Mohon tunggu...
Eva Nurmala
Eva Nurmala Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan swasta

Saya karyawan swasta yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perempuan Menjadi Pilar Pendidikan Karakter Anak

23 Maret 2019   08:52 Diperbarui: 23 Maret 2019   09:10 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan Karakter - menarapendidikan.blogspot.com

Peranan perempuan seringkali dianggap sebelah mata. Perempuan seringkali dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Karena itulah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) lebih sering menjadikan perempuan sebagai korban dari pada laki-laki. Namun sadarkah kalau perempuan sejatinya merupakan pilar pendidikan karakter pertama di keluarga. 

Belaian tangannya ke sang bayi, merupakan pendidikan pertama yang dirasakan anak. Belaian kasih sayang merupakan bentuk perhatian sang ibu ke anak. Dari kasih sayang ini kemudian menyebar ke menanamkan pendidikan karakter, entah itu melalui gesture ataupun ucapan. 

Dan sang anak merekamnya dalam memorinya. Karena itulah dasar pendidikan karakter di keluarga itu sebenarnya berasal dari sang ibu, baru kemudian diperkuat oleh bapak, dan anggota keluarga yang lain.

Begitu kuatnya peranan perempuan dalam keluarga. Tanpa kehadiran seorang ibu, sebuah keluarga tidak akan lengkap. Dan tanpa kasih sayang seorang ibu, sang anak akan mencari perhatian di luar keluarga. Dan yang terjadi kemudian anak akan menjadi generasi yang dipenuhi amarah, tidak pernah mendengarkan pendapat orang lain, merasa dirinya paling benar. 

Dan dalam proses pencarian jati diri itulah, seringkali terjebak pada pemahaman yang salah. Dan kelompok radikal seringkali menebar pemahaman yang salah melalui media sosial. Akibatnya, anak-anak yang dalam proses mencari jatidiri, banyak yang menjadi korban provokasi kelompok radikal.

Untuk meredam penyebaran bibit radikal dan intoleransi di dunia maya, salah satunya bisa dibendung dengan memperkuat pendidikan karakter di level keluarga. Dengan penguatan pendidikan karakter itulah, sang anak akan mempunyai filter terhadap segala informasi yang dia serap. Sang anak akan memunculkan banyak pertanyaan sebagai bentuk dialektika yang dia pahami. 

Kira-kira apakah paham tersebut relevan dengan di Indonesia? Apakah sesuai dengan ajaran agama? Apakah tidak melanggar hukum? Untuk menjadikan anak kritis, tapi tetap mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal, harus diperkuat pendidikan karekter di keluarga. Dan salah satu yang punya peranan kuat untuk membentuk karakter itu adalah sang ibu.

Jangan anggap remeh peran perempuan. Saat ini, kelompok radikal dan terorisme mulai sering memanfaatkan perempuan untuk melakukan aksi terornya. Dian, berhasil ditangkap Densus 88 karena akan meledakkan bom di Istana Negara. 

Tahun kemarin, satu keluarga menjadi pelaku peledakan bom gereja di Surabaya. Bahkan seorang ibu juga mengajak anak-anaknya yang masih belia dengan bom di tubuhnya. 

Pekan kemarin, seorang ibu yang merupakan jaringan teroris Sibolga meledakkan diri, karena tidak mau ditangkap Densus 88. Ini merupakan contoh bahwa perempuan bisa jadi menakutkan dan mempunyai pengaruh yang kuat di lingkungannya.

Banyak juga contoh sukses, karena seorang ibu sang anak tumbuh menjadi anak yang toleran dan cerdas. Akbar misalnya. Seorang anak asal Indonesia yang sekolah di Turki, nyaris bergabung dengan kelompok ISIS karena ingin kelihatan gagah seperti temannya yang memegang senjata. 

Rencana itu urung dilakukan karena teringat pesan sang ibu agar menjadi anak yang sholeh. Ini contoh kecil, pendidikan karakter itu akan terus selalu diingat oleh sang anak. Karena itulah, didiklah karakter anak-anak kita agar karakter keindonesiaannya tetap terjaga. Tetap toleran, saling menghargai dan mengormati, serta tolong menolong tanpa mempersoalkan perbedaan latar belakang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun