Pikiran Dafi menggerayangi foto-foto dan tulisan pada dinding. Nalarnya terkuras. Tak satupun muncul garis yang diharapkan. Garis yang mampu menggiringnya pada kesimpulan, siapa orang yang bertanggung jawab atas tewasnya lima warga di kota Unala.
Tidak ada petunjuk berarti, kecuali bahwa huruf-huruf awal dari nama kelima korban membentuk kata "PENYU".  Akronim yang sama seperti insiden selama empat tahun  sebelumnya.
"Apa yang terlewat di sini?" batin Dafi.
Detektif ini sudah seminggu berada di Unala bersama isteri dan putranya, Japar. Harapan untuk berlibur ke kota kelahirannya bersama keluarga yang komplit, kali ini terkabul.
Dafi bahagia sekali. Hanya saja, dia harus bertarung dengan misteri pembunuhan berantai yang kali ini terjadi di Unala.
***
Puria, Utasi, Yogil, Encup, dan Noris adalah nama lima korban pertama. Dua perempuan dan tiga laki-laki. Ada yang sudah berkeluarga, ada yang lajang.
Jasad mereka ditemukan di tempat terpisah. Di dalam rumah. Banjir darah. Polisi menduga, korban tewas setelah kehabisan darah.
Keserupaan antarkorban adalah pada luka menganga di leher, menebas arteri karotis dan vena jugularis - dua pembuluh darah besar yang letaknya berdekatan di leher dan amat fatal.
"Luka karena senjata tajam. Mungkin ditembakkan, tepat sasaran, sehingga tidak memberi kesempatan bagi korban untuk berteriak minta tolong," ujar dokter forensik.