Mohon tunggu...
Enkabe Saja
Enkabe Saja Mohon Tunggu... -

Orang desa yang masih tinggal di kota

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Surat Terbuka untuk Presiden, Gubernur, Bupati, dan Wali Kota

14 April 2014   17:43 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:42 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13974467941711279139

Salam sejahtera, Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu semuanya, Presiden RI 2014-2017, para gubernur, para bupati, dan segenap wali kota di penjuru nusantara.

Saya ini orang biasa, berasal dari desa, tetapi kini sedang bekerja--dan karenanya sekarang tinggal--di kota. Sebagai orang biasa yang mengharapkan negeri ini makmur dan berjaya, tentu saya sangat berharap kepada Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu semua.

Sebelum saya sampaikan harapan-harapan saya, perlu saya sampaikan kepada Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu semua bahwa saya tidak butuh pemimpin yang populer meski saya juga tidak syirik bila Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu semua menjadi populer. Saya berharap Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu semua mengerjakan hal-hal yang Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu semua yakini benar meski untuk itu Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu semua menjadi tidak populer di mata oposisi, media, maupun sebagian rakyat.

[caption id="attachment_303291" align="aligncenter" width="400" caption="Sumber (printscreen): http://www.kemenegpdt.go.id/hal/300027/183-kab-daerah-tertinggal"][/caption]

Pertama, saya ingin Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu semua sering-sering melihat peta wilayah yang Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu pimpin. Lihatlah di bagian mana saja rakyat tinggal. Kemudian perhatikan, sudahkah mereka mempunyai jalan yang layak yang bisa menghubungkan mereka dengan yang lain secara efektif? Agar Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu semua lebih jelas, datanglah ke Kementerian Pekerjaan Umum, tanyakan sudah berapa kilometer jalan yang sudah dibangun dan masih bagus dan berapa kilometer lagi yang perlu dibangun. Tapi saya rasa itu belum meyakinkan Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu semua. Datanglah sesekali ke desa-desa pinggiran, lihatlah sendiri jalan menuju ke desa mereka, apakah mudah mencapai ke sana? Jika setelah itu Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu berminat memperbaiki jalan mereka atau membuat jalan baru, saya titip satu: buatkan juga saluran air yang baik agar kelak tidak cepat rusak dan tidak mudah tergenang air.

Kedua, sesekali berkunjunglah ke kantor PLN, tanyakan kepada orang PLN, sudah sejauh mana listrik mengaliri wilayah Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu semua.

Ketiga, sesekali datanglah ke kantor PT Telkom, tanyakan kepada mereka sudah berapa persen telepon kabel sampai di rumah-rumah warga Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu semua. Mungkin Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu semua akan bertanya, bukankah sekarang semua orang sudah terkoneksi melalui telepon seluler? Anggap saja benar bahwa semua orang Indoensia sudah terkoneksi melalui telepon seluler, tapi tetap saja mereka butuh telepon rumah untuk membuka kantor dan perusahaan baru. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu semua pasti tahu bahwa kantor tanpa telepon rumah pasti dianggap tidak kredibel dan kurang meyakinkan. Semakin banyak koantor dan perusahaan dibuka oleh warga Anda, bukankah akan semakin berkurang pengangguran?

Keempat, Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu semua saya kira juga perlu datang ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Coba tanyakan kepada mereka, sudah cukupkah rasio sekolah/PT dan jumlah peserta didik di wilayah Anda?

Kelima, jika setelah melihat peta dan mengunjungi Kementerian PU, Telkom, PLN, dan Kementerian Pendidikan, Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu semua menemukan banyak permasalahan, Anda tidak usah gusar dan bingung. Saya--atau bahkan rakyat Anda saya yakin--tidak berharap anda melakukan sulapan, membuat semuanya langsung menjadi baik dan terwujud. Kerjakanlah secara bertahap karena saya tahu semua itu membutuhkan dana dan tenaga yang sangat besar. Saya tidak ingin Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu semua terjebak dengan politik "wah". Maksud saya, jangan tergoda untuk mendengar ucapan, "Wah, Gubernur A hebat ya, dalam setahun ini akan membenahi semua infrastruktur di daerahnya." Sudah banyak sekali contohnya, pejabat membuat program besar, berskala nasional, tetapi ternyata gagal, hanya menyentuh level perkotaan. Sedikit-sedikit akhirnya menjadi bukit itu lebih baik, saya yakin, daripada tong kosong nyaring bunyinya.

Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun