Persidangan sengketa Pilpres 2014 telah memasuki persidangan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari pihak Pemohon, Prabowo Hatta. Tak ingin membahas mengenai substansi terkait persidangan aquo, kesempatan kali ini penulis hanya menyampaikan sekelumit pemakaian kata "saksi ahli" yang ditemui penulis pada beberapa media online hari ini, Jumat, 15 Agustus 2014. Termasuk di dalamnya pemberitaan yang diwartakan Kompas.com, Republika Online, Detik.com, Liputan6.com, TribunNews.Com dan media online lainnnya. Benarkah penggunaan kata "saksi ahli" tersebut?
Beberapa pemberitaan yang mencantumkan kata “saksi ahli” adalah sebagai berikut:
Bilamana kita lakukan pencarian di dalam Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi RI (UU MK), yakni UU No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi (UU 24/2003) juncto UU No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi (UU 8/2011), maka kata “ahli” dapat kita temukan dalam beberapa ketentuan pada UU MK tersebut. Adapun ketentuan-ketentuan tersebut selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 36 ayat (1) UU MK:
Alat bukti ialah:
a. surat atau tulisan;
b. keterangan saksi;
c. keterangan ahli;
d. keterangan para pihak;
e. petunjuk; dan
f. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
Pasal 38 ayat (1) UU MK:
Para pihak, saksi, dan ahli wajib hadir memenuhi panggilan Mahkamah Konstitusi.
Pasal 41 ayat (4) UU MK:
Pemeriksaan persidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pemeriksaan pokok Permohonan;
b. pemeriksaan alat bukti tertulis;
c. mendengarkan keterangan para pihak yang berperkara;
d. mendengarkan keterangan saksi;
e. mendengarkan keterangan ahli;
f. mendengarkan keterangan pihak terkait;
g. pemeriksaan rangkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan, dan/atau peristiwa yang sesuai dengan alat bukti lain yang dapat dijadikan petunjuk; dan
h. pemeriksaan alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan alat bukti itu.
Pasal 42 UU MK:
Saksi dan ahli yang dipanggil wajib hadir untuk memberikan keterangan.
Pasal 42A UU MK:
1. Saksi dan ahli dapat diajukan oleh para pihak yang berperkara, pihak terkait, atau dihadirkan oleh Mahkamah Konstitusi.
2. Saksi dan ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan keterangan di bawah sumpah atau janji.
3. Saksi dan ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing berjumlah paling sedikit 2 (dua) orang.”
Sebagaimana terlihat dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka kita dapat melihat bahwasanya peraturan perundang-undangan tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan kata “ahli” dan bukan “saksi ahli”. Keterangannya pun disebut “keterangan ahli” dan bukan “keterangan saksi ahli”. Demikian kami sampaikan dan semoga bermanfaat.
Salam keadilan… ;)
Referensi:
Pemberitaan media online dan peraturan perundang-undangan tersebut di atas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI