Mohon tunggu...
Erwin Suryadi
Erwin Suryadi Mohon Tunggu... profesional -

Indonesia for better future

Selanjutnya

Tutup

Money

Pengelolaan Bandar Udara: Pemerintah Atau Pengusahaan?

24 Juli 2015   21:54 Diperbarui: 24 Juli 2015   22:01 1024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada tanggal 20 Juli 2015, seorang Menteri Perhubungan Ignasius Jonan menunjukkan kekagumannya terhadap bandara Kalimarau, Kalimantan Timur. Dari hasil wawancara, Menhub Jonan mengatakan bahwa bandara Kalimarau tersebut tidak kalah dengan bandara Eltari, NTT yang dikelola oleh AP I dan bandara Silangit yang dikelola oleh AP II. Padahal bandara Kalimarau ini merupakan bandara yang dikelola oleh UPT Kemenhub.

Sesuai dengan ketentuan UU no 1 tahun 2009  mengenai penerbangan disebutkan bahwa pengelolaan kebandarudaraan dapat dilakukan oleh pemerintah atau pengusahaan. Dimana untuk di Indonesia, pengusahaan kebandarudaraan dilakukan oleh BUMN Angkasa Pura I dan II. Melihat kondisi yang disampaikan oleh Menhub Jonan terhadap kondisi bandara-bandara tersebut, maka sesungguhnya menarik untuk dikaji lebih dalam mengenai pengelolaan bandar udara di Indonesia.

Tatanan Kebandarudaraan Nasional

Pengaturan mengenai tatanan kebandarudaraan nasional telah diatur melalui Peraturan Menteri Perhubungan nomor 69 tahun 2013. Sesuai Permen tersebut disebutkan bahwa tatanan kebandarudaraan nasional diwujudkan dalam rangka penyelenggaraan bandar udara yang andal, terpadu, efisien serta mempunyai daya saing global untuk menunjang pembangunan nasional dan daerah yang berwawasan Nusantara.

Untuk itu, maka bandar udara sendiri memiliki peran sebagai simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya; sebagai pintu gerbang kegiatan perekonomian; tempat kegiatan alih moda transportasi; sebagai pendorong dan penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan; sebagai pembuka isolasi daerah, pengembangan daerah perbatasan, dan penanganan bencana; dan sebagai prasarana memperkukuh Wawasan Nusantara dan kedaulatan Negara.

Melihat peran bandar udara yang begitu luas, maka pengelolaan bandara menjadi hal yang sangat penting guna memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Pengelolaan Bandara

Berdasarkan tatanan kebandarudaraan nasional tersebut, maka untuk dapat membandingkan posisi bandar udara yang satu dengan yang lainnya, maka dapat dibandingkan peran, fungsi, penggunaan, hierarki dan klasifikasi bandar udara tersebut. Dalam hal ini yang akan coba dibandingkan adalah bandara Silangit, bandara Eltari dan bandara Kalimarau, dengan perbandingan yang dapat dilihat pada tabel diatas:

  

Dari tabel tersebut dapat terlihat bahwa secara umum ketiga bandara tersebut memiliki peran yang hampir serupa. Akan tetapi yang membedakan adalah hierarkinya, dimana bandara Silangit dan bandara Kalimarau diposisikan sebagai bandara pengumpan (spoke) sedangkan bandara Eltari merupakan bandara pengumpul (hub) skala sekunder.

Berdasarkan Permenhub no 69 tahun 2013 disebutkan bahwa yang disebut dengan bandar udara pengumpan adalah bandar udara yang mempunyai cakupan pelayanan dan mempengaruhi perkembangan ekonomi lokal; bandar udara tujuan atau bandar udara penunjang dari bandar udara pengumpul; dan bandar udara sebagai salah satu prasarana penunjang pelayanan kegiatan local. Sedangkan yang dimaksud dengan bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan sekunder yaitu bandar udara sebagai salah satu prasarana penunjang pelayanan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) yang melayani penumpang dengan jumlah lebih besar dari atau sama dengan 1.000.000 (satu juta) dan lebih kecil dari 5.000.000 (lima juta) orang per tahun.

Perbedaan hierarki itulah yang kerapkali membedakan antara bandar udara yang satu dengan yang lain. Dimana apabila bandar udara telah memiliki hierarki sebagai pengumpul skala primer atau jumlah penumpang yang dilayani lebih dari dan sama dengan 5.000.000 (lima juta) orang per tahun, maka dapat dipastikan bahwa bandar udara tersebut akan disinggahi oleh pesawat berbadan besar dengan jumlah yang banyak, sehingga pengelola dapat memperoleh keuntungan.

Pencarian terhadap keuntungan inilah yang membedakan antara pengelolaan oleh UPT (Pemerintah) dengan Angkasa Pura (Pengusahaan). Apalagi sesuai dengan UU no 19 tahun 2003 mengenai BUMN jelas disebutkan bahwa maksud dari didirikannya BUMN salah satunya adalah mengejar keuntungan.

Dari keharusan untuk mengejar keuntungan ini, maka jelas beberapa bandara yang skalanya masih Pengumpan, Pengumpul skala tersier dan/atau Pengumpul skala sekunder kerap kali belum memberikan keuntungan secara finansial bagi BUMN pengelola tersebut. Dengan belum tercapainya keuntungan yang ditargetkan oleh pemegang saham, maka kerap kali direksi BUMN kesulitan untuk melakukan investasi dalam rangka mengembangkan fasilitas bandar udara yang sudah dipercayakan pengelolaannya kepada BUMN.

Bandara Kalimarau menjadi sebuah contoh kasus, dimana Pemerintah menggelontorkan dana sampai Rp. 450 milyar untuk mengembangkan bandara ini padahal berdasarkan data dari Ditjen Perhubungan Udara di tahun 2012, jumlah penumpang baru mencapai 364.785 orang. Sebuah investasi yang sulit dilakukan oleh sebuah BUMN. Padahal bandara seperti Eltari, Kupang merupakan pintu keluar masuk dari masyarakat di area NTT.

Melihat fakta-fakta yang ada, sebaiknya Menteri Perhubungan dapat melakukan seleksi terhadap bandara-bandara yang belum dikembangkan maksimal oleh pengelolanya. Bandara-bandara yang memang dianggap belum memberikan keuntungan bagi pengelolanya, ada baiknya untuk diserahkan kembali pengelolaannya kepada Pemerintah, sehingga konsep pelayanan kepada masyarakat yang diamanatkan oleh Undang-Undang kepada Pemerintah tidak terbengkalai.

Dengan dikembalikan kepada Pemerintah, maka selanjutnya Pemerintah dapat segera membuat rencana induk nasional bandar udara dan kemudian mengembangkan bandara tersebut dengan menggunakan APBN atau dikerjasamakan dengan Pemda. Dari sisi pendapatan, walaupun jelas belum memberikan keuntungan akan tetapi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk Kementerian Perhubungan juga dapat ditingkatkan dengan makin banyaknya bandar udara yang dikelola oleh Pemerintah. Tapi yang utama dari itu semua, jangan sampai pelayanan dan peran bandar udara menjadi terbengkalai dikarenakan perhitungan keuntungan semata.

Memperhatikan penjelasan tersebut, maka tidaklah salah apabila Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan untuk dapat mengelola kembali bandara-bandara yang merugikan bagi AP I maupun AP II. Menhub Jonan mengharapkan agar masyarakat di Indonesia ini, terutama bagi yang bermaksud menggunakan moda transportasi udara, dapat merasakan standar pelayanan minimal yang sama. Hal ini serupa dengan pembenahan yang dilakukan pada stasiun-stasiun Kereta Api pada saat beliau menjabat sebagai Direktur Utama PT. Kereta Api Indonesia (persero).

Dan tanpa mengecilkan peran dari BUMN yang memiliki target keuntungan, maka Kemenhub lebih memiliki keleluasaan dalam mengembangkan bandara tersebut menjadi lebih baik sehingga fungsi pelayanan kepada daerah dan masyarakat jauh menjadi lebih baik. Dengan menggunakan Instruksi Menteri Perhubungan no.5 Tahun 2015, Menhub Jonan sudah memerintahkan jajarannya untuk dapat meningkatkan fasilitas bandara-bandara strategis yang ada di Indonesia guna memaksimalkan pelayanan bagi masyarakat Indonesia.

Dr. Erwin Suryadi, ST, MBA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun