Mohon tunggu...
Emoef Abdu Somad
Emoef Abdu Somad Mohon Tunggu... Guru - Guru yang punya hobby nulis

Nama pena yang biasa digunakan EMOEF ABDU SOMAD. Sampai sekarang saya masih aktif sebagai pengajar di SMP N 11 Tegal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Play With Me

7 Oktober 2020   09:46 Diperbarui: 14 Januari 2021   07:32 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ada rasa getir yang menyergap. Ketika semua orang bergembira dan menikmati makanan lezat saat malam hari raya, aku harus berpuas dengan sisa pesta. Setelah perut cukup terisi, kumasukan sisa penganan tersebut ke sebuah pinggan. Sesudahnya aku segera keluar, menerabas salju yang masih saja turun. Anjing-anjing liar di sudut desa pasti akan senang menyantap makanan ini. Kasihan, mereka harus bahagia malam ini. Jangan seperti aku yang terus terkungkung dalam kesedihan.

 # 

Kamarku digeledah oleh beberapa orang polisi. Paman Sam berdiri di dekat pintu, memeluk Bibi Mary. Tatapannya kosong, sementara wanita yang ada di dekapannya menangis sedih. Para polisi membuka lemari tua yang ada di sudut kamar. Isinya hanya beberapa helai pakaian usang milikku. Mereka menutup lemari itu karena tidak menemukan apa yang dicari. 

"Kapan terakhir kau bertemu dengan Samantha?" Seorang polisi menanyaiku sambil membungkukkan badan. Pandangannya menelisik, memastikan bahwa aku tak berbohong. 

"Tiga hari yang lalu, Tuan. Saat dia mengantar makan malam untukku," jawabku dengan sedikit takut. 

"Apa kau tahu kemana perginya Samantha?" 

"Ti---tidak tahu, Tuan." 

Polisi yang menanyaiku berbisik pada rekannya, entah apa yang mereka bicarakan. "Oke, Anak Muda. Kalau kau tahu atau mendapat info tentang Samantha, tolong beritahu kami." Aku segera mengangguk mengiyakan. 

Tak lama para petugas ini meninggalkan kamarku, juga paman dan bibi. Kutarik nafas lega. Andai mereka tahu betapa takutnya aku tadi. Segera kututup pintu kamar dan selanjutnya membaringkan tubuh, meredakan debar jantung yang masih terasa, juga menghilangkan bayangan kengerian yang terus mengikuti. 

Aku benar-benar takut. Suara-suara itu, jeritan Samantha, pisau yang berterbangan, juga darah yang membanjir di lantai kamar. Semuanya masih terekam jelas di ingatan. Tak lama mataku tertutup. Diri ini tak ingin mengingat semuanya. 

# 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun