Mohon tunggu...
Esra K. Sembiring
Esra K. Sembiring Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS

"Dalam Dunia Yang Penuh Kekhawatiran, Jadilah Pejuang"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demi Indonesia

17 Februari 2019   17:14 Diperbarui: 17 Februari 2019   17:34 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mencoba memahami kondisi bangsa yang dinamis saat ini penulis terinspirasi dari sebuah cerita masa lalu yang mungkin masih relevan dan bisa menjadi alternatif solusi. Singkat kata, alkisah cerita pada suatu desa disebuah negeri "antah berantah" yang mendapatkan berkah hasil bumi yang melimpah. Untuk mensyukuri berkat Tuhan Yang Maha Kuasa itu warga desa berencana membuat sebuah pesta syukuran. Sebuah pesta panen raya yang terbaik di desa tersebut. Sang Kepala desa menyanggupi untuk bertanggungjawab menyiapkan segala jenis hidangan makanan utama dan buah sebagai jamuan pada saat acara puncak syukuran nanti. Selanjutnya kepala desa sebagai orang yang pastinya di "tua" kan didesa itu  (hanya) meminta partisipasi "kecil" dari warga desa nya. Tiap kepala keluarga  diminta untuk membawakan satu kendi air nira manis sebagai minuman penutup, minuman khas tradisional yang memang hanya ada didesa itu. Memang sedikit perlu pengorbanan dan tenaga untuk memanjat pohon dan menderes pelepah nira nya baru bisa mendapatkan tetesan air nira nya yang manis itu. Sedikit upaya tenaga dan pengorbanan waktu. Kemudian, pada hari 'H" yang telah ditentukan sesuai kesepakatan warga, kepala desa sudah menyiapkan semua perlengkapan yang dibutuhkan pada acara pesta panen raya ini, tidak terkecuali hidangan makanan lezat dan buah-buahan beraneka jenis. Semuanya sudah siap terhampar melimpah diatas meja. Dan sesuai kesepakatan bersama warga desa maka untuk minuman penutup saat pesta desa ini adalah "air nira manis" sebagai minuman terbaik khas warga desa yang ada saat itu. Sebelum acara pesta panen raya dimulai semua kepala keluarga membawa satu kendi berisi air nira dan mengumpulkan,  memasukkannya sendiri  pada satu gentong yang sangat besar ditengah ruang   balai desa.  Gentong air yang memang sengaja dibuat sangat besar agar mampu menampung seluruh air nira manis yang dibawa tiap kepala keluarga didesa itu.       Saat acara puncak panen desa pun dimulai. Setelah sambutan para elite dan tokoh masyarakat  desa maka acara terpuncak nya adalah makan besar bersama dengan seluruh warga desa. Semua hidangan terbaik yang disiapkan dan disajikan kepala desa tadi habis ludes disantap bersama dengan ceria dan gembira. Puncaknya seperti biasa pada  pesta panen raya di desa, setelah makan bersama maka penutupnya pastilah hidangan minum terbaik khas di desa tersebut yaitu air nira manis yang tadi sudah dikumpulkan warga pada sebuah gentong besar sebelum acara dimulai. Sesuai rencana, tiap kepala keluarga sepakat membawa satu kendi air nira manis sebagai  partisipasi tiap kepala keluarga warga desa, untuk di minum bersama.       Namun apa yang terjadi ?, Setelah hidangan makanan lezat tuntas habis dan saat giliran air nira yang manis itu dibagikan kepada semua warga yang hadir, semua warga saling melirik dengan tersipu malu antara satu dengan yang lainnya. Air nira manis yang dibagikan dan diminum bersama itu terasa bagai air putih biasa, bukan air nira  manis yang sudah disepakati bersama itu. Selidik punya selidik, ternyata setiap kepala keluarga yang seharusnya membawa satu kendi air nira manis sebagai kesepakatan  bersama itu berpikiran subjektif bahwa hanya dia seorang saja yang berbuat tidak konsisten dengan membawa satu kendi air putih sebagai pengganti air nira manis itu. Memang logika yang wajar, bila satu kendi air putih dicampurkan kedalam satu gentong besar yang sudah terisi ratusan kendi air nira manis, tentu rasa air putih nya pasti tidak kentara. Ternyata, semua kepala keluarga di desa itu berpikirin "trik politik" yang sama. Semua juga hanya membawa satu kendi berisikan air putih yang biasa. Tidak ada yang membawa air nira manis yang sudah disepakati di awal rembuk pesta panen raya itu. 
Makna dan kesimpulan yang hendak ditarik dari cerita ini relevan dengan kondisi kompetisi suksesi saat ini. Mungkin ada diantara kita yang berpikiran sama seperti kepala keluarga di desa tersebut. Dia berpikir sudah banyak orang yang memikirkan keutuhan dan persatuan bangsa ini, sehingga tidak akan menjadi "masalah" bagi eksistensi kelangsungan hidup NKRI ini bila hanya dia seorang saja yang "ngotot" membela kepentingan kelompoknya. Masih lebih banyak jumlah kelompok yang "tanggungjawab" nasionalisme nya tinggi pada saat ini, sehingga tidak perlu khawatir pada disintegrasi bangsa atau kelangsungan hidup bangsa ini. Bayangkan bila semua elite maupun kelompok politik yang berkompetisi saat ini berpikiran sama seperti ini, apakah air nira manis mungkin menjadi terasa hambar bila hanya karena dicampur dengan satu kendi air putih biasa ?. Pasti tidak !. 
Penutup
Ketakutan yang berlebihan dan tidak betalasankah ini ?.  Atau mungkinkah memang ini  kenyataannya ?. Negara kita ini Ibarat gelas yang bila sudah pecah berkeping-keping sangat susah untuk direkatkan utuh kembali. Sebagai contoh nyata bagi bangsa ini, Apakah mungkin Timor timur yang sudah pisah dan berdaulat penuh itu bisa ditarik dan direkatkan menjadi bangsa kita kembali ?. Susah menjawabnya. Artinya, jangan ada sejarah pahit seperti ini terulang terjadi kembali hanya karena sedikit elite dan tokoh masyarakat yang perduli pada kemajemukan bangsa Indonesia tercinta ini.  Tidak perlu ada contoh tambahan seperti ini lagi. Dengan demikian maka  semua cara upaya yang ditampilkan berbagai pihak untuk mencegah konflik perpecahan pada bangsa ini bukanlah suatu ketakutan yang berlebihan dan seharusnya didukung bersama. Perlu kita renungkan bersama. 

Esra Kriahanta Sembiring, S.IP, M.AP, M.Tr (Han), Peneliti IDW (Indonesia Democracy Watch)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun