpin yang menerapkan pola kepemimpinan transformasional atau melayani yang mana pola kepemimpinan ini sesui dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan ilmu pengetahuan di Era Global. Yang harus disadari adalah tidak ada di dunia ini yang sempurna, sehingga sebaik apapun yang dilakukan seorang pemimpin pasti ada kurangnya, pasti ada kelemahannya, pasti ada pihak tertentu yang mencelanya, sehingga koreksi, kritik dan saran dari pihak lain akan sangat membantu untuk penyempurnaan atau setidaknya untuk perbaikan.

 

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa budaya kerja adalah nilai-nilai yang menjadi kebiasaan dikaitkan dengan pelaksanaan pekerjaan. Nilai-nilai suatu organisasi atau kelompok akan berbeda dengan nilai-nilai dari organisasi atau kelompok lainnya. Untuk membentuk suatu budaya diperlukan waktu yang cukup lama. Kepemimpinan merupakan suatu proses dimana seorang pemimpin dapat mempengaruhi orang yang dipimpinnya, agar mau melakukan apa yang diinginkannya. Keberhasilan kepemimpinan seseorang tidak hanya ditentukan oleh yang bersangkutan sendiri, namun juga dipengaruhi tujuan, visi dan misi oorganisasi yang dipimpinnya, serta partisipasi orang yang dipimpinnya. Cara mempimpin suatu organisasi tidak akan sama dengan memimpin organisasi lainnya.

Dari waktu ke waktu nilai-nilai yang ada pada suatu organisasi atau yang bisa juga disebut budaya organisasi akan mengalami perubahan mengikuti tuntutan perkembangan maupun perkembangan jaman.   Demikian  juga  dengan  tuntutan  dan  harapan  terkait kepemimpinan juga akan mengalami perubahan seiring dengan kemajuan dan perubahan jaman. Di Era Global yang segalanya mengalami perubahan secara cepat, serba menggunakan internet seperti sekarang ini, seorang pemimpin harus senantiasa memahami budaya kerja organisasi yang dipimpinnya serta menyesuaikan diri terhadap tuntutan akibat perkembangan jaman maupun kemajuan teknologi. Oleh karena itu, pola kepemimpinan transformasional merupakan pola kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan di Indonesia pada saat ini. Jadi seorang pemimpin bukan lagi sebagai penguasa, akan tetapi seorang pemimpin sebagai pelayan dari orang-orang yang dipimpinnya.

Eviana Liswardani

Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun