Mohon tunggu...
Ester Feliciana
Ester Feliciana Mohon Tunggu... Mahasiwa -

Mahasiswa Psikologi Universitas Airlangga angkatan 2013. Sedang mengabdikan diri di Himpunan Psikologi Indonesia Wilayah Jawa TImur. A learner of life...

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Siapa Sangka Toilet Training Ikut Berperan bagi Kepribadian Anak

30 Maret 2017   16:01 Diperbarui: 31 Maret 2017   04:00 6795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pernahkah Anda merasa kesulitan dalam melatih anak balita Anda untuk mulai menggunakan toilet? Sering mendapati anak mengompol atau popok basah disaat yang kurang tepat? Atau justru anak menangis menahan ekskresi karena enggan menggunakan toilet?

Jika sembari membaca tiga kalimat tanya di atas Anda mengganggukkan kepala, maka tepatlah Anda mengunjungi artikel ini. Dalam artikel ini akan dikupas mengapa toilet training adalah tahap penting dalam perkembangan anak serta aspek apa saja yang perlu diperhatikan dalam melatih anak menggunakan toilet.

Sebelumnya mari kita kupas dari apa itu toilet training dan mengapa tahap ini merupakan tahap yang penting.

Toilet training adalah proses peralihan dari penggunaan popok ke toilet selayaknya orang dewasa, sehingga ia belajar untuk melakukan ekskresi (buang air kecil-BAK dan buang air besar-BAB) pada tempat yang seharusnya. Pada umumnya, tahap ini terjadi pada usia 1-3 tahun. Proses ini memerlukan pendampingan intensif dari pihak pengasuh karena tidak serta-merta anak dapat melakukan ekskresi dengan tepat. Perlu pendampingan khusus dan konsisten dari pengasuh supaya anak dapat melewati tahap ini dengan baik.

Secara teoritis, menurut Sigmund Freud (1856 – 1939), seorang tokoh psikolog, tahap ini merupakan tahap yang penting dalam perkembangan anak karena anak mengasosiasikan kegiatan ekskresi sebagai hal yang penting, seolah mereka memproduksi sesuatu dan merasa bahwa hasil ekskresinya merupakan sebuah hadiah dari mereka dan untuk mereka. Ibarat kata, jika kita membuat sesuatu dan diberikan respon yang kaku atau negatif, maka kita akan kecewa bukan? Sama seperti toilet training, respon yang kurang sesuai akan memberikan dampak pada keberhasilan toilet training. Diperlukan adanya perhatian khusus dalam proses toilet trainingini untuk mengubah pengertian tersebut (ekskresi merupakan produksi) menjadi proses ekskresi adalah hal yang dilakukan setiap orang dengan memperhatikan kebersihan dan juga menumbuhkan rasa malu untuk melakukanya di depan umum.

Konflik yang terjadi pada tahap ini ada pada tuntutan dari orangtua yang menginginkan anak mengendalikan keinginan BAK dan BAB, sementara anak ingin mengeluarkan begitu terasa (kebelet) ingin BAK dan BAB (Chung, 2007; Carol, 2009 dalam Musfiroh, 2014).

Q: Apa pentingnya Toilet Trainig?

A: Kebiasaan yang salah dalam mengontrol BAB dan BAK akan menimbulkan hal-hal yang buruk pada anak dimasa mendatang. Dapat menyebabkan anak tidak disiplin, manja, dan yang terpenting adalah anak akan mengalami masalah psikologi, anak akan merasa berbeda dan tidak dapat secara mandiri mengontrol buang air besar dan buang air kecil (Anggara, 2006). 

Tahap ini juga menentukan aspek kemandirian pada anak. Anak yang sudah berani menggunakan toilet cenderung lebih percaya diri sehingga lebih mandiri dalam melakukan berbagai aktivitas. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan toilet trainingadalah keterlibatan aktif dari orangtua. Manfaat yang didapatkan apabila orangtua berhasil mendampingi dengan proses yang baik dapat menumbuhkan kepribadian yang kompeten, produktif, dan kreatif. Tahap ini juga penting bagi hubungan anak dengan pihak-pihak otoritas ke depannya (Gee, 2016).

Q: Mengapa seringkali susah mengajarkan toilet trainingpada anak?

A: Masalah  yang  terjadi  pada  anak    ketika melakukan  toilet  training  adalah  anak merasa  takut dengan  toilet. Sebagian orangtua  tidak membiasakan akan untuk buang air sebelum tidur atau membangunkan anaknya pada malam  hari  untuk  buang  air  sehingga  anaknya  mengompol.  Anak menolak  untuk pergi  ke  toilet  dan  memilih  menggunakan  popok. Pun dewasa ini, seiring dengan semakin mengingkatnya kesibukan orangtua, mereka lebih memilih anaknya menggunakan popok daripada membiarkan anak pergi ke kamar mandi (Gilbert, 2006).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun