Mohon tunggu...
Muthiah Alhasany
Muthiah Alhasany Mohon Tunggu... Penulis - Pengamat politik Turki dan Timur Tengah

Pengamat politik Turki dan Timur Tengah. Moto: Langit adalah atapku, bumi adalah pijakanku. hidup adalah sajadah panjang hingga aku mati. Email: ratu_kalingga@yahoo.co.id IG dan Twitter: @muthiahalhasany fanpage: Muthiah Alhasany"s Journal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

5 Hal Penyebab Jakarta Tidak Ramah untuk Pejalan Kaki

22 Januari 2019   18:04 Diperbarui: 22 Januari 2019   19:46 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan raya ibukota (dok.tmcpoldametro)

Saya termasuk orang yang senang berjalan kaki dalam melakukan aktivitas di Jakarta. Setidaknya, ini adalah pengganti olahraga rutin yang sulit dilakukan di rumah. Jalan kaki cukup untuk melatih tubuh untuk selalu bergerak, agar tulang tidak cepat keropos.

Namun berjalan kaki di ibukota sama sekali tidak menjamin keamanan dan kenyamanan. Jakarta tidak ramah untuk pejalan kaki. Karena itu banyak orang yang enggan berjalan kaki meski jarak tempuhnya sangat dekat. Mereka memilih menggunakan ojek online atau naik moda yang tersedia di tempat tersebut.

Ada 5 hal yang menjadi penyebab utama Jakarta bukan kota yang ramah untuk pejalan kaki.

1. Polusi. Tingkat polusi atau pencemaran udara di Jakarta sangat tinggi. Sehingga, alih-alih menjadi sehat, kita malah menghirup polusi yang berasal dari kendaraan. Asap kendaraan bermotor mengandung timbal beracun, yang dapat merusak paru-paru dan kulit kita.

Di jalan-jalan yang padat dengan kendaraan bermotor, terutama jalan protokol, polusi itu begitu menyesakkan. Karena selagi kita berjalan jalan,  dipaksa menghirup udara yang mengandung racun. Akibatnya, kita tidak ingin berlama-lama di tepian jalan, kuatir dengan polusi tersebut.

Adalah penting bagi Pemda untuk menertibkan kendaraan yang melintas di jalan raya. Sebaiknya kendaraan yang mengeluarkan polusi tinggi karena sudah soak dan tidak laik jalan, tidak  boleh memasuki ibukota supaya polusi bisa berkurang.


2. Penyalahgunaan trotoar. Sejatinya, Pemda DKI memang menyediakan trotoar  khusus untuk para pejalan kaki. Namun trotoar ini justru tidak bisa dinikmati oleh para pejalan kaki. Mereka seringkali harus tersingkir karena terjadi penyalahgunaan trotoar.

Trotoar menjadi disfungsi karena beberapa hal. Pertama karena pedagang kaki lima. Pada sore hari hingga malam, bermunculanlah para pedagang kaki lima, terutama yang mendirikan tenda untuk warung makanan. Tenda ini memakan tempat, termasuk trotoar untuk pejalan kaki.

Akibatnya pejalan kaki terpaksa berjalan di jalan raya yang sangat tidak aman. Sewaktu-waktu ada kendaraan yang lewat, yang bisa mengancam keselamatan para pejalan kaki. Kendaraan yang tidak bisa berhati-hati akan mencelakai para pejalan kaki.

Selain itu, trotoar juga disalahgunakan oleh kendaraan roda dua dan tiga untuk menerobos kemacetan. Para pejalan kaki menjadi terzalimi, harus minggir jika tidak ingin tertabrak. Bahkan para pengendara seringkali memaki pejalan kaki yang menghalangi jalannya.

3. Terlalu banyak kendaraan pribadi. Jalan jalan raya di ibukota terlalu banyak dilintasi oleh kendaraan pribadi. Hal ini yang menyebabkan kemacetan berkepanjangan. Kemacetan telah menutup berbagai akses untuk pejalan kaki.

Pemilik kendaraan pribadi selalu mempunyai cara untuk tetap membawa kendaraannya meski berbagai aturan telah dikeluarkan. Dengan aturan 3 in 1 saja, mereka justru menyewa orang agar lolos melalui jalan protokol. Peraturan ganjil genap malah membuat mereka membeli mobil dengan dua nomor.

4. Jembatan penyeberangan yang tinggi dan melelahkan. Satu hal yang saya rasakan, dan juga pejalan kaki lainnnya, sulit menyeberang jalan rata di Jakarta. Lokasi jembatan penyeberangan berjauhan satu sama lain, sangat tinggi dan melelahkan. Padahal yang butuh menyeberang, dari berbagai usia.

Pikirkanlah bagaimana lansia dan orang-orang yang sedang sakit atau lemah, terpaksa memanjat tangga-tangga yang terjal. Belum lagi yang fisiknya tidak sempurna. Mereka sangat kepayahan untuk menyeberang, tetapi jembatan penyeberangan tidak memudahkan bagi mereka.

Saya melihat di jembatan Tohsari dan Sarinah, telah tersedia lift ke atas sejak bertahun-tahun yang lalu. Saya tidak mengerti mengapa sama sekali tidak bisa difungsikan. Alangkah baiknya jika lift itu kemudian diperbaiki agar bisa digunakan untuk lansia dan difabel.

5. Tidak ada peneduh di jalan. Saya ingat zaman dahulu banyak halte yang bisa dijadikan peneduh ketika kepanasan atau kehujanan. Sekarang ini justru halte bus pinggir jalan semakin langka. Ketika hujan turun tiba-tiba, maka pejalan kaki sulit sekali mencari tempat berteduh.

Padahal kecil kemungkinannya untuk memasuki gedung perkantoran terdekat untuk berteduh. Selain harus berlari memasuki halaman yang cukup luas, penjagaannya juga ketat. Pejalan kaki harus basah kuyup sebelum berhasil memasuki suatu perkantoran untuk berteduh.

Apalagi sekarang pohon-pohon besar juga tergusur dari jalanan. Baik cuaca panas maupun hujan, pohon bisa menjadi pelindung sementara bagi pejalan kaki. Banyaknya pohon juga memberikan kesegaran karena memproduksi oksigen dan menghisap karbondioksida.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun