Rokok lagi, Rokok lagi, mungkin para pembaca di Kompasiana ini sudah bosan karena tulisan saya sebelum-sebelumnya yang selalu menyudutkan para perokok. Bagaimana tidak? Para perokok itu sadar bahwa hal yang mereka lakukan adalah hal bodoh, karena pada bungkus rokok sendiri tertulis kerugian rokok, namun mereka tetap asyik dengan dunianya sendiri, namun sesungguhnya mereka tidak sadar bahwasanya mereka sedang "diperalat" oleh oknum yang kita sebut sebagai Industri Tembakau.
Rokok, ditinjau dari sudut apapun, baik segi ekonomi, kesehatan, budaya, dan agama, itu sangat merugikan, tidak ada untungnya sama sekali. Coba kalau memang ada yang bisa memaparkan manfaat rokok? silakan berpendapat. Namun, harus ada data yang menunjukan manfaat rokok itu sendiri yang evidence based. Orang-orang yang diuntungkan hanya para pengusaha rokok besar yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh orang luar negeri yang memperoleh uang dari hasil meracuni dan menjajah masyarakat Indonesia dengan Rokok.
Sebuah data menunjukan, sekitar lebih dari 60 juta rakyat Indonesia adalah perokok aktif,  mirisnya lagi, sekarang perokok anak dan remaja jumlahnya semakin meningkat saja. Sementara itu data yang ditulis oleh kementrian kesehatan, jumlah perokok pasif hampir 100 juta warga dan separuhnya adalah anak-anak. Padahal bahwa kalau seorang perokok itu menghisap rokok, maka 25% asapnya akan dihisap dan 75% lainnya dibuang ke udara bebas. Lalu, asap yang sudah dihisap, sekitar 25% yang telah dihisap akan dikeluarkan kembali ke udara sekitar 12,5%. Jadi apabila dikalkulasikan, asap rokok yang berada di udara bebas sekitar 87,5%.  Padahal kita tahu sendiri, para perokok itu mbandel dan bodoh, mereka tidak mau diingatkan dengan alasan, mereka merokok dengan menggunakan uang mereka sendiri. Namun dengan egoisnya, mereka tidak memikirkan orang-orang disekitarnya bahwa apa yang mereka lakukan sangat membahayakan orang lain.
Orang memandang bahwasanya cukai rokok merupakan pemasukan yang terbesar, apabila industri rokok dibatasi maka akan merugikan negara, padahal dibalik keuntungan besar tersebut, terdapat kerugian besar yang diakibatkan oleh rokok itu sendiri. Sebuah data yang saya kutip dari Kementerian Kesehatan, bahwasanya pendapatan dari rokok adalah 55 triliun rupiah, namun pengeluaran akibat bahaya yang ditimbulkan akibat rokok adalah 241,5 triliun rupiah. Biaya yang sangat tinggi akibat dari rokok harus dikeluarkan. Sudah tau rokok itu rugi, masih saja ya pemerintah tetap saja tidak membatasi para perokok maupun para konsumen rokok tersebut, menurut saya itu adalah suatu cara berfikir yang bodoh pula, karena pemerintah secara tidak langsung memfasilitasi para perokok itu. Di Indonesia harga rokok itu sangatlah murah hanya 8000 rupiah sampai 16000 rupiah perbungkusnya. Coba kita tengok ke singapura, harga rokok itu 100.000 per bungkusnya., makanya para turis saking bebasnya merokok di Indonesia karena Indonesia adalah surga bagi perokok.
Sebuah peraturan yang tertulis di PP No. 109 Th.2012 yang membatasi rokok digagalkan oleh RUU Pertembakauan yang melindungi industri tembakau berisi pasal-pasal yang ngawur dan tidak masuk akal itu. Didalam PP No.109 Th.2012 tersebut bertujuan melindungi masyarakat dari segala umur tentang bahaya nikotin, dan juga zat-zat berbahaya lainnya yang ada pada bungkus rokok. Peraturan tersebut mengatur tentang larangan produsen untuk menggunakan kata-kata yang promotif dalam iklan, melarang pencantuman nama produk atau merk saat mensponsori sebuah kegiatan, serta tidak bisa membeli rokok dengan eceran. Intinya PP tersebut membatasi kita untuk berinteraksi dengan benda haram tersebut. Akan tetapi, RUU Pertembakauan datang layaknya siluman yang mengusik keberadaan PP tersebut. RUU Pertembakauan tiba-tiba diajukan oleh KNPK tanpa ada kajian, tanpa ada studi, dan tanpa ada presentasi sebelumnya, sedangkan PP No.109 Th.2012 dibentuk oleh DPR dengan langkah-langkah yang jelas melalui beberapa tahapan. Menurut saya sendiri tujuannya sendiri sangat ngawur termuat dalam pasal 3 itu sendiri yaitu Menjaga dan meningkatkan ekonomi negara melalui produk-produk tembakau. Padahal dari Kemenkes sendiri mengeluarkan data yang tadi diatas saya bahas bahwa rokok merugikan negara yang amat besar dibalik keuntungan yang besar, yang lebih aneh lagi ada pasal berbunyi, rokok merupakan cagar budaya Indonesia. Padahal jelas2 rokok bukan budaya Indonesia. Rokok jelas merugikan.
Bagaimana cara membatasi Indonesia dari perokok? mudah saja, naikan cukai rokok secara besar-besaran, apabila cukai rokok naik mencapai 300-500% maka saya yakin para perokokpun turun jumlahnya. Dengan kenaikan segitu harga rokok indo = harga rokok malaysia. Tidak perlu takut bahwasanya pengangguran banyak dan meningkat, belum terbukti dan itu hanya hal yang menakut-nakutin saja. Sekarang anak kecilpun sudah bisa beli rokok, kalau cukai dinaikan, keterjangkauan rokok akan semakin kecil.
Sekarang ini adalah keputusan pemerintah, ingin rakyat indonesia sejahtera, sehat, maju? Jangan sahkan RUU Pertembakauan, laksanakan PP 109 tahun 2012. Namun apabila ingin negara hancur? sahkan saja RUU Pertembakauan, Indonesia akan menjadi Surga bagi para produsen rokok dan perokok, bukan hanya itu, termasuk Alkohol dan Narkoba, Karena Rokok merupakan sebuah jalan awal menuju Alkohol, Narkoba, serta HIV. Jangan harap Indonesia Sehat terealisasi. Pendapatan negara yang diperoleh dari hasil mencelakakan orang lain, sama saja haram. Tidak perlu takut, banyak solusi. Semua ada konsekuensinya. Hidup adalah pilihan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H