Mohon tunggu...
Erusnadi
Erusnadi Mohon Tunggu... Freelancer - Time Wait For No One

"Sepanjang sungai/kali masih coklat atau hitam warnanya maka selama itu pula eksistensi pungli, korupsi dan manipulasi tetap bergairah "

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Bukan Perempuan Biasa

4 Maret 2020   02:30 Diperbarui: 4 Maret 2020   10:09 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi itu cerah. Rumah berpagar bambu di kelokan jalan, dan bercat putih tampak terang. Cahaya menerobos masuk dari sela dedaunan di mana pohon jambu air ditanam di halamannya.Mentari pagi terasa hangat, meski dua jam lalu, hujan baru saja berhenti.  Raka tengah duduk bersandar di kursi.

Koran baru terbitan ibukota ada di dekatnya, belum ia buka, tergolek di atas meja bulat yang terbuat dari bahan jati. Kemungkinan meja itu asli Jepara. Dan, tampak mengkilat terkena serpihan cahaya. Rasanya meja itupun belum lama ia pelitur.

Istrinya, Ratih tengah ke pasar, dan belum kembali. Padahal sudah dua jam sejak hujan deras turun ia ke sana. Raka sedikit kuatir, tapi ia tepis. Boleh jadi Ratih belum kembali karena ada sesuatu yang lupa dibelinya. Boleh jadi demikian. Hal semacam ini sempat juga satu, atau dua kali terjadi.

**

Dua hari sebelumnya.

Bedas tampak tenang. Sejak siang, lokasi di mana ia kos sudah dikepung polisi, Tidak kurang satu regu, sudah mengitari kediamannya. Masyarakat sedari tadi berdatangan, dan telah dihalau polisi juga. Malah beberapa warga diungsikan untuk sementara. Polisi bilang, buruannya ini amat berbahaya.

Polisi sudah berulang kali serukan untuk menyerah, dan keluar dari persembunyiannya. Namun Bedas tidak muncul juga. Polisi sangat hati-hati. Pemukiman warga di mana ia kos padat penduduk, meski ada di tepi jalan yang bisa dilalui mobil. Polisi juga ada di semua titik. Sebab itu tidak ada peluang baginya untuk meloloskan diri.

Dua atau tiga polisi berpakaian preman mulai mendekat. Perintah untuk menyerah nyaring terdengar. Tak juga ia muncul. Satu polisi hilang kesabaran, dan melemparkan batubata ke arah kaca kosan itu. Bunyi kaca pecah menambah ketegangan. Namun tak juga ada reaksi dari dalam.

Di jalan rupanya sudah ada tambahan personil. Kabar buruan ini bisa merakit bahan peledak sudah dikantongi kepolisian. Wajar saja  jika aparat siaga penuh. Karenanya detasemen khusus dilibatkan untuk langsung mendekat ke lokasi, mengganti tiga petugas sebelumnya. Tak urung aksi pengepungan ini mendapat perhatian media massa, terutama televisi, tapi tidak diizinkan untuk  disiarkan secara langsung. Polisi melarangnya. Alasan pelarangan tidak jelas.

Bedas masih tenang di dalam. Tak ada tanda ia takut, atau menyerah.  Namun seiring pasukan detasemen mendekat, suara dentuman meluluhlantakan seisi rumah.  Lima orang petugas terpental karenanya. Desingan peluru sontak menghujani kosan itu. 10 menit kemudian, hening. Setelah sebelumnya kepanikan melanda warga, dan wajah tegang polisi. Dipandang aman, 20 menit kemudian, polisi menyerbu masuk.

"Tak ada tanda-tanda ada korban di dalam,"terdengar bisik petugas pada komandannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun