Mohon tunggu...
Esa Ardhia Pramesthi
Esa Ardhia Pramesthi Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Hanya seseorang yang memiliki kegemaran menulis, membaca, dan menonton film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Pohon Terakhir

3 Oktober 2023   10:35 Diperbarui: 5 Oktober 2023   20:10 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pohon terakhir. Sumber: Pexels/Taylor Hunt

Tahun berapa sekarang? Aku sudah kehilangan jejak dalam memantau tahun, bulan, tanggal dan hari. Bahkan untuk satuan detik saja menjadi tanda tanya besar yang membuatku hampir kehilangan akal. 

Satu-satunya cara yang membuat aku mengenal waktu hanyalah ketika matahari bersinar dan meredup sampai bulan timbul bersinar terang.

Namun bagi hewan sepertiku, apalah arti waktu? Kami hanya hidup untuk makan, tidur, bermain, dan menunggu kematian bertamu. Sangat berbanding terbalik dengan manusia.

Dalam perspektifku, manusia adalah makhluk teraneh yang ada di muka bumi ini. Mereka selalu memperhatikan benda dengan jarum yang berputar di tangan mereka, aku meyakini itu adalah sebuah penanda waktu. 

Tapi bagiku, ada lagi yang lebih aneh dari diri manusia yang membuat aku kebingungan; manusia sering merusak alam dan menggantikannya dengan gedung-gedung yang besar.

Untuk apa? Aku tidak mengerti. Maksudku, bangunan itu memang cantik, menjulang tinggi hampir menyentuh langit. Namun dampaknya adalah perubahan iklim yang sangat drastis dan pengekspolitasian sumber daya alam yang berlebihan membuat keanekaragaman hayati habis. 

Apa mereka tidak sadar dengan adanya dampak buruk yang merugi? Atau memang sengaja menutup mata demi keuntungan pribadi? Manusia benar-benar membuat kerugian yang besar, khususnya bagi kami, hewan dan tumbuhan yang tidak cukup memiliki kekuatan untuk melawan senjata para manusia. 

Hutan asri yang tumbuh banyak rumput dan pepohonan adalah rumah kami, surga kami. Di sana lah kami mendapat perlindungan dan makanan. Aku rasa alam juga memberikan banyak khasiat untuk para manusia. 

Tapi kenapa mereka merusaknya? Kenapa mereka membakarnya dan menghancurkannya dengan benda-benda besar yang menyeramkan? Pertanyaan itu menjadi pertanyaan yang tidak pernah aku dapatkan jawabannya. Menggantung, seperti yang sedang aku lakukan di seutas kabel listrik ini.

Bola mataku terus bergerak ke sana-kemari untuk mencari sesuatu yang bisa aku tempati. Sejujurnya, aku ingin sebuah pohon. Tidak masalah apakah itu pohon kecil atau besar, aku hanya ingin bertengger di atas dahannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun