Mohon tunggu...
Endah Lestariati
Endah Lestariati Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang banci kolam [renang] yang sedang butuh vitamin K; Kamuuuuuuuuuu

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

The Amazing Spiderman, Superhero Sarat Humanism

11 Juli 2012   10:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:04 1871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13420038612125593715

"Spiderman diulang lagi ceritanya dari awal."

Ini statement pertama kali yang saya dengar dari teman, seorang penikmat animation's film freak tentang the amazing spiderman. eh? ga dilanjutin lagi setelah dulu ngelawan si venom? ada apa ini? kenapa mesti flash back? apa peter parker ga bisa move on? #salahfokus

Saya sabar menyimpan segala pertanyaan sampai tiba saatnya ketemu mas spidey empat mata *ditoyor orang sebiskop* dan tidak berani berekspetasi apa-apa takut kecewa karena penilaian yang lebih bagus untuk sequel-sequel sebelumnya. jujur saja, saya nggak ngikutin komiknya, tapi sejauh ini nggak pernah melewatkan menonton satu squel movienya pun dari biskop. Dan dari Spidey 1-3 saya cukup puas menontonnya, tapi setelah menonton versi The Amazing Spiderman mulai menggelitik saya untuk tertarik menengok versi komiknya *yang punya stock boleh kasi pinjem deh ke saya, mungkin kalo versi fotocopyan ala mahasiswa agak susah bole kasi link versi pdf sofcopynya. #ditangkepaparat #kenapasal #bacabajakan*

Dan inilah pengalaman nonton The Amazing Spiderman versi saya, setelah janjian yang alot bersama pasukan kantor, merelakan jam istirahat inuk dan mas jefri buat ngantri duluan di XXI Grand City, demi studio 3D, itu pun tetep dapet tempat duduk deretan E di sisi sayap kanan pulak.

Entah kenapa Peter Parker zaman anak-anak mengingatkan saya pada tokoh kecil Benjamin Franklin di National Treasure yang bandel ngubek-ubek gudang kakeknya untuk menguak misteri freemason. Model anak-anak bule unyu yang siap dibungkus-dikarungin gituh *emote devil-paedofil*. Baiklah, dari sini sang sutradara Marc Webb sudah sukses membangun perasaan, bagaimana sedihnya Peter Parker ditinggalkan dan kehilangan kedua orang tuanya, Richard dan Mary Parker, dititipkan kepada uncle Ben dan aunt May yang tipikal orang tua penuh kasih dan bijaksana.

Setting film melompat pada masa remaja Peter Parker, dalam sebuah scene beberes rumah menemukan dokumen tua milik ayah kandung Peter saat bekerja pada perusahaan Oscorp. Berbekal rasa penasaran, membawanya menyelinap ke perusahaan milik Norman Osborn tersebut dan disanalah Peter Parker tergigit laba-laba mutan, sekaligus bertemu dengan tokoh bernama Dr. Curt Cornnor, ilmuwan bertangan satu yang sedang mencoba membiakkan cangkok sel kemampuan regenerasi kadal untuk diterapkan pada manusia, berharap penemuan ini dapat menumbuhkan tangannya. Dari sinilah alur cerita berkembang seperti default musuh-musuh spiderman sebelumnya yang berawal dari tokoh protagonis menjadi antagonis.

Image nerd Peter Parker yang dibangun Marc Webb versi Andrew Garfield terasa lebih realistis dibandingkan versi Tobey Mc Guire oleh Sam Raimi, tokoh kutu buku yang ga melulu ga gaul, tapi anak pinter-rada selengean-ga punya temen-asik sama dunianya sendiri-tapi tetep keren. Tokoh spiderman yang nggak harus berubah personality karena tergigit laba-laba. Sebelum dan sesudah tergigit, Peter Parker tetaplah nerd tapi keren. Pesan humanis juga banyak terkandung dalam detail per scene yang ditampilkan film ini, saya sempat dibuat ter-dueng-dueng dengan kemunculan spiderman yang sudah lengkap berkostum ketat tapi masih memanggul daypack. Ironis, gokil, kocak, tapi sangat manusiawi. Setidaknya hal ini cukup menjawab pertanyaan-pertanyaan cethek yang tidak sempat terjawab selama ini; kalau spiderman ganti baju, baju standardnya disimpen dimana, handphone dia taruh di mana. Atau sebuah scene sekilas adegan terapi kepada masyarakat karena tekanan psikologis oleh karena amukan monster the lizard di sepanjang kota. Jangankan ketemu monster, denger auman harimau radius belasan atau puluhan meter saja sudah bikin saya deg-degan scary. Hal kecil yang sering terlupa, tapi The Amazing Spiderman memperhatikan detail semacam ini. Spiderman juga terlihat tidak canggung menampilkan adegan rempong menelfon aunt May di tengah khalayak, atau spiderman tampak childish ketika dengan santainya berayun di jaring buatannya, menanti musuhnya datang sambil nge-game di gagdetnya. Lucu tapi tetep smart, candaan berkelas.

The Amazing Spiderman tampak sebagai satu sosok yang tidak lepas dari kontroversi, tidak melulu dielu-elukan dan menjadi kebanggaan masyarakat, tetapi juga sempat menuai hujatan dari tokoh aparat terkemuka. Sebut saja Mr Stacy, secara alur dramanya sekaligus menjadi ayah dari Gwen Stacy, tokoh utama wanita, yang seolah menjadi pengganti MJ Watson sebagai mbak cantiknya Spiderman. Karakter Gwen Stacy kuat digambarkan sebagai si pirang kuncir ekor kuda, jauh dari kesan mehe-mehe jejeritan manjanya MJ, sebaliknya seorang wanita yang cukup tangguh dan berkarakter *dan begitu melekat di mata teman-teman cowok saya, menjadi obrolan heboh di warung angkringan, seolah tokoh kecengan baru mereka.*

Tokoh Spiderman juga ditampilkan tidak luput dari pembelajaran dan kelemahan. Belajar berguling dan membuat jaring, belajar berayun dari satu gedung ke gedung lain. Saya sangat dimanjakan dengan view city light dari gedung-gedung tinggi ini. Bokeh bulet-bulet cahaya, cakepnya nggak santai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun