Apakah Anda merasa cuaca akhir-akhir ini sangat menyengat dan perih di kulit? Pernahkah Anda mengecek berapa suhu udara hari ini dan apakah masih terasa nyaman untuk beraktivitas di luar ruangan? Pertanyaan-pertanyaan ini semakin relevan bagi kita yang tinggal di Palembang, sebuah kota yang semakin merasakan dampak dari urbanisasi yang pesat. Fenomena ini bukanlah sekadar perubahan cuaca biasa, melainkan sebuah sinyal bahwa kota kita sedang berada di persimpangan jalan, di mana pilihan antara pembangunan yang masif dan investasi pada ruang hijau akan menentukan kenyamanan dan kualitas hidup penduduk di masa depan.
Penelitian kami, yang diterbitkan dalam jurnal Future Cities and Environment (https://doi.org/10.5334/fce.215), mengungkap temuan krusial: kenaikan suhu permukaan di Palembang memiliki korelasi yang kuat dengan hilangnya ruang terbuka hijau. Analisis kami menggunakan data satelit Landsat 8 dari tahun 2013 hingga 2023 dan menunjukkan bahwa konversi lahan vegetasi menjadi area terbangun adalah faktor utama di balik pemanasan yang kita rasakan. Singkatnya, pembangunan masif tanpa mempertimbangkan keseimbangan ekologis justru menciptakan ancaman bagi kenyamanan termal dan kesehatan warga.
Ancaman dari Panas yang Terabaikan
Kenaikan suhu di kota tidak hanya membuat kita merasa tidak nyaman, tetapi juga memiliki implikasi serius terhadap kesehatan dan kesejahteraan penduduk. Suhu yang tinggi dapat meningkatkan risiko heat stress dan menurunkan kualitas hidup secara keseluruhan, terutama di area-area dengan kepadatan penduduk dan aktivitas ekonomi yang tinggi. Analisis kenyamanan termal mengkategorikan suhu menjadi tiga level: nyaman, cukup nyaman, dan tidak nyaman.
Pemetaan data menunjukkan dengan jelas area-area yang paling rentan. Zona bisnis sentral, seperti sub-distrik Ilir Timur I, Bukit Kecil, dan Kemuning, secara konsisten mencatat suhu kumulatif tahunan tertinggi. Area-area ini juga memiliki persentase area terbangun yang sangat tinggi, bahkan melebihi 80%. Sebaliknya, sub-distrik di zona pinggiran seperti Gandus dan Sematang Borang, yang masih memiliki tutupan vegetasi yang luas, menikmati suhu yang lebih rendah dan kondisi yang lebih nyaman. Analisis ini menunjukkan hubungan negatif, di mana penurunan tutupan vegetasi berasosiasi dengan peningkatan area terbangun.
Untuk memberikan gambaran yang lebih detail, data menunjukkan bahwa Ilir Timur I, Bukit Kecil, dan Kemuning memiliki tutupan vegetasi paling rendah, kurang dari 10%. Hal ini berkebalikan dengan Sematang Borang dan Gandus yang memiliki tutupan vegetasi lebih dari 57%. Perbedaan tutupan lahan ini menjadi cerminan langsung dari suhu yang dirasakan penduduk. Lebih dari 37% wilayah di Bukit Kecil, Ilir Timur Dua, dan Ilir Timur Satu diklasifikasikan sebagai "tidak nyaman". Sementara itu, Gandus, Ilir Barat Satu, Kertapati, dan Sematang Borang sebagian besar berada di kategori "cukup nyaman," yang mencakup lebih dari 45% area mereka.
Analisis ini juga menangkap satu fenomena menarik. Pada tahun 2021, meskipun konversi lahan terus berlanjut, suhu di Palembang justru mengalami penurunan. Kami mengaitkan anomali ini dengan kebijakan lockdown akibat pandemi COVID-19. Pembatasan aktivitas di luar ruangan, berkurangnya kemacetan lalu lintas, dan terhentinya operasional industri, semuanya berkontribusi pada penurunan suhu yang teramati. Hal ini membuktikan bahwa bukan hanya perubahan tutupan lahan, tetapi juga aktivitas manusia secara langsung dapat memengaruhi dinamika suhu di kota.
Mengubah Paradigma: Investasi yang Lebih Cerdas
Data bukanlah sekadar angka, melainkan panduan untuk membuat keputusan yang lebih baik. Wawasan berharga dari penelitian ini dapat diterjemahkan menjadi tindakan nyata bagi pemerintah kota Palembang dalam menciptakan lingkungan yang lebih layak huni.
- Prioritaskan Infrastruktur Hijau sebagai Investasi Utama: Data dapat digunakan untuk mengidentifikasi area-area dengan tekanan panas paling tinggi dan tutupan vegetasi paling rendah. Area-area ini harus menjadi target utama untuk proyek-proyek infrastruktur hijau, seperti pembangunan taman kota, hutan kota, dan atap hijau. Penanaman pohon dan vegetasi secara strategis dapat memberikan peneduh, mengurangi suhu, dan meningkatkan sirkulasi udara, sehingga menciptakan lingkungan perkotaan yang lebih nyaman. Ini adalah investasi yang cerdas untuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
- Kembangkan Sistem Peringatan Dini Panas: Analisis spasial-temporal dapat membantu pemerintah mengidentifikasi area yang cenderung mengalami gelombang panas ekstrem. Informasi ini penting untuk membangun sistem peringatan dini dan rencana aksi panas, seperti membuka pusat pendinginan, memperpanjang jam operasional transportasi publik, dan menyelenggarakan program sosialisasi untuk kelompok berisiko tinggi saat gelombang panas terjadi.
- Lakukan Pengawasan Berkelanjutan: Keberhasilan strategi ini bergantung pada pemantauan yang konsisten. Pemantauan rutin terhadap suhu permukaan lahan, tutupan vegetasi, dan area terbangun menggunakan teknologi penginderaan jauh sangat penting. Ini akan memungkinkan pemerintah untuk mengevaluasi efektivitas dari kebijakan yang telah diterapkan dan menyesuaikannya seiring berjalannya waktu.
Dengan menjadikan kenyamanan termal sebagai mekanisme kontrol dalam strategi pembangunan, Palembang dapat menjadi kota yang lebih sejuk, sehat, dan nyaman bagi kita semua. Investasi pada pohon, alih-alih hanya berfokus pada bangunan, adalah langkah progresif yang memastikan kota ini tidak hanya tumbuh secara fisik, tetapi juga berkelanjutan untuk masa depan. Pilihan yang kita ambil sekarang akan menentukan Palembang di masa depan, apakah ia akan menjadi kota yang menindas dengan panasnya atau menjadi oasis yang nyaman bagi warganya
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI