Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Kaum Muda dan Inklusivisme Islam

28 Oktober 2020   15:50 Diperbarui: 28 Oktober 2020   15:56 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kadrun.id/2020/10/28/politik-kaum-muda-dan-inklusivisme-islam/

Sepanjang sejarah, peranan kaum muda dalam jagat perpolitikan Indonesia, senantiasa berhadapan dengan sosio-kultur yang cukup berdialektika. Bahkan jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, kaum muda Indonesia banyak memperlihatkan kedudukan yang tinggi di kancah politik. Tidak lain adalah keinginan yang begitu besar dari pemuda untuk melepaskan diri dari jerat kolonialisme dan imperialisme.

Resolusi jihad 22 Oktober 1945 yang dilegitimasi KH. Hasyim Asyari melalui fatwa mempertahankan kemerdekaan Indonesia---sebelumnya diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945---memberikan kekuatan spirit kaum muda, terutama santri dari seluruh penjuru pesantren untuk menghadapi konfrontasi sekutu di tiap-tiap daerah seluruh Indonesia. Pertempuran akhirnya meletus pada 10 November 1945. Hari ini kita memperingati 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional dan 10 November sebagai Hari Pahlawan Nasional. Ini menandai bahwa peran kaum muda Indonesia begitu vital dalam politik kebangsaan.

Tidak hanya itu, Sebelumnya, kaum muda Indonesia dalam Kongres Pemuda Kedua tanggal 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta) yang melahirkan asas cita-cita terkait Tanah Air Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia sebagai tumpah darah yang satu, berbangsa satu, dan bahasa persatuan. Kaum muda Indonesia telah menegaskan persatuan dalam realitas sosio-kultural sebagai kekuatan politik bangsa Indonesia.

Kenyataan bangsa yang plural, majemuk, dan toleran sebagaimana semboyan Bhineka Tunggal Ika, merupakan keniscayaan yang patut menjadi kekuatan pemersatu menghadapi berbagai kontestasi politik. Kemerdekaan dan kebebasan Indonesia, tidak terlepas dari peran penting kaum muda.

Perubahan-perubahan dan semakin terbukanya dunia pendidikan, kian meneguhkan posisi kaum muda Indonesia yang dimanifestasikan dengan wacana kebangsaan yang begitu penting bagi upaya pencarian jalan terbaik politik kaum muda dengan iklim politik yang demokratis. Namun kemudian, sejumlah pertanyaan muncul.

Apakah idealisme politik kaum muda dalam memperjuangkan nilai-nilai keadilan? Bagaimana memanifestasikan gagasan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia melalui politik kaum muda? Apakah kaum muda dapat mengimplementasikan nilai-nilai substantif etik-moral inklusivisme Islam sebagai modal dalam berpolitik?

Gerakan politik kaum muda pra-kemerdekaan memiliki cita-cita yang jelas dan idealisme yang kuat, yakni mewujudkan Indonesia merdeka. Oleh sebab itu, gerakan politik kaum muda memiliki basis ideologi yang jelas dalam perpolitikan Indonesia. (Jhon Ingleson, 1927-1934: 5). Dalam dimensi etik-moral politik kaum muda pra-kemerdekaan, terbukti mampu mengorganisir kesatuan dan persatuan serta keberanian membentuk kesadaran bersama dalam lingkup nasionalisme, bagi berlangsungnya kehidupan nasional, memperkuat ekonomi, sosial, politik, dan hukum.

Sebagai agen perubahan, kaum muda Indonesia sepatutnya memandang etik-moral dan menempatkan peran politik kekuasaan sebagai urusan publik yang lebih universal. Dalam pandangan Islam, seorang pemimpin atau yang berkuasa sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Otomatis, politik etik-moral kaum muda, harus mampu menempatkan politik kekuasaan untuk memperjuangkan keadilan sosial. Selain itu, etik-moral kekuasaan dalam pandangan orang Jawa misalnya, harus bebas dari otoritarianisme angkara murka, atau lebih spesifik lagi sepi ing pamrih yang berarti harus bebas dari kepentingan-kepentingan yang bersifat keduniawian, alias hawa nafsu. Tidak Cuma itu, kaum muda dalam perjuangan idealismenya mampu membuktikan antara ucapan dan perbuatan, sejalan dengan nilai inklusif dalam Islam. Tidak sekadar janji-janji manis politikus yang banyak dipertontonkan hari ini.

Budaya norma-etik dalam sosio-politik di atas memang begitu ideal jika kaum muda mampu mengejawantahkan sebagai agen perubahan dengan idealisme tinggi, dikatakan oleh Tan Malaka adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki pemuda. Akan tetapi, jika dihadapkan dengan ekonomi kekuasaan politik, kemewahan idealisme itu luntur dan mencair sebangun dengan realitas kuasa ekonomi politik. Sebagamana sosiologis Jerman, Max Weber dengan sub-disiplin politik ekonomi yang memandang kuatnya keterkaitan yang sangat erat antara ekonomi dan politik. Nilai domain ekonomi teramat menentukan pada perilaku politik kaum muda.

Kaum muda yang belum terikat dengan politik tertentu, dan belum mencapai posisi kekuasaan tertentu dalam politik, seringkali mengumandangkan nilai-nilai etik-moralitas dalam penegakkan keadilan sosial. Namun, giliran kaum muda ini berkuasa, praksis tidak seindah idealisme yang diperjuangkannya dulu. Justru perilaku politik, moralitas sosial, dan akhlak transenden sebagai orang beriman, tidak lebih baik dari pendahulu yang mereka kritik. Sangat ironis misalnya, ketika membaca siaran warta yang memberitakan Indonesia berada pada peringkat ketiga negara terkorup di dunia. Pada akhirnya, banyak orang bersikap skeptis melihat praktek politik yang semakin jauh dari inklusivisme Islam, moralitas, dan kejujuran.

Politik kontestasi kaum muda pascareformasi pun masih jauh dari angan-angan. Idealisme perubahan politik yang sebelumnya berusaha menumbangkan rezim otoriter Orde Baru, kian kehilangan daya tariknya dalam perjuangan reformasi yang berkeadilan. Bahkan kaum muda semakin menonjolkan pragmatisme politik dengan berusaha mendekat pada kekuasaan oligarki yang semakin menampakkan wujud aslinya. Transmisi kaum muda ke beberapa partai politik memiliki kepentingan-kepentingan lain, yakni hanya legitimasi kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun