Mohon tunggu...
Erika Anugrah Pambajeng
Erika Anugrah Pambajeng Mohon Tunggu... Lainnya - UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

S1 PSIKOLOGI 2020 UMM

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Tedhak Siten dalam Masyarakat Jawa

25 Januari 2022   16:05 Diperbarui: 25 Januari 2022   17:10 1247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

TRADISI TEDHAK SITEN DALAM MASYARAKAT JAWA

Indonesia disebut juga dengan negara kepulauan yang terdiri dari beberapa pulau yang ada di Indonesia dan memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, adat istiadat atau yang sering kita sebut dengan kebudayaan (Daud, 2000). Tedhak siten    merupakan tradisi warisan masyarakat masyarakat Jawa untuk bayi yang berusia pitung lapan (sekitar 6 bulan atau mulai belajar berjalan). Tradisi ini juga dikenal sebagai upacara turun tanah atau mudun lemah.  Tedhak siten diambil dari kata 'Tedak' yang berarti turun dan 'Siten' berasal dari kata 'siti' yang berarti tanah. Acara ini dilakukan sebagai rangkaian acara yang bertujuan agar anak tumbuh menjadi anak yang mandiri. Pada upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat Jawa yaitu dengan mengarahkan anak untuk menginjakkan kaki di jaddah (ketan) 7 warna kemudian anak dibimbing untuk menaiki anak tangga yang terbuat dari tebu wulung (tebu merah) dan berdiri di atas pasir hingga rentetan upacara lainnya selesai.

Selanjutnya, anak dimasukkan ke dalam kurungan (sangkar) yang didalamnya sudah terdapat bermacam-macam barang (tiruan) dari alatalat tulis, alat music, alat kedokteran dan lain sebagainya. Kemudian anak dibimbing untuk mengambil salah satu dari barang yang disediakan dalam kurungan dengan harapan "Barang yang diambil anak tersebut sebagai wujud gambaran apa yang digemari anak ketika di kemudian hari dan semua itu juga tidak lepas dari doa dan restu dari kedua orang tuanya" (Mursalim, 2019). Pada saat itu orang-orang yang hadir untuk mengikuti jalannya upacara tersebut memperhatikan benda apa yang akan diambil oleh anak, menurut kepercayaan benda yang diambil oleh anak tersebut ialah melambangkan mata pencahariannya atau nasib anak di kemudian hari. Misalnya, apabila anak mengambil alat-alat tulis, maka menurut kepercayaan anak tersebut kelak akan menjadi anak yang sangat cerdas.

Namun, banyak alasan yang membuat tradisi ini semakin terlupakan di Indonesia. Salah satu penyebabnya karena masyarakat yang sudah tidak peduli dengan tradisi tersebut. Dengan adanya kemajuan teknologi yang telah berkembang, membuat pola pikir masyarakat berasumsi bahwa tradisi tersebut tidak efektif dan efisien untuk dilakukan dalam kehidupan. Jika orang tua bayi dari jawa, maka tradisi ini masih wajib dilakukankarena masyarakat Jawa beranggapan, jika tidak melaksanakan Tedhak siten, maka sang anak akan menjadi manja dan selalu bergantung kepada kedua orangtua hingga ia berinjak usia dewasa. 

Pelaksanaan Tedhak sinten akan terlihat nyata, karena akan dihadiri oleh tetangga, keluarga, teman, kerabat maupun sahabat. Kekurangan dalam tradisi tedhak siten adalah dengan adanya symbol-simbol ritual yang diaktualisasikan oleh masyarakat Jawa, mengandung pengaruh asimilasi antar Hindu-Jawa, Budha-Jawa, dan Islam-Jawa yang menyatu padu dalam wacana kultural mistik. Asimilasi yang sering kali diasosiasikan oleh para pengamat sebagai sinkretisme tersebut juga terlihat dengan pembakaran kemenyan pada saat ritual mistik dilaksanakan, diyakini oleh masyarakat Jawa sebagai bagian dari penyembahan kepada Tuhan.

Dari penjelasan di atas dapat kita ketahui, bahwa masyarakat Jawa masih menganut kuat tradisi-tradisi dari nenek moyang. Mempertahankan budaya adalah tidak mudah, namun tradisi Tedhak siten sudah menjadi tradisi yang turun temurun. Adanya cultural psychology dalam perspektif masyarakat berhubungan dengan nilai-nilai norma kehidupan,

 

DAFTAR PUSTAKA

Daud, A. (2000). Beberapa Ciri Etos Budaya Masyarakat Banjar. Banjarmasin: Iain Antasari.

Hafidzi, A. (2020). Nilai-nilai Pendidikan Optimisme pada Tradisi Tedhak siten di Masyarakat Jawa. Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS), 3(2), 442-451.

Mursalim, B. (2019). Korelasi 'Urf Terhadap Makna Hermeneutika Simbolik Dan Agama Dalam Ritual Tedhak siten Adat. Al-Ahwal, 10(1).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun