Mohon tunggu...
ERICHA OKTAVIA
ERICHA OKTAVIA Mohon Tunggu... Mahasiswi

Traveling

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ketika Kebenaran Harus Bersembunyi: Sebuah Catatan dari Madura

4 Juli 2025   20:53 Diperbarui: 4 Juli 2025   20:53 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di tanah garam Madura, suara kebenaran kadang harus bersembunyi. Bukan karena tak ada yang ingin mengatakannya, tapi karena terlalu banyak yang takut mendengarnya.

Dalam masyarakat yang menjunjung tinggi kehormatan dan solidaritas komunal, kebenaran sering kali dikorbankan demi kenyamanan bersama. Bukan hal aneh jika seseorang memilih diam meski tahu ada yang salah. Sebab berbicara terlalu lantang, apalagi melawan arus, bisa berarti dikucilkan atau lebih parah, dianggap durhaka.

Fenomena ini semakin rumit di era digital. Disinformasi menyebar cepat, berselimut narasi yang terlihat suci dan meyakinkan. Kebenaran tak lagi dicari, melainkan dipilih sesuai selera dan kepentingan. Dan ketika tokoh masyarakat atau agama ikut menyebarkan narasi yang keliru entah karena ketidaktahuan atau niat lain ruang kritis menjadi sempit.

Di Madura, suara-suara yang mencoba membuka tabir, menyoal isu-isu seperti kekerasan atas nama kehormatan, penindasan perempuan, hingga penyebaran hoaks lewat mimbar, kerap dianggap provokatif. Padahal, bukankah cinta pada budaya juga berarti berani mengkritisinya demi perbaikan?

Tentu, tak semua diam. Ada segelintir anak muda, aktivis lokal, hingga jurnalis kampung yang terus menyuarakan kenyataan. Tapi perjuangan mereka tak mudah. Mereka bukan hanya berhadapan dengan struktur sosial yang kaku, tetapi juga tekanan emosional karena dianggap 'merusak' citra daerah sendiri.

Namun, menutupi borok bukanlah penyembuhan. Justru keberanian mengangkat luka ke permukaanlah yang membuka jalan bagi penyembuhan sejati. Madura tak akan runtuh hanya karena kritik ia akan runtuh jika terus hidup dalam kepalsuan.

Kebenaran memang sering harus bersembunyi. Tapi kita tak boleh berhenti mencarinya, menyuarakannya, dan merawatnya meski dengan suara lirih. Karena diam bukan selalu emas. Di Madura, dan di manapun, kebenaran berhak mendapat ruang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun