Siang yang terik, musim panas kali ini terasa begitu menyengat. Meski begitu, aku tetap melanjutkan acara jalan-jalan bersama teman-teman. Kami berempat, dua lelaki dan dua perempuan, ingin melihat kemegahan sebuah istana, tak jauh dari Blue Mosque.
Aku lihat panjang juga antrian di loket. Â Maklum masa liburan, banyak wisatawan mancanegara yang datang. Rian, teman mahasiswa yang lelaki, rela mengantri. Kebetulan bahasa Turkinya paling fasih, sedangkan kami bertiga, aku, Rina dan Doni menunggu di pinggir.
Setelah mendapat tiket, kami berempat masuk. Tas harus diperiksa, tidak boleh membawa kamera. Kalau mau, harus membayar dengan biaya tinggi. Untung tidak ada seorang pun yang membawa kamera DSLR, cukup hape saja.
Istana ini megah dan luas, dahulu sempat menjadi tempat tinggal Sultan Ottoman. Kini berfungsi sebagai museum. Banyak benda bersejarah di sini. Bahkan ada benda-benda peninggalan Rasulullah dan para sahabat.
Kami menyusuri ruangan satu persatu. Teman-teman membaca keterangan dengan telaten. Aku, yang sudah biasa membaca dengan cepat, terpaksa meninggalkan mereka dan lanjut ke ruangan lainnya.
Sampailah aku di sebuah balkon istana yang menghadap laut Marmara. Wow indahnya. Air yang membiru dengan kapal-kapal pesiar lalu lalang. Angin berhembus semilir membuai aku yang duduk menunggu kedatangan teman-teman yang lain.
Tetiba aku mendengar suara langkah berat, sepertinya dari kaki seorang pria. Seketika aku menoleh, betul saja. Ada seorang lelaki bertubuh tinggi perkasa berdiri di ambang pintu. Tetapi anehnya ia mengenakan semacam baju perang zaman dahulu.
"Madam, mengapa anda ada di sini?" Tanya dia dalam bahasa Turki.
"Saya menunggu teman-teman yang sedang melihat isi istana," jawabku jujur.
Pria itu tersenyum,"Sebetulnya di sini terlarang untuk pengunjung. Hanya anggota keluarga istana yang boleh berada di balkon ini".
Aku terpana,"Maaf saya tidak tahu,"