Kudil memberikan pengertian sepanjang perjalanan itu. Untuk kali ini Cepa mau mendengarkan. Tidak berapa lama, mereka tiba di kampung ini.Â
Tengok sana tengok sini tidak ditemukan tanda-tanda ada orang yang meninggal. Biasanya bendera kuning disebar di beberapa titik. Atau kursi-kursi bagi yang ta'ziah berderet di muka rumah dan jalan.Â
Tapi sebentar kemudian, kawannya Cepa yang telah menghubunginya, bergegas mendekati.
"Wah untung cepat datang. Anak-anak sudah menunggu,"sebutnya menyalami keduanya.
"Anak-anak?Mana yang meninggalnya?"Tanya Cepa dengan mimik muka heran, begitu juga Kudil.
"Siapa bilang ada yang meninggal. Saya bilang minta tolong pelajaran mengenai cara memandikan jenazah buat anak-anak pengajian di musola. Lagian di telpon buru-buru dimatiin sih."
Kadung sudah datang, Kudil segera menuju musola yang diisi beberapa anak usia remaja, laki dan perempuan. Di sini sudah disiapkan juga perlengkapan untuk pelajaran itu.Â
Ada boneka setinggi 50 cm, kain kafan, dan juga perlengkapan pemandian jenazah lainnya. Cepa juga turut membantu. Dan, ia menyadari akhirnya tugas yang dilakukan Kudil, meski sederhana namun punya manfaat besar buat masyarakat.
Sejak itu Cepa turut serta di tiap pelaksanaan pemandian jenazah, baik di kampungnya maupun di tempat lain. Namun soal Mumun ia tetap dengan pendiriannya.