Mohon tunggu...
Eri Kurniawan
Eri Kurniawan Mohon Tunggu...

Saya pelajar, pengajar dan orang yang akan senantiasa 'kurang ajar' (dalam makna positif). Sekarang sedang belajar di kota Iowa, negerinya Bang Obama. Motto: "Teruslah merasa kurang ajar, karena kalau merasa terpelajar, kamu akan berhenti belajar."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jadi Pemulung di Amrik

8 Januari 2011   17:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:49 2233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memulung di AS diambil dari http://www.apartmenttherapy.com

'Profesi' pemulung sudah disandang banyak orang di negeri kita. Tak jarang kita mendapati 0rang yang membawa kantung besar di punggungnya sembari lirik kanan lirik kiri mencari barang bekas sampah yang bisa laku jual seperti botol bekas minuman, ember bekas, sandal bekas, dll. Ember atau sandal bagus pun sebenarnya kalau disimpan di luar akan amblas juga. Sepertinya, para pemulung ini berprasangka baik bahwa orang yang menyimpan ember/sandal di luar rumahnya sudah tidak membutuhkannya. Makanya, mereka secara proaktif mengambilnya. Ketika kecil, saya masih ingat betul, ibu saya mengomel tak karuan sambil mundar-mandir mencari embernya yang kemungkinan besar hilang dibawa pemulung. Padahal mungkin salah ibu sendiri yang menyimpan ember di laur tanpa pengawasan. Sudah takdirnya begitu =). Sudah jadi rahasia umum bahwa pemulung pasti ada di mana-mana, apalagi di kota. Mungkin kita bisa menyalahkan kinerja pemerintah yang tidak bisa menyejahterakan rakyatnya. Atau menyalahkan pemulung itu sendiri yang mungkin tidak cukup kuat berikhtiar untuk keluar dari jurang kemiskinan. Atau bisa jadi menyalahkan kita yang sebenarnya cukup beruntung bisa hidup pas-pasan yang tidak bisa membantu mereka. Terlepas siapa yang patut disalahkan, itulah realitas sosial di tanah air tercinta. Tak pernah terpikir sedikit pun bahwa realitas pemulung akan hadir di negeri semakmur Amerika. Ternyata, di negara yang ekonominya salah satu yang nomor wahid sejagad ini, para pemulung bisa dijumpai dimana-mana. Tapi bentuknya lain. Kalau di Indonesia, pemulung mencari botol bekas, ember, sendal jepit, dan barang-barang sejenisnya yang dari segi nilai jual tidak begitu signifikan, di Amerika sini pemulung mencari microwave, toaster, oven, mesin cuci dan pengeringnya, televisi, meja/kursi, karpet, kulkas dan sejenisnya. Barang-barang yang di negara kita bisa dikategorikan barang kebutuhan tersier atau mewah. Kok bisa? Jawabannya sederhana. Sebenarnya bukan karena saking kayanya orang Amrik sehingga membuang barang 'mewah' semau mereka. Tapi lebih karena peraturan rigid ikhwal pindah rumah atau apartemen. Secara umum, ketika kita memutuskan kontrak sewa rumah/apartemen atau ringkasnya pindah, kita 'haram' meninggalkan barang apapun.  Kalau tidak, kita bisa kena denda yang tentunya tidak kecil, karena pihak pemilik harus membayar orang untuk membuang barang-barang yang kita tinggalkan. Akhirnya, sebagai jalan pintas yang praktis, orang membuang barang-barangnya ke dumpster (tempat sampah) atau sebagian meletakkanya di depan rumahnya. Memang tidak semua orang membuang barang mereka. Mereka yang pindah ke kota atau state lain banyak yang memutuskan membawa sebagian besar barangnya dengan menyewa truk, misalnya. Tapi, bagi mahasiswa internasional yang mau pulang kampung, hal itu bukan pilihan rasional, tentunya. Mana mungkin kita menggendong microwave atau oven ke pesawat atau memasukkan televisi ke bagasi, semahal apapun barang-barang itu. Selain akan dikenai pajak, barang-barang tersebut memenuhi semua ruang bagasi. Padahal ada batas maksimalnya. Kalau melebihi, siap-siap saja membayar dendanya. Ribet pokoknya. Teman saya pun yang berencana pulang kampung ke Indonesia minggu depan sudah diultimatum oleh pemilik apartemennya. Katanya, kalau dia meninggalkan barangnya semisal kasur atau meja/kursi dan sejenisnya, maka akan dikenai denda paling tidak 25 dolar yang akan dipotong langsung dari uang muka. Alhasil, dia sekarang lagi kelimpungan mencari teman yang memiliki truk atau van besar untuk memindahkan kasur, meja/kursi, dan barang-barang lainnya. Dari situlah sebenarnya proses memulung versi Amerika dimulai. Kalau musim pindahan sudah tiba, sudah tidak jadi pemandangan aneh kalau kita melihat banyak barang bagus seperti televisi, cd/dvd player, oven/microwave dsbnya di samping tempat sampah atau di trotoar. Siapapun boleh mengambilnya, karena barang-barang tersebut memang sengaja dibuang. Saya pun 'dengan terpaksa' (maksud terpaksa di sini tergoda karena melihat kualitas barang yang dibuang) ikut berebut memungut barang-barang tadi. Alhamdulillah, dari hasil 'pemulungan', saya bisa memperoleh TV Toshiba flatron 20 inchi, microwave GE model baru, meja makan, dan teman-temannya. Semuanya gratis. Itu semua hanya didapat dengan modal rajin berkeliling di sekitar kompleks apartemen terutama pas musim pindahan--di awal musim dingin dan musim panas. Awalnya sih masih suka sungkan, malu-malu khawatir ada orang melihat terutama kalau mengambil barangnya di siang bolong. Tapi, saya kemudian berpikir, kenapa mesti malu, toh saya bukan mengambil barang curian. Untuk saya pribadi, memang perlu watu agak lama membangun sikap mental ini karena mana ada ceritanya saya memulung barang bekas dari dekat tempat sampah di Indonesia sana. Tapi di sini ceritanya memang beda, budayanya pun lain. Ternyata, jauh-jauh dari kampung di Indonesia sana, datang ke Amerika sini, malah menjadi 'pemulung'. Tak apalah selama manjadi 'pemulung' yang berpendidikan tinggi ;D. Tulisan menarik lainnya: Resolusi Literasi Pipis di Negerinya Obama I am a villager (read: wong ndeso) Where are You, Indonesian Linguists? Ke Amrik Bermodalkan Mimpi? Bisa Dong! Shalat aja Kok Repot!!! Sunda? Yes! Jawa/Bali? No!!! Bangkrut Gara-Gara Buku

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun