Saya merasa tidak berdaya. Di kantor dia pandai bicara, orang lebih mendengarkan dia. Saya orang baru, pendiam pula. Maka saya hanya bisa gigit jari. Ini bukan masalah amplop ya, yang menyinggung perasaan adalah dia memasuki bidang olahraga yang tidak ditugaskan.
Kemudian dia pernah pula meminjam sejumlah uang kepada saya dengan alasan untuk berobat. Tapi si senior ini tidak pernah membayar, dia pura-pura lupa. Jangankan minta maaf, bertemu saya pun jarang menegur. Dalam hati saya, sombong betul dia, menggunakan keseniorannya untuk menindas.
Beberapa tahun belakangan ini saya baru tahu ternyata dia juga satu almamater dengan saya. Sebagai kakak kelas, idealnya dia membimbing dan mengayomi. Bukan malah menindas dan memanfaatkan yunior.