Mohon tunggu...
Ririe aiko
Ririe aiko Mohon Tunggu... Penulis, Kreator dan Pengajar

Pemenang Sayembara Penulisan FTV Indosiar, Penulis Buku Antalogi KKN (Kuliah Kerja Ngonten) Elex Media, Penulis Berbagai Genre, Penulis Cerpen Horor @roli.telkomsel, Pemenang Sayembara Puisi Esai Tingkat Asean 2025 dan Kreator Video AI Contact person : erikae940@gmail.com Follow Me : Instagram : Ririe_aiko

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ramadan, Saatnya Kembali Pada Hangatnya Kebersamaan

3 Maret 2025   05:39 Diperbarui: 3 Maret 2025   18:17 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: bingimage.com Ai

Penulis: Ririe Aiko 

Ramadan selalu datang dengan keistimewaannya sendiri. Bulan yang penuh keberkahan, di mana suasana seharusnya dipenuhi dengan kehangatan dan kebersamaan. Namun, di tengah kehidupan kota yang serba cepat dan individualistis, Ramadan tak jarang terasa sepi. Orang-orang semakin jarang berinteraksi, lebih sibuk dengan urusan masing-masing, bahkan dalam satu keluarga pun momen kebersamaan kian menipis.

Saya masih ingat betapa Ramadan di masa kecil terasa begitu hidup. Saat itu, saya tinggal di desa, di mana hubungan antar warga begitu erat. Ramadan bukan hanya tentang ibadah pribadi, tetapi juga tentang kebersamaan. Ada sahur on the road, berburu takjil bersama, dan salat tarawih yang selalu ramai dengan tawa anak-anak. Setiap malam, suara bedug dan takbir menggema di masjid-masjid kecil, diiringi obrolan hangat para jemaah selepas salat.

Sayangnya, seiring bertambahnya usia dan perubahan zaman, Ramadan tak lagi sehangat dulu. Terutama di kota besar, di mana orang-orang lebih fokus pada dirinya sendiri. Tetangga tak lagi saling menyapa seperti dulu. Masjid tetap penuh, tapi selepas ibadah, orang-orang buru-buru pulang tanpa banyak berinteraksi. Acara buka bersama keluarga pun lebih sering terasa formal---hanya sekadar makan bersama, tapi semua sibuk dengan ponsel masing-masing. Swafoto diunggah ke media sosial, lalu kembali tenggelam dalam dunia maya, tanpa percakapan yang benar-benar bermakna.

Di satu sisi, teknologi memang memudahkan komunikasi, tetapi ironisnya, ia juga menciptakan jarak di antara kita. Saya menyadari bahwa kehangatan keluarga yang dulu terasa dekat kini perlahan menghilang. Ada saudara yang jarang bertemu karena pekerjaan, ada pula yang meski tinggal serumah, namun lebih sering asyik dengan dunianya sendiri.

Oleh karena itu, Ramadan tahun ini, saya tidak ingin sendirian. Bukan hanya dalam arti fisik, tetapi juga dalam makna yang lebih dalam, saya ingin lebih dekat dengan keluarga, dengan orang-orang sekitar, dengan suasana Ramadan yang sesungguhnya. Saya ingin Ramadan bukan sekadar rutinitas ibadah, tetapi juga momen untuk membangun kembali hubungan yang telah lama renggang.

Saya ingin berbuka puasa dengan kehangatan, bukan hanya dengan hidangan lezat, tetapi juga dengan cerita-cerita yang mengalir dari mulut anggota keluarga. Saya ingin mengurangi distraksi dari ponsel dan lebih banyak menatap wajah-wajah yang selama ini terasa asing meski ada di dekat saya. Saya ingin salat berjamaah bukan hanya karena kewajiban, tetapi juga sebagai bentuk kebersamaan yang nyata.

Ramadan adalah waktu yang tepat untuk memperbaiki banyak hal, termasuk hubungan yang mungkin mulai renggang. Jika selama ini kesibukan menjadi alasan untuk tidak bertegur sapa, bulan ini seharusnya menjadi momentum untuk kembali merajut silaturahmi. Jika selama ini media sosial lebih sering menjadi tempat berbagi kabar, Ramadan bisa menjadi alasan untuk benar-benar bertemu dan bercengkerama secara langsung.

Mungkin, saya tidak bisa mengembalikan suasana Ramadan di masa kecil yang penuh kebersamaan dan canda tawa di masjid desa. Namun, setidaknya saya bisa menciptakan kembali kehangatan itu di dalam keluarga saya sendiri. Saya ingin mengajak orang-orang di sekitar saya untuk benar-benar merasakan Ramadan, bukan hanya sebagai bulan penuh ibadah, tetapi juga bulan penuh kasih sayang dan kebersamaan.

Ramadan tahun ini, saya tidak ingin sendirian. Saya ingin kembali merasakan kehangatan keluarga, menikmati momen-momen kecil yang sering terlewatkan, dan benar-benar merasakan makna dari bulan suci ini. Karena pada akhirnya, Ramadan bukan hanya tentang hubungan dengan Tuhan, tetapi juga tentang bagaimana kita mempererat hubungan dengan sesama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun