Mohon tunggu...
Esra K. Sembiring
Esra K. Sembiring Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS

"Dalam Dunia Yang Penuh Kekhawatiran, Jadilah Pejuang"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ujian Demokrasi Bangsa

20 April 2019   18:08 Diperbarui: 20 April 2019   18:17 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apakah semua kita bisa menjawab pertanyaan bila ditanyakan

"Bagaimana dan mengapa terjadinya suatu negara" ?.

Pertanyaan ini terasa penting untuk ditanyakan saat ini dalam mengukur sejauh mana pemahaman masyarakat dalam menempatkan prioritas antara kepentingan persatuan bangsa dan kepentingan politik.

Urgen diingatkan kepada semua pihak bahwa negara adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu dan diorganisasi oleh pemerintah negara yang sah dan memiliki kedaulatan. Negara juga merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independen.

Bagaimana dengan negara Indonesia ?.

Berdirinya negara Indonesia tentu tidak dapat dilepaskan dari sejarah kerajaan-kerajaan yang ada dan pernah berdiri di tanah Indonesia, ratusan tahun penjajahan bangsa asing, dan pergerakan perjuangan rakyatnya yang akhirnya menuntun pada pemahaman dan kesadaran perlunya persatuan bangsa sehingga pada puncaknya berhasil mengusir penjajah.

Lalu apa relevansi dengan teori nya ?

Walaupun masih selalu diperdebatkan, salah satu teori yang layak dipakai untuk menjelaskan situasi di Indonesia adalah sebuah teori terkenal tentang bagaimana proses awal berdirinya suatu negara yaitu teori "kontrak sosial" yang beranggapan bahwa suatu negara dibentuk berdasarkan perjanjian-perjanjian internal dalam masyarakat-nya.

Relevansinya dengan Indonesia dapat dirujuk pada beberapa literatur sejarah yang menjelaskan bahwa sejarah indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak zaman prasejarah oleh "manusia jawa" pada masa sekitar 500.000 tahun yang lalu. 

Sedangkan periode dalam sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: era pra kolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; era kolonial, masuknya petualang dari Eropa yang menginginkan rempah-rempah mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; era kemerdekaan, pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (1945) era Soekarno (1966); era Orde Baru, 32 tahun masa pemerintahan Soeharto (1966--1998); serta era reformasi yang berlangsung hingga saat ini.

Penjelasan terhadap fakta ini bisa membuktikan kepada semua pihak bahwa proses sejarah sejak "benih" awal pembentukan nusantara ini menjadi satu negara Indonesia yang besar dan maju seperti sekarang ini ternyata tidak mudah dan gampang. Sudah di-tempa melewati ribuan tantangan jaman dan waktu yang sangat panjang, dan pastinya juga sudah melalui kesepakatan "kontrak sosial" bersama yang akhirnya berhasil mengikatnya jadi satu negara besar Indonesia.

Niat luhur yang suci dari founding fathers, para raja, sultan, kepala adat, suku, marga, tokoh masyarakat, tokoh agama dan segenap elite rakyat sehingga sepakat menyerahkan (sebagian) keistimewaan yang dimilikinya untuk diatur bersama dalam satu pemerintahan pada satu negara besar bernama Indonesia. Kesimpulannya, bukan hanya kesepakatan "kontrak sosial" diantara segelintir orang atau segelintir elit saja. Sehingga, sangat tidak layak dan tidak pantas jika kemudian ada segelintir orang yang nekat mempertaruhkan eksistensi NKRI yang sangat kompleks ini. Semua pihak harus tunduk pada aturan konstitusi dan sistim kontestasi yang disepakati.

Lalu bagaimana dengan jaminan netralitas sistim nya ?.

Sudah disepakati bersama bahwa Indonesia memilih sistim demokrasi dalam mengatur transisi maupun kontestasi kepemimpinan didalamnya.

Apakah semua pihak mau mengakuinya ?.

Untuk apa sebenarnya sistim demokrasi itu dipilih ?. Demokrasi berasal dari bahasa yunani pada abad ke 5 SM yang artinya "kekuasaan rakyat". Sistim demokrasi ini diartikan sebagai bentuk pemerintahan dimana rakyat memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan menentukan pemimpinnya. Dengan demikian demokrasi mengandung makna penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia secara setara. Tidak ada diskriminasi pembedaan diantara rakyat nya. Sangat adil dan fair.

Kelebihannya apa ?. Kelebihan sistim demokrasi ini diantaranya adalah kecilnya peluang terjadi revolusi karena pemerintahan yang terpilih didasarkan dari keputusan seluruh rakyat. Banyak pakar politik sepakat bahwa sistim demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih stabil jika dibandingkan dengan bentuk pemerintahan yang lain karena demokrasi didasarkan pada keputusan dan kehendak rakyat. Sehingga rakyat pasti memberikan dukungan penuh kepada pemerintah yang terpilih.

Lalu apa urgensinya untuk kita saat ini ?

Sebagai sebuah literasi politik, point ini perlu diingatkan untuk membantu mendewasakan rakyat berdemokrasi agar tidak cepat "over heat" dan emosional menyikapi ekspektasi subjektif nya pasca pemungutan suara lalu. Sistim kontestasi demokrasi (pemilu) di Indonesia saat ini harus dipahami merupakan pilihan terbaik yang sejak awalnya sudah disepakati bersama dengan sadar dan tanpa paksaan. 

Proses perencanaan waktu dan urusan teknis lainnnya sudah melibatkan seluruh parpol dan capres peserta pemilu, karena itu semua pihak seharusnya loyal dan tunduk kepada proses kontestasinya. Tidak boleh ada yang ingkar pada kesepakatan awal yang sudah ditandatangani bersama saat pernyataan "Pemilu Damai" di monas, apalagi sampai keluar dari "pakem" mekanisme tersebut.

Kesepahaman "Pemilu Damai" ini perlu diingatkan terus agar proses tahapan pemilu 2019 ini dapat berjalan tuntas dengan aman, lancar, sejuk dan nyaman.

Penutup

Berkaitan dengan semakin hangatnya suhu sosial pasca pemungutan suara 17 april lalu, rakyat luas berhak menuntut kepada semua pihak untuk "harus" siap menang dan juga "harus" siap kalah pada kontestasi pemilu ini. Siapapun pemenang resmi nya yang akan diumumkan oleh KPU pada 22 mei 2019 nanti suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, harus diterima dengan gembira dan lapang dada. Bila tetap masih ada curiga dan sengketa maka semuanya harus sepakat diselesaikan melalui cara-cara yang konstitusional, tidak ada yang menggunakan parlemen jalanan. Karena semuanya sudah disepakati dan disusun bersama sejak awal.

Mungkin ini hanyalah jawaban "klise" yang biasa saja, namun pantas didengar dan dilaksanakan, karena memang demikianlah "rule of game" nya demokrasi. Demi persatuan dan keutuhan bangsa Indonesia.

Vox populi, vox dei

Esra Kriahanta Sembiring, S.IP, M.AP, M.Tr (Han), Direktur IDW Indonesia Democracy Watch

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun