Mohon tunggu...
Erwin Alwazir
Erwin Alwazir Mohon Tunggu... Karyawan Swasta

Rayakan Kata dengan Fiksi, Politik, Humaniora dan keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Bu Risma, Semoga Baca Ini Sebelum Mundur

19 Februari 2014   04:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:41 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika pertama kali dipercaya sebagai seoarang pimpinan sekolah swasta, hal yang paling prioritas dibicarakan atasan pada saya adalah siapa orang yang paling layak kelak saya angkat sebagai bendahara? Saya lalu diminta mengusulkan tiga nama calon bendahara lengkap dengan plus minus masing-masing.

Dari 3 nama yang saya usulkan, ada sebuah nama yang dikenal selama ini kritis, vocal dan cerewet soal keuangan. Saya jamin dia tak mungkin terpilih. Apa lacur, dugaan saya meleset. Ternyata justeru orang yang tak diinginkan tadi yang direstui oleh atasan untuk mendampingi saya. Saya agak heran apa maksud semua ini?

Jawaban yang saya terima kemudian cukup unik dan menarik. Saya ingat betul apa yang disampaikan oleh ustadz sepuh kami Alm. H. Amsin Semadjim, BA saat itu. Dia bilang, “Pemimpin yang benar akan menempatkan orang yang kritis, vocal, terus terang dan sulit bekerjasama soal keuangan dengan atasannya. Kenapa? Agar tak ada dusta diantara kalian.”

Ternyata benar. Bendahara yang direkomendasikan oleh sang almarhum pada atasan saya tadi benar-benar konsisten dengan pekerjaannya. Intergritasnya soal keuangan tak diragukan lagi. Dia sulit diajak kerjasama oleh siapapun soal keuangan. Pokoknya semua harus sesuai aturan. Uniknya, walau dia terkesan tak percaya dengan siapapun, saya bukannya merajuk ingin mundur atau mencari cacatnya. Saya malah bersyukur karena secara tak langsung ada yang menjaga diri saya agar tak sembarangan mengelola uang negara dan organisasi.

Sampai masa jabatannya habis sebagai bendahara dan saya diperpanjang kembali, petuah almarhum ustadz panutan saya tadi tetap saya lakukan. Saya kembali mengangkatnya sebagai bendahara untuk empat tahun berikutnya. Kenapa? Karena saya percaya, didampingi orang yang berseberangan secara pemikiran akan membuat kita lebih hati-hati. Dia tak bisa main-main dengan keuangan negara, begitu juga dengan saya. Saya tak bisa sembarangan mengeluarkan atau membuat anggaran. Semua harus sesuai dengan juknis dan lain-lain. Coba kalau bendaharanya Cuma “oke Pak” saja, mungkin saya sudah lama diperiksa inspektorat setempat karena anggaran yang disusun kurang realistis. Banyak yang abu-abu.

Sekarang mari kita bicarakan soal Bu Risma. Kalau rencana mundurnya sekedar tak bisa bekerjasama dengan wakilnya, selainalasan lain tentunya, saya pikir itu terlalu naif. Justeru dengan wakil yang berseberangan tadi langkah bu Risma Insya Allah akan terjaga. Bu Risma tak bisa macam-macam karena ada wakil yang mengawasi. Wakil juga tak bisa seenaknya karena memiliki atasan yang jujur. Saling intai dan saling awasi menurut saya menjadi lebih menarik. Kinerja akan terjaga dengan sendirinya. Soal jatuh-menjatuhkan tak perlu khawatir, rakyat akan menilai siapa pemimpin yang benar. Dengan penilaian tersebut mudah-mudahan kedua pemimpin berlomba untuk bekerja dengan benar.

Memang idealnya walikota dan wakil wali kota satu hati hati dan satu visi. Cuma itu bisa terjadi kalau berasal dari bendera yang sama. Kalau tidak bisa satu hati dan satu visi, maka bukan alasan juga untuk membuka pintu dan bekerjasama dengan pihak lain.

Jujur, banyak kasus walikota dan wakilnya akur-akur saja. Mencuri uang negara pun akur. Tapi menjelang habis periode masa jabatan barulah mereka “bercerai” dan berebut pengaruh. Mirisnya lagi saling mendiskreditkan jabatan masing-masing. Itu fakta bukan fantasi.

Makanya soal ini, saya sarankan Bu Risma tak usah menangis atau mundur. Lebih baik punya wakil atau siapapun  yang kita anggap “bermasalah” tapi bisa menjaga langkah kita dan kita juga bisa mengawasinya langkahnya, dari pada punya wakil yang bisa diajak kerjasama termasuk korupsi dan bagi-bagi jatah dinasti!

Salam objektif aja.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun