Mohon tunggu...
Nurdin Taher
Nurdin Taher Mohon Tunggu... Administrasi - Keberagaman adalah sunnatullah, karena itu pandanglah setiap yang berbeda itu sebagai cermin kebesaran Ilahi. Surel : nurdin.en.te.70@gmail.com0

Lahir dan besar di Lamakera, sebuah kampung pesisir pantai di Pulau Solor, Flores Timur. Menempuh pendidikan dasar (SD) di Lamakera, kemudian melanjutkan ke SMP di Lamahala, juga kampung pesisir serta sempat "bertapa" 3 tahun di SMA Suryamandala Waiwerang Pulau Adonara, Flores Timur. Lantas "minggat" ke Ujung Pandang (Makassar) pada Juli 1989. Sejak "minggat" hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, sampai hari ini, sudah lebih dari 30 tahun berdomisili di Makassar. Senantiasa belajar dan berusaha menilai dunia secara rasional dengan tanpa mengabaikan pendekatan rasa, ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Setelah PPP dan Partai Golkar, Akankah PAN Menyusul?

14 Maret 2015   13:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:40 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : eN-Te



Atmosfir perpolitikan Nasional untuk beberapa tahun ke depan masih diisi dengan persaingan kelompok-kelompok kepentingan. Bahkan persaingan yang menjurus ke arah perpecahan partai ini akan terus dan tetap berlangsung selama periode rezim Pemerintahan Jokowi-JK. Entahlah, apakah persaingan, yang ditandai dengan pertikaian antarkubu dalam suatu partai karena faktor internal atau faktor eksternal masih perlu dicermati. Namun demikian, satu hal yang perlu kita harus pastikan adalah bahwa kondisi carut marut di internal masing-masing partai politik tidak harus menggangu kinerja Pemerintah dan proses pembangunan Negeri ini, untuk menghadirkan kemakmuran bagi rakyat, sebagai pemilik kedaulatan negeri.

Gonjang Ganjing Partai Golkar

Hari-hari ini kita menyaksikan perseteruan antara kubu Agung Laksono (AL) dan kubu Aburizal Bakrie (ARB) memperebutkan legalitas sebagai Pengurus DPP Partai Golkar. Kekisruhan Partai Golkar ini berawal dari proses pemilihan umum legislatif (Pileg). Setelah proses Pileg usai yang ditandai dengan perhitungan hasil pemungutan suara yang menempatkan Partai Golkar pada urutan ke-2, maka benih-benih perpecahan dan gejolak internal pun muncul.

[caption id="attachment_373012" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber : politik.rmol.co"][/caption]

Di sisi lain, posisi Partai Golkar yang hanya menempati urutan ke-2 telah memantik gejolak internal yang mempersoalkan pencalonan ARB menjadi calon Presiden (Capres). Maka dengan dimotori oleh dedengkot Partai Golkar Zainal Bintang (ZB), dkk., gerakan penentangan terhadap ARB pun dimulai. Bukan saja karena ARB dianggap gagal membawa misi Partai Golkar untuk memenangkan Pemilu, tapi juga karena ARB dianggap memilki elektabilitas yang tidak cukup menjanjikan menjadi Capres dan memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres).

Untuk memastikan misi yang dicita-citakan dapat berjalan lancar, maka hal pertama yang harus dilakukan oleh kelompok ZB adalah dengan mendesak percepatan pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar. Munas adalah forum tertinggi dalam Partai Golkar untuk memilih Ketua Umum (Ketum) dan membentuk kepengurusan yang baru. Bagi kelompok ZB, forum Munas adalah lembaga tertinggi yang dijamin oleh konstitusi Partai Golkar untuk  melengserkan ARB secara konstituional dan legal, sehingga Ketum yang terpilih dan pengurus yang terbentuk memiliki legitimasi yang kuat.

ZB, dkk., kemudian melakukan gerilya dengan mendatangi para pinisepuh Partai Golkar untuk mencari dukungan. Gayung pun bersambut. Suhardiman, sebagai salah seorang tokoh pendiri Golkar menerima kedatangan ZB dan kawan-kawan dengan tangan terbuka. Mengingat Suhardiman juga merasa tidak sejalan dengan Partai Golkar di bawah nahkoda ARB. Maka strategi dan skenario “penggusuran” ARB pun disusun.

Desakan untuk mempercepat pelaksanaan Munas pun digelorakan. Kelompok ZB mulai menggalang dukungan dengan melakukan safari politik ke daerah-daerah untuk mengajak DPD-DPD melakukan “pemberontakan”. Namun, semua daya upaya dari kelompok ZB ini sia-sia. Fakta menunjukkan bahwa DPD-DPD yang diajak kelompok ZB untuk memberontak, malah kurang memberi respon yang cukup menjanjikan.

Perseteruan semakin panas di internal Partai Golkar,  terjadi aksi saling pecat memecat antara kedua kubu yang berseteru. Setelah melihat perkembangan dan atmosfir politik yang makin tidak bisa diprediksi, apalagi melihat kasus yang melanda Partai Persatuan Pembangunan (PPP), maka Kubu ARB memutuskan mempercepat pelaksanaan Munas, yang sebelumnya menurut hasil Munas Riau, bahwa Munas baru akan digelar tahun 2015. Padahal jauh sebelum Pilpres sudah ada desakan dari internal Partai Golkar sendiri untuk mempercepat pelaksanaan Munas setelah hasil Pileg, karena Partai Golkar hanya menempati urutan ke-2. Namun desakan tersebut yang dimotori oleh ZB, dkk., dianggap angin lalu oleh kubu ARB. Kubu ARB tak bergeming, tak bergeser posisi dan tetap mempertahankan keputusan Munas Riau.

Tiba-tiba Kubu ARB memutuskan mempercepat pelaksanaan Munas dengan mengambil lokasi di Bali. Kubu ARB beralasan bahwa perceatan pelaksanaan Munas didasarkan pada hasil Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) di Yogyakarta, yang berlangsung dari 17 November 2014 (baca di sini). Keputusan Kubu ARB ini seakan menjilat ludahnya sendiri. Mengingat sebelumnya ARB menolak untuk mempercepat pelaksanaan Munas yang dimotori oleh ZB, dan mengabaikan aspirasi Kubu  AL, Cs., yang tetap ingin melaksanakan Munas sesuai dengan hasil keputusan Munas Golkar di Riau. Keputusan Munas Riau menyatakan bahwa pelaksanaan Munas Partai Golkar akan berlangsung pada Januari 2015. Sontak saja, Kubu AL menjadi berang. Maka sejak saat itu, terjadi “perang” terbuka antara Kubu ARB di satu pihak yang ingin mempercepat Munas, dan di sisi lain Kubu AL, yang tetap istiqamah dengan hasil keputusan Munas Riau.

Selanjutnya dapat ditebak dampak dari perseteruan kedua kelompok atau kubu yang masing-masing membawa kepentingannya. Singkat cerita, Kubu ARB pun melaksanakan Munas di Bali. Pelaksanaan Munas di Bali dihadiri hampir semua DPD-DPD, yang juga pernah didatangi kelompok ZB untuk diajak “berontak”. Bahkan dalam Munas di Bali itu pula mereka secara aklamasi kembali memilih ARB dan Idrus Marham, masing-masing sebagai Ketum dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar untuk periode 2014 - 2019.

Kubu AL pun tidak mau kalah sigap. Setelah mendapati kenyataan aspirasi kelompoknya tidak diakomodasi oleh Kubu ARB, bahkan terpental keluar dari epicentrum kekuasaan Partai Golkar, Kubu AL pun melaksanakan Munas tandingan di Jakarta. Hasilnya pun sudah sama-sama diketahui publik, AL dipilih oleh mayoritas peserta Munas Jakarta untuk memimpin Partai Golkar lima tahun ke depan.

Segera setelah itu, masing-masing kubu, seakan-akan tidak mau kehilangan momentum untuk sesegera mendaftarkan legalitas kepengurusannya ke Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM). Belajar dari pengalaman sebelumnya berkaitan dengan perseteruan yang terjadi di PPP, maka KemenkumHAM menolak untuk mensahkan kepengurusan kedua kubu yang berseteru, dan mengembalikan kepada mekanisme Partai Golkar. Di mana KemenkumHAM merekomendasikan agar kedua kubu menyelesaikan “perbedaan” melalui Mahkamah Partai.

Belakangan setelah melalui proses “peradilan”, Majelis Mahkamah Partai, memutuskan secara tidak tegas kubu mana yang memenangkan pertandingan. Masing-masing kubu menafsirkan keputusan Majelis Mahkamah Partai sesuai dengan kepentingan kelompoknya. Kubu AL merasa kelompok mereka yang memenangkan proses peradilan di Mahkamah Partai, begitu pula Kubu ARB, juga merasa tidak ada yang dimenangkan.

Kubu AL yang merasa di atas angin bergerak cepat dengan mendaftarkan legalitas kepengurusan mereka ke KemenkumHAM dengan menggunakan keputusan Mahkamah partai sebagai landasan. Gayung pun bersambut. Lasonna Laoly, selaku Menteri KemkumHAM, dengan mengacu pada hasil keputusan Majelis Mahkamah Partai, dengan serta merta mensahkan DPP Partai Golkar Kubu AL. MenkumHAM juga merekomendasikan kepada Kubu AL, agar juga mengakomodasi kepentingan dan personil Kubu ARB dalam menyusun kepengurusan DPP. Maka mulailah Kubu AL melakukan safari politik dengan mendatangi para Ketua Umum Partai Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Bahkan secara tegas AL mengumumkan bahwa Partai Golkar keluar dari Koalisi Merah Putih (KMP) dan mendukung Pemerintah.

Di pihak lain, Kubu ARB, karena merasa didzolimi, melakukan upaya hukum dengan menggugat keputusan Menteri Lasonna Laoly melalui Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PN-TUN). Selain itu, Kubu ARB juga melaporkan Kubu AL ke Barekrim POLRI dengan tuduhan pemalsuan. Bagaimana kelanjutan dari “perang saudara” ala Partai Golkar ini, mari kita tunggu!

PPP pun Belum Bersatu

Tidak sesuai dengan namanya serta jargon yang diusung partai ini, yakni Partai Persatuan Pembangunan dan Rumah Besar Umat Islam, kondisi PPP juga centang perenang. Boro-boro para fungsionaris partai menjadikan jargon nan indah dan simbol persatuan untuk menarik hati konstituen umat Islam, mereka malah menunjukkan sikap anomali. Karena nafsu ingin kuasa, masing-masing kelompok kepentingan membentuk kubu-kubuan. Maka kemudian terbentuklah dua kubu yang saling berseberangan, yakni Kubu Romahurmuzy (Romi) dan Kubu Surya Dharma Ali (SDA), yang sekarang direpresentasi oleh Djan Farid (DF).

[caption id="attachment_373013" align="aligncenter" width="350" caption="Sumber : detakberita.com"]

1426311886445200822
1426311886445200822
[/caption]

Jika kita menilik ke belakang, pertikaian antara Kubu Romi dan Kubu SDA dan DF, sudah dimulai sejak kampanye Pileg lalu. Kondisi tersebut karena dipicu oleh sikap SDA yang sekonyong-konyong menghadiri kampanye Partai Gerindra dan memberi dukungan terhadap pencalonan Prabowo Subianto (PS) tanpa melalui keputusan pimpinan partai lainnya (penulis pernah membuat sebuah artikel di sini). Maka sgera setelah itu, terjadi pecat memecat antara kedua kubu. Di kemudian hari, terbentuklah dua DPP yang mewakili masing-masing kubu, setelah kedua kubu melaksanakan Munas versinya sendiri-sendiri. Kubu Romi melaksanakan Munas di Surabaya yang menghasilan kepengurusan yang dipimpin oleh Romi sebagai Ketum. Sedangkan sebaliknya, Kubu SDA melaksnakan juga Munas di Jakarta dan memilih DF sebagai Ketum.

Ketika Kubu Romi mengajukan permohonan pengesahan DPP yang dipimpinnya ke KemenkumHAM, dengan serta merta Menteri Lasonna Laoly merespon dan mengakuinya. Sikap Menteri Lasonna Laoly ini kemudian mendapat perlawanan dari Kubu DF dengan melakukan gugatan ke PN-TUN. Hasilnya majelis hakim PN-TUN pun membatalkan keputusan MenkumHAM. Tak terima dengan hasil keputusan majelis hakim PN-TUN Kubu Romi melakukan perlawanan dengan memohon banding ke PT-TUN. Proses banding Kubu Romi masih dalam pemeriksaan, sehingga kondisi carut marut PPP masih akan berlangsung lama. Kita tunggu, bagaimana ending dari semua “kebegalan” ini.

PAN Pun akan Menyusul?

Berkaca pada kedua partai politik yang sedang bertikai, PPP dan Partai Golkar, mestinya Partai Amanat Nasional (PAN) dapat menjaga soliditas di internal partai. Akan tetapi, kondisi tersebut, ibarat jauh panggang dari api, menggantang asap. Rupanya elit dan simpatisan PAN tidak cukup arif dan bijak mengambil pelajaran dari kekisruhan yang terjadi di dalam PPP dan Partai Golkar.

PascaKongres PAN di Bali yang menghasilkan DPP PAN yang dipimpin oleh Zulkifli Hasan (ZH) setelah Amien Rais (AR) turun tangan dengan “melecehkan” Hatta Rajasa (HR), riak-riak perpecahan pun mulai terasa. Indikasi perpecahan PAN ini ditandai dengan mundur beberapa pendukung HR dari jabatan di fraksi di DPR, seperti Tjatur Sapto Edy (baca di sini). Selain itu, ada juga desakan dari lima organisasi sayap PAN yang menamakan diri Kader Muda Progresif (KMPro, untuk membedakan akronim yang menunjuk pada satu kekuatan koalisi di parlemen) mendesak agar dibentuk Tim Independen untuk mengusut dugaan suara siluman dalam pemilihan Ketua Umum dalam Kongres PAN di Bali (lihat di sini). Desakan ini muncul setelah KMPro mencurigai keganjilan total suara yang diperoleh antara kedua calon Ketum, yakni HR dan ZH.

[caption id="attachment_373014" align="aligncenter" width="504" caption="Akan HR & ZH pecah karena faktor orang yg di tengah (sumber:lensaindonesia.com) "]

14263123481964562828
14263123481964562828
[/caption]

Seperti diketahui ZH memenangkan proses pemungutan suara untuk memilih Ketum PAN periode berikutnya setelah meraup suara sebanyak 292. Sedangkan pesaingnya HR hanya memperoleh suara 286. Menurut juru bicara KMPro, Adnan Rarasina, bahwa total suara jika digabung antara perolehan HR dan ZH ditambah jumlah suara yang rusak, maka akan melebihi jumlah peserta yang hadir di Kongres Bali sebagai pemilik hak suara sesuai absensi yang telah disepakati sebanyak 566. Dengan demikian, secara matematis, total suara HR dan ZH ditambah suara rusak (tidak sah, 4), maka berjumlah 582. Angka 582 bila dibandingkan dengan jumlah peserta pemilik hak suara sesuai absensi, 566, maka ada selisih 16 suara. Dalam kaca mata KMPro, 16 suara ini menjadi teka-teki, karena itu harus diselidiki (diinvestigasi) agar tidak menjadi rumor sebagai suara “siluman”.

Rupanya idiom siluman ini lagi menjadi seekor “makhluk” yang sangat diidolakan di kancah perpolitikan Nasional akhir-akhir ini. Meski demikian kita berharap kecurigaan terhadap suara “siluman” ini tidak harus mengarah pada pembentukan poros atau kubu-kubuan dalam PAN, sehingga membuat salah satu kubu yang merasa termarginalkan membentuk DPP Tandingan. Para elit partai, konstituen dan simpatisan PAN harus bisa menjaga dan mempertahankan soliditas partai sehingga tidak terjebak pada kepentingan sempit yang bersifat temporer, sebagaimana yang terjadi di PPP dan Partai Golkar. Caranya berusaha mencegah benih-benih “virus” perpecahan ini selagi masih berada pada stadium awal, sebelum meningkat ke stadium-stadium berikutnya dan menyebar ke mana-mana, yang pada akhirnya dapat menjadi kanker yang menyebabkan kematian total.

Permainan Pemerintah?

Kekisruhan yang terjadi di partai politik Nasional dewasa ini tidak bisa tidak harus pula dikaitkan dengan peran Pemerintah. Tidak bisa dipungkiri bahwa gejolak yang terjadi di PPP, Partai Golkar, maupun PAN merupakan imbas dati proses politik yang selama ini berlangsung.

Suhu politik Nasional mulai meningkat naik dan mencapai titik kulminasi sejak perhelatan pesta demokrasi Pileg hingga pelaksanaan Pilpres usai. Bahkan sampai hari ini, implikasi dari semua proses politik itu masih belum hilang dan sirna. Bekas-bekas “luka” akibat pertarungan seru selama Pileg dan Pilres, masih nampak jelas terlihat. Pada sebagian kelompok masyarakat belum bisa bergerak maju (move on) karena sulit menerima kenyataan pahit yang menghampirinya. Ketika sebagian kelompok lain, sudah tersadar dari siuman dan mulai bergerak maju, kelompok yang terbuai oleh janji-janji angin surga terus menerus meratapi kekalahan. Sambil meratap, mereka juga tidak lupa meluapkan sumpah serapah, dan mencaci maki, menyalahkan orang atau kelompok lain sebagai biang kerok penderitaan mereka.

Spektrum kompensasi kekalahan itupun dicari pembenaran (justifikasi)nya. Maka tak heran bila kemudian, biang kerok terjadi gonjang-ganjing yang sedang dialami PPP, Partai Golkar, dan mungkin nanti juga PAN, ditimpakan pada rezim yang sedang berkuasa. Bahwa kondisi centang perenang yang sedang terjadi di PPP, Partai Golkar, dan mungkin pula PAN, adalah akibat “permainan” sebagai intervensi Pemerintah. Tujuannya adalah untuk menggembosi kekuatan oposisi sehingga tidak menjadi batu sandungan bagi Pemerintah dalam merealisasikan program-program yang sudah dicanangkan, demi meningkatkan kesejahteraan rakyat. Benar atau tidak dugaan ini, mari kita saksikan dengan hati riang gembira, senang sentosa, pun mungkin luka lara (meminjam istilah Mas Ninoy, kompasianer).

Yaa sudah, begitu saja pendapat penulis, selamat membaca, ...

Wallahu a’lam bish-shawabi

Makassar, 14 Maret  2015

Sumber :


1) artikel ,  2) artikel ,  3) artikel,  4)  artikel ,  5)  artikel ,  6)  artikel ,  7)  artikel,  8) artikel,  9)  artikel

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun