Apapun urusan pekerjaannya, saya yang mengerjakannya, dimanapun Buya berada dan kemanapun beliau pergi saya harus menemaninya, sehingga saya cukup paham dapur dan kemampuan finansial Buya yang cukup kesulitan dalam mengejar cita-citanya untuk mendirikan sebuah pesantren besar.Â
Tetapi setelah 30 tahun lewat, ketika Buya telah berhasil memperluas dan membangun pondok dengan berbagai fasilitasnya yang diluar perkiraan saya dahulu, saya hampir tidak percaya saat menyaksikan perkembangan pondok yang cukup membanggakan saya, sehingga jika saya menyaksikan atau berbicara tentang pondok lalu teringat bagaimana keadaan pondok di masa lalu, saya merasa terharu tidak kuat menahan emosi.
Didikan Buya Yang Disiplin & Keras
Pada saat saya menghadiri acara Miladnya yang ke 78, Buya sempat berbisik kepada saya, "Ayeuna mah Buya teh geus teu kuat nyarekan santri" Â Â (Sekarang Buya sudah tidak kuat lagi memarahi santri). Mendengar itu, tanpa terasa air mata saya keluar.Â
Bagaimana tidak, beliau yang dahulunya begitu perkasa di depan santri, kalau marah tidak ada satu santripun yang berani mendongakkan kepala, bahkan jika saya akan menghadapnya untuk satu urusan, saya harus membaca mantera-mantera doa agar tenang dan tidak grogi. Tapi saat ini, bicaranya begitu pelan dan jika berjalan harus dibantu dengan tongkat bahkan dipapah oleh santri-santrinya. Â
Pada periode saya masih di pondok, Buya yang tidak memiliki body tinggi besar bahkah boleh dibilang kurus-kecil, tapi beliau sangat kuat, bicaranya berapi-api, dan kata-katanya sangat keras sampai urat lehernya tampak menonjol. Beliau turun langsung memimpin santri tandzif (membersihkan) pondok, berolah-raga, lari pagi sambil mensyi'arkan pondok.
"Bersikap keras terhadap orang-orang ingkar, tetapi berkasih sayang kepada sebagiannya"
Bagi siapa saja yang melanggar aturan pondok harus menerima sanksi berupa hukuman berdiri, ngorondang (berjalan dengan merangkang), direndam, digunduli, ditempeleng, hingga dikeluarkan dari pondok.
Walaupun demikian, karena Buya ikhlas agar santrinya menjadi lebih baik, maka para santri yang bersungguh-sungguh akan tetap bertahan dan jika dikeluarkanpun, akan kembali menghadap agar dapat diterima kembali menjadi santri.
Walaupun saat dahulu dihukum kami merasa sedih dan menangis, tapi didikan dan hukuman ini sangat membekas di hati para santri, terutama setelah kami terjun di masyarakat didikannya itu sangat bermanfaat. Saya dan mungkin para santri hanya mampu berucap, "Haturnuhun Buya kana kasaeanna. Semoga ilmu dan didikannya berberkah...Semoga menjadi amal kebaikan untuk Buya dan seluruh santri. Dan semoga kita semua bisa berkumpul kembali di dalam Surga-Nya kelak...!"