Mohon tunggu...
Esra K. Sembiring
Esra K. Sembiring Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS

"Dalam Dunia Yang Penuh Kekhawatiran, Jadilah Pejuang"

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Omnibus Law

2 Maret 2020   09:25 Diperbarui: 2 Maret 2020   09:30 581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Jawapos.com

Oleh :
Esra K. Sembiring, Alumni Ilmu Politik UGM, Magister Administrasi Publik LAN RI, Magister Pertahanan UNHAN

Istilah omnibus law di Indonesia pertama kali akrab di telinga setelah pidato pelantikan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2019 lalu.Sebagaimana bahasa hukum lainnya, omnibus berasal dari bahasa latin omnis yang berarti banyak. Artinya, omnibus law bersifat lintas sektor yang sering ditafsirkan sebagai UU sapujagat.omnibus law merupakan metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum. Omnibus Law adalah aturan baru yang sengaja dibikin untuk menggantikan aturan-aturan yang ada sebelumnya. Bila Omnibus Law ini terwujud, maka ia akan jadi satu-satunya rujukan, mengalahkan undang-undang yang sudah ada sebelumnya.

Urgensinya apa ?.
Khusus tentang RUU Cipta Kerja, menurut pemerintah aturan yang ada saat ini dianggap terlalu kaku dan menghambat kedatangan investor yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Karena alasan itu, pemerintah merasa perlu peraturannya dirubah.

Pro kontra tentu selalu ada, keberpihakan soal mendukung atau menolak RUU ini pada umumnya tergantung pada seberapa banyak kelompoknya dirugikan atau diuntungkan ?.

Bagi pekerja, aturan ini merugikan karena menurut draf aturannya, banyak hak buruh yang tercerabut. Misalnya, dimudahkannya PHK, dihapuskannya cuti-cuti penting seperti cuti haid dan melahirkan, jumlah pesangon yang diturunkan, diperluasnya pekerjaan yang menggunakan sistem kontrak dan alih daya yang bikin mereka rentan diputus kontrak begitu saja, sampai tidak leluasa untuk berserikat karena merasa harus terus menerus bekerja agar mencapai target yang ditentukan oleh perusahaan.

Hal lain yang membuat pekerja keberatan dengan aturan ini adalah perubahan upah menjadi per jam yang membuat pekerja merasa dilihat sebagai mesin produksi saja.

Benarkah demikian ?.

Presiden Jokowi tetap bersikukuh RUU Cipta Kerja ini hadir untuk menciptakan iklim investasi yang lebih baik.
Jokowi berjanji untuk terus menciptakan iklim investasi yang lebih baik dengan Omnibus Law karena akan menyederhanakan banyak regulasi dan menciptakan iklim investasi yang kondusif.

Namun mengapa kontroversi dalam masyarakat masih keras terasa penolakannya ?.

Sebagian pakar ekonomi dan politik berpendapat bahwa dengan adanya Omnibus Law, pengusaha bisa mengurangi banyak ongkos produksi. Sehingga daya saing menjadi lebih tinggi. Dengan kondisi demikian diharapkan meningkatkan minat investor. Namun tidak demikian argumennya bagi sebagian elite politik. Salah satu penolakan yang keras dapat dibaca dari rekomendasi Kongres Ulama Islam Indonesia (KUII) ke-VII Majelis Ulama Indonesia di Bangka Belitung,  yang salah satu dari 4 rekomendasinya adalah menolak Omnibus Law karena tidak berpihak kepada kemasalahatan umat dan bangsa.

Kenapa bisa kontras pemikirannya ?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun