Mohon tunggu...
ESSA YAYANGSAGITA
ESSA YAYANGSAGITA Mohon Tunggu... Kejaksaan Negeri Kepulauan Talaud

essagita in your area

Selanjutnya

Tutup

Politik

Regulasi Kampanye Digital: Antara Kebebasan dan Kontrol

23 Februari 2025   19:55 Diperbarui: 23 Februari 2025   20:15 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Essa Y. Sagita, Mahasiswa Prodi Komunikasi PJJ Universitas Siber Asia)

Pemilihan Presiden (Pilpres) di era digital semakin kompleks dengan peran besar media sosial sebagai arena utama kampanye. Dari debat daring hingga penyebaran iklan politik dan disinformasi, regulasi komunikasi digital menjadi aspek krusial untuk menjaga demokrasi tetap sehat. Di Indonesia, regulasi seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, serta kebijakan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berperan dalam mengatur bagaimana kampanye dapat dilakukan di ruang digital. Namun, efektivitas regulasi ini masih menjadi perdebatan, terutama terkait dengan keadilannya dalam menciptakan lingkungan kampanye yang demokratis.

Regulasi komunikasi digital dalam pemilu memiliki tujuan utama untuk mencegah penyebaran hoaks, ujaran kebencian, serta meminimalisasi kampanye hitam yang kerap terjadi di media sosial. Misalnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah menerapkan kebijakan untuk menghapus konten negatif serta menindak akun yang menyebarkan informasi palsu. Dengan regulasi ini, diharapkan tercipta ruang kampanye yang lebih sehat, di mana para kandidat dapat bersaing berdasarkan gagasan dan visi, bukan sekadar propaganda manipulatif.

Namun, penerapan regulasi ini juga menghadirkan dilema, terutama terkait dengan kebebasan berekspresi. UU ITE sering kali mendapat kritik dari para pakar hukum dan aktivis kebebasan berpendapat karena dinilai tidak fleksibel dalam penerapannya terhadap kritik masyarakat. Selain itu, kebijakan penghapusan konten yang dilakukan oleh platform digital sering kali dianggap tidak transparan dan berpotensi bias terhadap kelompok tertentu.

Tantangan utama dalam implementasi regulasi komunikasi digital dalam kampanye Pilpres meliputi beberapa aspek penting. Salah satunya adalah penyebaran berita palsu yang tetap menjadi masalah besar, meskipun telah ada regulasi yang ketat. Banyak aktor politik memanfaatkan bot dan akun anonim untuk menyebarkan narasi yang menguntungkan mereka. Selain itu, pembatasan yang berlebihan terhadap konten di media sosial sering kali dipandang sebagai upaya untuk membungkam kritik, sehingga menciptakan ketidakseimbangan dalam kebebasan berpendapat. Masalah lainnya adalah kurangnya transparansi dalam moderasi konten oleh platform digital, sebagaimana disoroti oleh berbagai organisasi advokasi digital seperti SAFEnet. Tidak kalah penting, algoritma media sosial yang dapat dimanipulasi untuk meningkatkan visibilitas kandidat tertentu menjadi tantangan tersendiri dalam memastikan persaingan yang adil.

Untuk menciptakan regulasi komunikasi digital yang lebih adil dalam kampanye Pilpres, ada beberapa langkah yang dapat diambil. Pertama, transparansi dalam pengelolaan algoritma dan moderasi konten harus lebih ditingkatkan agar tidak terjadi bias yang menguntungkan pihak tertentu. Kedua, literasi digital masyarakat harus diperkuat agar mereka mampu mengenali dan menangkal berita hoaks serta propaganda digital. Ketiga, penegakan hukum terkait regulasi komunikasi digital harus dilakukan secara adil dan tidak memihak, dengan adanya pengawasan independen. Terakhir, pemerintah perlu bekerja sama dengan platform media sosial seperti Facebook, Twitter, dan TikTok untuk memastikan regulasi diterapkan dengan tetap menghormati kebebasan berekspresi.

Kesimpulannya, regulasi komunikasi digital dalam kampanye Pilpres merupakan langkah penting untuk menjaga kualitas demokrasi di era digital. Namun, regulasi ini harus diterapkan secara seimbang, sehingga tidak hanya mengendalikan penyebaran hoaks, tetapi juga tetap menghormati kebebasan berpendapat. Dengan transparansi yang lebih baik, peningkatan literasi digital, serta penegakan hukum yang adil, diharapkan kampanye Pilpres di media sosial dapat berjalan dengan lebih sehat, transparan, dan demokratis.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun