Mohon tunggu...
Esra K. Sembiring
Esra K. Sembiring Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS

"Dalam Dunia Yang Penuh Kekhawatiran, Jadilah Pejuang"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Siapa Oknum yang Membela Radikalisme?

15 November 2019   15:32 Diperbarui: 15 November 2019   15:42 871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: harakatuna.com

 

Penulis :

Esra K. Sembiring, S.IP, M.AP, M.Tr (Han), Alumni Ilmu Politik UGM, Magister Administrasi Publik LAN RI, Magister Pertahanan UNHAN. (Staff Direktorat Geo Eko, Debidjianstrategik Lemhannas RI)

Dalam beberapa hari belakangan ini pro kontra yang menyerempet sensitifitas politik identitas sepertinya sudah mulai coba digoreng kembali. Setuju atau tidak, mulai dari polemik  aturan cara berpakaian aparatur sipil negara, polemik himbauan MUI Jatim tentang larangan pengucapan salam multi agama karena menilai sebagai bid'ah, sehingga patut dihindari dan yang terakhir adalah aksi radikalis bom bunuh diri di Polrestabes Medan. Gejala kemajuan politik identias atau kemunduran bangsa kah ini ?.

Tidak mungkin bisa disanggah lagi, kenyatannya bahwa  memang ada sebagian dari masyarakat awam, juga kelompok elite masyarakat kita yang  lupa atau melupakan diri pada kesepakatan bersama yang dibangun di negara Indonesia ini, seperti yang tertuang pada pembukaan UUD 1945, maupun isi Sumpah Pemuda yang sungguh-sungguh        menyadari fakta adanya keberagaman suku bangsa maupun agama yang tumbuh dan hidup di bumi Indonesia kita ini. Apakah pemikiran dan kondisi seperti ini dapat diasumsikan karena bertumbuhnya benih paham radikalisme yang sangat dikhawatirkan karena akan merapuhkan tonggak-tonggak persatuan bangsa yang susah payah sudah dibangun para pahlawan bangsa dan pendiri negara Indonesia ini ?.

Benarkah sudah sedemikian parah, sakit dan terpuruknya nasionalisme saat ini ?.

Mungkin tinggal sedikit orang yang mau dan berani memberi komentar menanggapinya, karena memang sudah tidak begitu jelas lagi pemahaman sebagian masyarakat  terhadap essensi, urgensi maupun fakta nyata yang ada dan hidup di bumi Indonesia ini, bahkan fakta keberagaman masyarakat yang memang sudah ada hidup sebelum negara Indonesia kita ini di proklamirkan. Tokoh-tokoh bangsa pada saat itu bisa sepakat, mau mengalah dan memiliki  jiwa yang besar, sehingga mau menempatkan kepentingan nasional (persatuan bangsa) diatas kepentingan pribadi kelompoknya. Karena prinsip mulia seperti inilah maka negara Indonesia yang majemuk ini bisa berdiri tegak hingga saat ini. Dengan Ideologi Pancasila yang disepakati dipakai menjadi pandangan hidup bersama bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bagaimana seandainya prinsip mulia seperti ini tidak dipakai lagi ?

Berdasarkan pengalaman kasus bom di Surabaya, dari hasil testimoni kawan-kawan anak-anak yang diduga ikut melakukan peledakan gereja di Surabaya, mereka sudah lama tidak mau menyanyikan lagu Indonesia Raya dan tidak mau hormat bendera. Bukan hanya terjadi pada level anak-anak, merujuk hasil survei Alvara Research yang dilakukan 10 September sampai 5 Oktober 2017 di 6 kota yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar ternyata  ada 19,4 persen PNS dan pegawai BUMN yang menolak ideologi Pancasila. Belum selesai sampai disitu, menyedihkan, data dari Kementerian Pertahanan bahwa sebanyak 3 persen prajurit TNI terpapar radikalisme, 18 persen pegawai swasta menolak ideologi Pancasila.

Mengkhawatirkan atau biasa saja kondisi seperti ini ?.

Saat ini radikalisme agama  memang sedang memperlihatkan perkembangannya yang semakin massif di Indonesia, sehingga harus disimpukan radikalisme adalah musuh bersama bangsa ini karena menjadi salah satu penghambat upaya pembangunan dan menggerus ketahanan nasional. Bukan hanya menjadi musuh pemerintah saja.

Makhluk apa sebenarnya radikalisme itu ?. Radikalisme dapat dipahami sebagai suatu ideologi dan paham yang ingin melakukan perubahan pada sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan / ekstrim. Radikalisme sering juga dikaitkan dengan terorisme karena kelompok radikal ini biasanya nekat melakukan cara apapun agar keinginannya tercapai, termasuk dengan meneror pihak yang tidak sepaham dengan mereka. Seperti penikaman terhadap Menkopolkam Wiranto, maupun bom bunuh diri di Medan yang baru saja  terjadi beberapa hari lalu.  

Agar tidak menjadi pemikiran yang menimbulkan polemik dan terkesan tendensius, harus dipahami bersama bahwa radikalisme ditemukan hampir pada seluruh agama, sejak abad 16-19 M. Menyerupai siklus sejarah, radikalisme agama biasanya muncul pada kelompok mayoritas yang merasa dapat memerintah kelompok minoritas agar mengikuti aturannya. Sementara itu kelompok minoritas tentu berusaha bertahan pada keyakinannya dan tidak mau ditindas, sehingga menjadi pertikaian "sepele" dan bila kemudian isu ini "digoreng" oleh oknum yang kharismatik dapat berkembang bagi lahirnya "fanatisme sempit" yang mengancam keberagaman bangsa.

Siapa yang termasuk pada kelompok radikalis ini ?.

Khusus untuk memahami permasalahan di Indonesia, secara sederhana dapat dijelaskan bahwa "Siapa saja, dari agama dan suku apa saja yang menolak menyanyikan lagu Indonesia Raya, tidak mau menghormat bendera merah putih, menolak Pancasila, menolak Bhineka Tunggal Ika, menolak NKRI, menolak toleransi ", dapat dikelompokkan pada kelompok radikalis ini. Ciri khas kelompok radikalis ini secara umum mereka hanya berpatokan pada kesamaan identitas agama beserta penafsirannya. Tidak mengakui keberagaman bangsa. Bila dibiarkan, kondisi ini pada  akhirnya  akan bermuara pada intoleransi dengan sesama warga negara Indonesia lainnya.

Pemahaman sempit kelompok radikalis yang seperti ini tentu sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai luhur Pancasila yang digunakan sebagai pondasi dan jiwa yang mendasari bangunan bangsa Indonesia yang super majemuk ini, yang melindungi dan menjamin keberagaman identitas primordial masyarakat bangsa Indonesia. Intinya, dalam Pancasila, keberagaman bangsa tidak dibungkam dan juga tidak diseragamkan, melainkan dibiarkan hidup berkembang secara dinamis. Negara menjamin hak beragama dan beribadah setiap warga negaranya sesuai dengan nilai agama dan kepercayaannya masing-masing. Setiap warga negara memiliki kesetaraan hak dan kewajiban dihadapan hukum. Jelas dan tegas.

Pancasila tidak mungkin hidup berdampingan dengan paham radikalisme di bumi Indonesia. Sangat sulit membayangkan apa yang akan terjadi kelak,  bila Indonesia yang terdiri dari super multi keberagaman  suku bangsa ini dikuasai oleh kelompok radikal yang anti keberagaman ini. Pasti perpecahan bangsa yang terjadi. Mungkinkah kekhawatiran  ini bisa terjadi ?.

Bila kita tidak waspada, maka berkuasanya kelompok radikalis akan sangat mungkin terjadi. Bukti pada saat ini saja, paham radikal ini sudah tumbuh dan berkembang dikalangan sebagian aparatur sipil negara, TNI, Polri maupun pelajar dan mahasiswa. Realitas keberadaan paham radikal ini ternyata sudah ada sejak lama di Indonesia. Dulu-nya paham radikal ini ternyata sudah teridentifikasi, namun masih dianggap enteng dan dinilai hanya sebagai "gaya hidup" temporer yang tidak akan bertahan lama. Analisa politis yang "keliru" atau sengaja di "keliru" kan ini akhirnya terlambat diantisipasi. Karena keteledoran dulu itu, maka sekarang ini tidak boleh ada yang keliru dan anggap enteng pada bahaya radikalisme itu lagi.

Penutup

Siapapun itu !, dari agama apapun itu !. suku apapun itu !. dan dengan dalih pembenaran apapun itu !. harus dijadikan musuh bersama. Harus diberantas bersama. Termasuk kepada siapapun yang malah membela kehadiran paham radikalisme yang membahayakan Pancasila dan NKRI ini. Pancasila sebagai ideologi bangsa, adalah kesepakatan bersama. Harus dijaga bersama, bukan dibiarkan bertarung sendirian menghadapi keroyokan paham-paham radikal yang tidak jelas "juntrungan" asal-usulnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun