Mohon tunggu...
Epi Phania Rajagukguk
Epi Phania Rajagukguk Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa yang tertarik di bidang Psikologi. Saya suka mengeksplorasi berbagai informasi mengenai kesehatan mental, juga saya tertarik terhadap karya-karya fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mahasiswa Psikologi UNNES Kolaborasi dengan Komunitas Harapan Semarang untuk Cegah Perundungan Verbal Anak Melalui Intervensi Berbasis Empati

15 Oktober 2025   12:05 Diperbarui: 15 Oktober 2025   12:04 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan intervensi berbasis empati (Sumber: Epi Phania Rajagukguk, Faiza Amira Nandiar, Athaya Yaumi Khaerani)

Semarang, 4 Oktober 2025 —Mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Negeri Semarang bekerja sama dengan Komunitas Harapan Semarang menyelenggarakan kegiatan Empathy-Based Intervention for Reducing Verbal Bullying sebagai upaya pencegahan perilaku perundungan verbal pada anak-anak. Kegiatan ini dilaksanakan pada Sabtu, 4 Oktober 2025, dan diikuti oleh 21 anak binaan Komunitas Harapan berusia 5 hingga 13 tahun.

Pelaksanaan sesi pertama (Sumber: Epi Phania Rajagukguk, Faiza Amira Nandiar, Athaya Yaumi Khaerani)
Pelaksanaan sesi pertama (Sumber: Epi Phania Rajagukguk, Faiza Amira Nandiar, Athaya Yaumi Khaerani)
Sampai saat ini, perundungan masih menjadi masalah yang belum berakhir. Tidak hanya terjadi pada remaja dan dewasa, perundungan juga sering ditemukan di kalangan anak-anak. WHO telah mengategorikan perundungan masa kanak-kanak sebagai masalah kesehatan masyarakat yang serius (Armitage, 2021). Berdasarkan data UNICEF (2020), sebanyak 41% siswa berusia 15 tahun di Indonesia pernah mengalami perundungan beberapa kali dalam sebulan, dan 30% siswa kelas 6–10 pernah menjadi pelaku maupun korban (Goodwin, 2021 dalam Barus dkk., 2023).

Hasil wawancara dengan pembina Komunitas Harapan Semarang menunjukkan bahwa masih banyak anak-anak yang menganggap perundungan verbal sebagai hal yang wajar. Faktor penyebabnya dapat berasal dari kurangnya keterampilan empati maupun pengaruh lingkungan yang permisif terhadap penggunaan bahasa kasar. Jika tidak ditangani dengan tepat, anak-anak dapat tumbuh dengan persepsi keliru bahwa perilaku tersebut adalah hal normal. Karena itu, kegiatan intervensi ini hadir sebagai upaya edukatif untuk menumbuhkan empati dan kesadaran sosial sejak dini.

Antusiasme peserta dalam mengikuti intervensi (Sumber: Epi Phania Rajagukguk, Faiza Amira Nandiar, Athaya Yaumi Khaerani)
Antusiasme peserta dalam mengikuti intervensi (Sumber: Epi Phania Rajagukguk, Faiza Amira Nandiar, Athaya Yaumi Khaerani)
Program intervensi terdiri dari dua sesi utama yang dirancang untuk menanamkan empati secara menyenangkan dan interaktif. Sesi pertama menggunakan metode dongeng dengan media boneka tangan dan presentasi visual. Melalui kisah yang dibawakan, peserta diajak memahami perasaan karakter yang menjadi korban dan pelaku, mengenali emosi, serta belajar mendengarkan secara aktif. Sesi kedua, yaitu kegiatan “Meronce Empati,” mengajak anak-anak membuat gelang dari manik-manik sebagai simbol kepedulian dan pengingat untuk tidak melakukan perundungan.

Pemilihan dongeng dan aktivitas meronce disesuaikan dengan karakteristik usia peserta yang masih anak-anak. Pada tahap perkembangan ini, mereka lebih mudah memahami pesan moral melalui cerita dan kegiatan motorik yang menyenangkan. Dongeng memberikan pengalaman emosional yang simbolis, sedangkan meronce menghadirkan pengalaman konkret yang melibatkan kreativitas, motorik halus, dan rasa kepemilikan terhadap hasil karya mereka. Dengan demikian, empati tidak hanya dipahami secara kognitif, tetapi juga diinternalisasi melalui pengalaman langsung.

Selama kegiatan berlangsung, anak-anak menunjukkan antusiasme tinggi. Mereka aktif menjawab pertanyaan, memberikan pendapat tentang alur cerita, serta mengaitkan isi cerita dengan pengalaman sehari-hari. Kegiatan meronce yang dilakukan setelah sesi dongeng juga berlangsung dengan penuh semangat. Para fasilitator mengingatkan kembali pesan dari cerita sebelumnya untuk memperkuat nilai empati dan perilaku anti-perundungan.

Kegiatan intervensi ini menjadi wujud komitmen mahasiswa Psikologi UNNES dalam mengintegrasikan teori dan praktik psikologi untuk pemberdayaan masyarakat. Melalui pendekatan berbasis empati dan seni, mahasiswa tidak hanya membantu mencegah perilaku perundungan, tetapi juga berkontribusi pada pembentukan karakter positif di usia dini.

Program ini diharapkan dapat menjadi model kegiatan serupa di masa depan, serta memperkuat sinergi antara universitas dan komunitas dalam upaya menciptakan lingkungan sosial yang lebih sehat, empatik, dan bebas perundungan.

Program ini merupakan bentuk pemenuhan tugas Kajian Aktual Psikologi Perkembangan dengan Dosen Pengampu: Chamilul Hikam Al
Karim, S.Psi., M.Psi. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun