Mohon tunggu...
Enrico Batahi Haposan
Enrico Batahi Haposan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Strata-1 Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta Angkatan 2018

Calon S. Sos.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kajian Budaya: Pandemi Mempengaruhi Budaya Popular Skena Musik Indonesia

5 Juli 2021   17:31 Diperbarui: 5 Juli 2021   17:44 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

I. Pendahuluan

Kajian budaya adalah suatu cara pandang teoretis mengenai suatu objek dengan perspektif bidang kritik ilmu sastra, sosiologi, sejarah, komunikasi, dan disiplin ilmu atau ilmu studi lainnya. Kajian budaya merupakan bidang interdisipliner yang mengambil berbagai cara pandang dari ilmu lain untuk meneliti hubungan antara kebudayaan dengan politik atau kekuasaan. Objek kajian budaya tidak hanya dipahami secara sempit mengenai seni atau kebudayaan, tetapi juga menyetuh kehidupan sehari-hari manusia yang menyangkut budaya populer. Namun, kajian budaya tidak bisa direduksi menjadi kajian budaya populer walaupun proyek utama kajian budaya adalah mengkaji budaya populer. Teks, sebagai objek kajian, dalam kajian budaya tidak hanya dipandang secara sempit, tetapi dipandang menyentuh unsur subjektivitas dan latar belakang sosial yang membentuk sebuah teks.[1]

 Apa yang dimaksud dengan "budaya" dalam kajian budaya bersifat lebih politis daripada estetis. Budaya yang menjadi objek kajian budaya bukanlah budaya sebagai objek yang bernilai seni tinggi. Budaya yang dimaksud bukan pula dalam pengertian sebuah perkembangan seni, intelektual dan spiritual. Budaya yang menjadi objek kajian budaya adalah budaya sebagai teks dan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian objek kajian budaya bisa mencakup budaya populer yang mungkin tidak dianggap bernilai seni tinggi, bahkan salah satu proyek terpenting dalam kajian budaya adalah mengkaji budaya populer.[2]

 Budaya populer adalah totalitas ide, perspektif, perilaku, meme, citra, dan fenomena lainnya yang dipilih oleh konsensus informal di dalam arus utama sebuah budaya, khususnya oleh budaya Barat di awal hingga pertengahan abad ke-20 dan arus utama global yang muncul pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21. Dengan pengaruh besar dari media massa, kumpulan ide ini menembus kehidupan masyarakat.

 Budaya populer dipandang sebagai sesuatu yang sepele dalam rangka mencari penerimaan konsensual melalui yang arus utama. Akibatnya, budaya populer muncul dari balik kritisisme sengit dari berbagai sumber nonarus utama (khususnya kelompok-kelompok agama dan kelompok kontra budaya) yang menganggapnya sebagai superfisial, konsumeris, sensasionalis, dan rusak.

 Istilah "budaya populer" muncul pada abad ke-19 atau lebih awal[3] untuk merujuk pada pendidikan dan "culturedness" pada kelas bawah. Istilah tersebut mulai menganggap pengertian budaya kelas bawah terpisah (dan terkadang bertentangan dengan) "pendidikan sejati" menuju akhir abad, penggunaan yang kemudian menjadi mapan ketika periode antar perang.[4] Budaya populer juga sering kali didekatkan dengan istilah 'mass culture' atau budaya massa, yang diproduksi secara masal dan dikonsumsi secara masal juga. Jadi, budaya lokal adalah produk budaya yang bersifat pabrikan, yang ada di mana-mana dan tidak memerlukan usaha untuk mengkonsumsinya.[5]

 Rujukan tentang pandemi COVID-19 dalam budaya populer dimulai saat pandemi masih berlangsung. Terlepas dari dampak yang merusak dari pandemi COVID-19, itu menyatukan orang melalui mode hiburan yang memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan budaya populer. Pandemi melanda Indonesia di sekitar Maret 2020, menyebabkan gangguan ekonomi dan sosial besar-besaran, yang bahkan masih berlangsung saat penulis menulis tulisan ini (tulisan ini saya tulis pada hari Senin, 5 Juli 2021). Selain penyakit itu sendiri, masyarakat sering berurusan dengan kebijakan PSBB/PPKM, krisis, dan juga kelangkaan. Ini telah membuat era pandemi menjadi masa stres yang luar biasa. Pandemi telah mendorong masyarakat untuk mencari pelarian damai lewat media-media daring. Musik adalah salah satu media yang dipilih banyak masyarakat untuk meredakan emosi yang ditimbulkan oleh pandemi.

II. Isi

Masa Pandemi COVID-19 ini rasanya sudah sangat merubah diri kita, baik dari sisi sosiologis ataupun psikologi. Tidak sedikit dari yang sudah berubah keperibadiannya seiring masa ini yang semakin abu-abu kapan titik terang masa ini akan berakhir. Mulai dari cara bercanda, berbicara, menanggapi, dan lainnya banyak yang secara sadar atau tidak sadar berubah, dan memang fokus perubahan yang saya sebutkan pada dasarnya adalah bidang komunikasi. Namun, bukan masalah perorangan yang ingin saya bahas, yang saya ingin bahas justru bagaimana pandemi yang memengaruhi skena musik di Indonesia, mulai dari materi rilisan yang membahas “Pandemi COVID-19” sampai gelaran acara musik yang harus dilaksanakan secara daring.

Sektor seni yang salah satunya adalah industri musik termasuk bidang yang terdampak pandemi ini. Skena musik Indonesia bagai dihantam tsunami hingga meluluhlantahkan semuanya. Mulai dari rilis lagu yang tertunda, panggung konser yang ditiadakan, penjualan merchandise yang menurun, dan bisa singkatnya bisa dibilang tidak ada apa-apa untuk berkarya ataupun mencari penghasilan. Mungkin, saya tidak perlu lagi membahas tentang COVID-19 mengenai anjuran, peraturan, dan kebijakan yang diambil dan diberlakukan, karena kita sudah sama-sama tau.

Diawali dengan Presiden RI pada 2 Maret 2020 mengumumkan ada 2 WNI yang sudah terinfeksi virus, banyak konser langsung ditunda pagelarannya. Melalui instruksi Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta, mengenai peningkatan kewaspadaan terhadap resiko penularan virus, salah satunya adalah menghentikan sementara pelayanan perizinan/non-perizinan secara manual/elektronik yang terkait penyelenggaraan kegiatan atau acara yang dapat menimbulkan kerumunan. Lantas, semua penyelenggara langsung menunda, walaupun dikemudian hari karena tidak kunjung ada titik terang, kegiatannya pun dibatalkan. Contohnya saja, We The Fest, Synchronize Fest, LaLaLa Festival, The Sounds Project, FLAVS, 10th Music Gallery, Hammersonic, Head in The Clouds, dan masih banyak lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun