Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kejahatan Atas Nama Agama, Kejahatan Terbesar

11 September 2020   19:20 Diperbarui: 11 September 2020   19:36 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagaimana mungkin tidak mempercayai Rasul dan menuduh Rasulullah SAW bertindak sebagai orang yang tidak adil. Ini adalah satu kebodohan yang menuju pada kesesatan.

Melihat kenyataan yang terjadi di masa lalu, Imam Al-Ghazali kemudian mengkritik teologi tekstual khawarij, bahkan membangun ilmu kalam dalam moderasi beragama, yang mengelaborasikan antara rasionalitas akal ala Qadariyyah, dan tekstualitas ala Jabariyyah.

Akal memiliki batasan, tidak mungkin sempurna dengan mendewakan akal. Sedangkan Al-Quran serta hadis tidak bisa dipahami secara literalis, sehingga  yang muncul adalah kelompok fundamentalisme Islam dengan pemahaman yang sempit dan ekstrem. Kedua kelompok tersebut masih berada di tengah umat Islam masa kini, dan pemikiran Imam Al-Ghazali masih sangat relevan sampai hari ini.

Dengan begitu, tatkala banyak umat Islam yang terjebak tekstualis sebagaimana kelompok Khawarij, akan berdampak pada perilaku kekerasan, kaku, dan ekstrem dalam beragama yang melahirkan radikalis. Sebaliknya, para penghamba akal banyak melahirkan pemahaman liberal.

KH. Adib Rofiudin Izza, sesepuh Buntet Peantren, Cirebon, Jawa Barat, yang juga guru penulis, pernah menasehati dengan penuh lemah lembut dalam menanggapi fenomena perilaku kekerasan mengatasnamakan agama. Ia berujar, "Orang-orang yang melakukan kekerasan atas nama agama, mereka adalah termasuk hubbul khairi waljahlu fil 'ilmi (senang dalam kebaikan, tapi kurang dalam ilmunya)." Implementasi dari nilai ibadah umat Islam, tercermin pada perilaku dan keilmuan yang dimiliki, sehingga emosional (hawa nafsu) dalam diri tetap terkendali.

Oleh karenanya, kita harus terus belajar memahami sejatinya Islam, seperti yang telah dibawa oleh Wali Songo menggunakan metode persatuan budaya dan tradisi setempat, dengan membawa kedamaian dan keharmonisan, yang tidak sama sekali memakai istitilah "kafir" dalam membawakan dakwah Islam ke bumi pertwi ini.

Jika pengkafiran itu dilakukan oleh para Wali, sang pembawa risalah Nabi ke Nusantara ini secara otomatis tidak ada satu orangpun yang akan memeluk agama Islam, kemudian para Wali itu akan ditolak dan diusir dari tanah kepulauan ini. Dengan begitu, kemungkinan besarnya hari ini kita masih menganut  agama nenek moyang.

Dengan melakukan sebuah kejahatan mengatasnamakan agama sebagaimana telah penulis paparkan di paragraf awal, menyimpulkan bahwa itu adalah sebuah kejahatan yang paling buruk di abad 20-21 sekarang ini. Kita semua patut berhati-hati dan senantiasa banyak mengkaji keilmuan agama secara komprehensif agar pandangan kita tetap moderat dalam beragama.

Sebagaimana Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH. Said Aqil Siradj pernah mengutarakan, "Perbuatan paling dzalim di muka bumi ini adalah melakukan kejahatan atas nama agama." Hal ini tentu saja merupakan sebuah renungan kita bersama, dan juga sebagai peringatan, agar tidak terjabak pada kesesatan. Yang seharusnya kita menghamba kepada Tuhan, akan tetapi justru menghamba kepada setan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun