Mohon tunggu...
Esa Jati Manunggal Sukma Adhi
Esa Jati Manunggal Sukma Adhi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S-1 Sosiologi UNS

Mengisi waktu luang dengan menulis. Suka mengamati isu sosbud, gender, dan ilmu sosial lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Desain Pendidikan Inklusif bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Indonesia

7 Februari 2022   22:18 Diperbarui: 16 Februari 2022   17:20 2268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penyandang disabilitas. Sumber: https://www.thetrainingterminal.com/wp-content/uploads/2020/01/Disability-awareness-1024x683.jpeg

Pemerintah Indonesia sudah sejak lama menyelenggarakan pendidikan yang secara khusus disediakan bagi peserta didik penyandang disabilitas. Memiliki pemahaman yang jelas tentang pendidikan inklusif itu penting karena tergantung pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang mendasari pemahaman itu, hasilnya dapat sangat berbeda. Data Kemendikbud ristek menunjukkan bahwa terdapat sebanyak 17.134 Satuan Pendidikan Penyelenggara Pendidikan Inklusif pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar di Indonesia dan terdapat sebanyak 57.155 siswa berkebutuhan khusus yang tergabung di dalamnya . Dari jumlah tersebut masih terdapat sebanyak 85.737 anak yang belum mendapatkan pendidikan sama sekali .Data-data tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya pendidikan inklusif di Indonesia perlu mendapatkan perhatian lebih karena setiap anak atau setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan tanpa memandang kondisi tubuh dan juga usia. Dari berbagai masalah yang ditemukan selama ini setidaknya sangat dipengaruhi oleh niat awal dalam membuka sekolah atau kelas inklusif. Secara fakta masih ada sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif karena adanya bantuan, menyelenggarakan sekolah inklusif karena tunjukan dari dinas, dan menyelenggarakan karena kesadaran penuh. Namun demikian di sekolah juga ada yang memberikan layanan untuk siswa berkebutuhan khusus secara sungguh-sungguh, ada juga yang sekedar memasukkan data siswa di kelas tetapi intervensi belum dilakukan secara maksimal, dan sebagainya.

Nilai penting pendidikan inklusif adalah terciptanya pembelajaran yang ramah bagi semua peserta didik, baik reguler maupun anak berkebutuhan khusus. Sekolah tidak membeda-bedakan peserta didik, semua siswa berhak mendapatkan pelayanan pendidikan yang sama. Hal kecil seperti ini lah yang perlu diperbaiki dari cara berpikir kita mengingat bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 Ayat 1 yang berbunyi "setiap warga negara berhak mendapat pendidikan".

Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 ayat yang menegaskan "setiap warga berhak mendapatkan pendidikan" dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat menegaskan "setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu". Seperti kasus yang terjadi di Bekasi pada awal Desember 2021. Di mana seorang ibu yang memiliki anak penyandang disabilitas bernama Inas kesulitan dalam mencari sekolah untuk anaknya. Selain itu, faktor guru, faktor sarana dan prasarana pendukung juga belum ramah disabilitas, seperti gedung sekolah yang bertingkat dan tidak mempunyai lift sehingga anak-anak penyandang disabilitas tidak bisa naik ke lantai yang ada di atasnya.

Belum lagi faktor sosial seperti lingkungan pergaulan teman yang kerap membullyanak-anak penyandang disabilitas. Pendidikan inklusif berarti bahwa sekolah harus menerima atau mengakomodasi semua anak, tanpa kecuali ada perbedaaan secara fisik, intelektual, sosial, emosional, bahasa, atau kondisi lain, termasuk anak penyandang cacat dan anak berbakat, anak jalanan, anak yang bekerja, anak dari etnis, budaya, bahasa, minoritas dan kelompok anak-anak yang tidak beruntung dan terpinggirkan. Inilah yang dimaksud dengan one school for all . Terdapat komponen yang saling berkaitan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi, yaitu komponen tenaga pendidik, fleksibilitas kurikulum, input peserta didik, penilaian, dan lingkungan sekolah.

Menurut Hidayat , kurikulum yang digunakan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif harus bersifat fleksibel sesuai dengan kemampuan atau kebutuhan peserta didik. Dalam artian bahwa kurikulum itu harus bisa dilaksanakan sesuai kondisi yang ada. Kondisi kurikulum yang kaku atau tidak fleksibel sulit diterapkan dalam proses pelaksanaan sistem pendidikan yang bersifat inklusif. IEP merupakan program yang dirancang untuk memfasilitasi kebutuhan ABK baik berkaitan dengan kemampuan, gaya belajar, dan menyesuaikan karakteristik kebutuhannya yang istimewa.

Strategi yang digunakan guru dalam mengajar di kelas inklusi adalah menyampaikan materi pembelajaran yang diselingi sedikit permainan, dikarenakan tingkat konsentrasi peserta didik yang berada di kelas inklusi cenderung dibawah rata- rata. Selain itu, tenaga pendidik harus memahami perilaku dan karakteristik serta memberikan perhatian peserta didik khususnya yang berkebutuhan khusus. Hal ini bertujuan agar materi belajar dapat disampaikan secara merata untuk semua peserta didik baik yang normal maupun yang berkebutuhan khusus. Proses pembelajaran juga sangat dipengaruhi oleh peran orangtua, sehingga antara orang tua dan tenaga pendidik dapat berkolaborasi agar segala hambatan yang ada dapat terselesaikan.

Murid yang belajar didalam kelas pendidikan inklusif harus dapat beradaptasi dengan struktur ruangan kelas. Untuk menciptakan suasana belajar yang nyaman di dalam kelas diperlukan pengaturan tempat duduk untuk murid yang mempunyai kekurangan dalam pendengaran dan penataan waktu belajar didalam kelas terhadap murid yang kekurangan dalam daya tangkap dan kelakuan. Dibutuhkan strategi inklusif lainseperti mengganti struktur fisik didalam kelas agar memudahkan dan membantu murid yang memiliki kekurangan secara fisik. Adaptasi yang paling penting dalam strategi pendidikan inklusif adalah mengenalkan kepada setiap murid arti dari keberagaman dan tidak mentolerir tindakan diskriminasi.

Mengadaptasi metode pengajaran disesuaikan dengan murid berkebutuhan khusus didalam kelas, contohnya saat pelajaran membaca perlu memberi penjelasan kata-kata yang sulit terlebih dahulu. mengadaptasi tugas dikelas dan dirumah dengan cara bekerjasama didalam kelompok dengan menggabungkan murid yang normal dengan yang berkebutuhan khusus. Dikutip dari Seminar Online pembelajaran ABK saat pandemi Dr.Joko Yuwono, M.Pd dari Dosen PLB UNS menyebutkan terdapat 3 kondisi yang berbeda pada anak berkebutuhan khusus, yaitu menyangkutkemandirian,produktivitas,danmengisiwaktuluang. Perlakuan yang diterapkan berbeda pada masing-masing tingkatan.

Keberadaan peserta didik berkebutuhan khusus tidak hanya dijumpai dalam lingkup pendidikan khusus saja tetapi dijumpai dalam lingkup pendidikan formal, namun hal tersebut belum diimbangi dengan layanan pembelajaran yang diberikan. Sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengana danya pendidikan yanginklusif dengan melibatkan manajemen sekolah atau kelas secara maksimal. Sehingga hal ini perlu menjadi kewajiban kita bersama,untuk saling mengusahakan pendidikan yang mampu mengakomodasi peserta didik tanpa membeda-bedakan fisik,tingkat intelektual, sosial, emosional termasuk pada anak penyandang disabilitas sehingga masing-masing peserta didik dapat memperoleh kesetaraan dalam memperoleh pendidikan. Saran yang diberikan penulis kepada pemerintah sebagai pemangku kebijakan untuk menentukan suatu buku pedoman yang ditujukan bagi sekolah atau lembaga pendidikan yang berisikan panduan untuk menyelenggarakan lingkungan pendidikan yang inklusif,kemudian pemerintah juga perlu mengadakan sebuah sosialisasi yang bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada tenaga pendidikan agar mampu membuat suatu strategi pembelajaran yang inklusif.

Upaya dalam bentuk materiil sebagai bentuk dukungan pemerintah kepada pihak sekolah juga sangat penting untuk dilakukan, diantaranya seperti memberikan anggaran khusus melalui APBN maupun APBD yang diberikan kepada pihak sekolah untuk menunjang sarana dan prasarana bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Proses monitoring secara berkelanjutan kepada sekolah yang memiliki peserta didik berkebutuhan khusus juga sangatperlu untuk dilakukan agar tercapainya suatu lingkungan pendidikan yang inklusi. Hal tersebut bertujuan untuk memastikan agar peserta didik khususnya yang berkebutuhan khusus mampu merasa nyaman dan tidak merasa dibedakan saat disekolah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun