Mohon tunggu...
Esther Dwi Magfirah channel
Esther Dwi Magfirah channel Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Pegiat Sastra.

Konten favorit : seni, sastra dan humaniora.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat untuk Bumiku

4 November 2022   09:47 Diperbarui: 4 November 2022   10:05 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Karya Esther Dwi Magfirah.

Senandung Pagi, 8 Oktober 2022.

Dear Bumi ....
Apa kabar ? Pagi ini angin menyapaku dengan hati - hati. Sudah lama tak bertemu embun dan desiran angin samudera. Aku senantiasa menengok pantaiku setiap hari. Memandang lautan lepas dengan keteduhan yang menyejukkan hati. Memandang angkasa dengan awan putih yang bergerak pelan sebening salju. Menyapa bumi yang merindu kehadiran pagi.

Ada cerita tentang pagi yang senantiasa penuh harapan. Ada matahari yang menemani. Mengganti hati yang dingin sehangat harapan tentang esok yang lebih baik. Ada sore yang bernuansa pelangi. Membiaskan warna - warni yang mencerahkan langkah nan pasti. Ada malam yang meski penuh badai sekalipun menawarkan hening yang tak membiru.

Dearest Bumi ....

Apakah boleh daku bertanya. Apakah boleh daku menanti jawaban. Bila harus tak senantiasa membumi ?
Setahuku bumiku selalu hijau. Bumiku selalu cerah. Bumiku selalu bersahabat. Bumiku selalu bersahaja. Bumiku selalu mengerti dan tak pernah menghakimi. Bumi pertiwi yang indah dan selalu di hati.

Aku pernah ingat janji bumi padaku. Pada kami. Bahwa bumi punya kasih tiada henti. Seperti yang pernah hadir dalam nuansa pelangi. Bumi pernah memberi makna tiada henti tentang kehadiran kami yang hanya sekali - sekali. Itupun hanya kebetulan. Hanya tak sengaja. Tapi berkeinginan sangat untuk bisa tampak dan berseri. Karena begitu dimengerti. Begitu berarti. Bahkan bagi bumi. Bagi bumi !

Pernah kudengar dari kejauhan, bumiku sedang bersedih. Airmata mengalir sebagai tanda simpati. Senandung rindu terukir dalam goresan lirik dan prosa, dalam puisi dan lagu, dalam cerita dan berita. Dalam dekapan rindu tak terkira tentang cinta bumi dan semesta. Adanya.

Dear bumi ....

Aku pernah menarikan tari bumi. Tentang cinta dan rasa. Tentang episode indah dalam kenangan. Dalam pelangi cinta, dalam senandung rindu, dalam untaian doa, dalam harapan semesta, dalam ukiran jagad raya. Aku pernah menarikan tari bumi. Tari yang kubuat koreografinya dengan penuh rasa kasih dan cinta. Aku bergerak dengan langkah yang nyata. Momentum hari tariku dan bumiku menyatu dalam semesta mengukir rasa tak terlupa. Getar hari dan sukma terpatri di angkasa raya. Dan alam semesta pun ikut gembira. Bumiku indah. Bumiku indah. Bumiku indah. Berderai airmata menyaksikan keindahan yang nyata. Ah ... indahnya !

Dear bumi ...
Kenangan cintamu tak lekang oleh waktu. Ungkapan gita rasa terbayang senantiasa. Mungkin esok mimpi segera berakhir. Tapi cinta bumi tetap abadi. Di hati. Di semesta. Di alam raya. Selamanya.
....................
Lamunanku tersentak. Pagi ini udara terlalu dingin. Langit dipantaiku tampak kelabu. Mendung. Mungkin sebentar lagi turun hujan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun