Salah satu solusinya, Timsel KI sebagai "badan publik" yang dibiayai negara tanpa terkecuali harus terbuka dengan standar yang yang lebih tinggi. Seleksi KPI, KPU dan PNS saja misalnya, sudah menerapkan test melalui CAT  (computer assistance test) yang hasilnya bisa dimonitor secara langsung oleh peserta dan umum, paling tidak untuk mengetahui standar kompetensinya. Biarlah publik yang menilainya, jika yang terpilih dianggap bukan  yang terbaik kompetensinya. Jika tidak, bagaimana kita bisa mendorong pihak lain untuk terbuka sementara kita sendiri adalah produk tertutup?
Selain itu perlu langkah-langkah progresif, misalnya disisi regulasi, mencontoh pada seleksi KPU dan PNS, hasil skoring wajib diumumkan sebagian tahapan atau semuanya sebagai informasi serta merta.
Sudah semestinya setiap rekrutmen Lembaga Publik apalagi di Komisi Informasi yang menjaga dan mengawal Keterbukaan Informasi Publik concern terhadap aturan-aturan yang ditetapkan. Rekrutmen seyogianya mampu mendorong akuntabilitas/dipertanggungiawabkan kepada publik agar kelak "elected leaders" siapapun yang terpilih memiliki komitmen tinggi, berintegritas, berkualitas dan bermartabat bukan sakadar proses yang terkesan hasilnya sudah "diploting" sebelumnya.***