Saya membuka bungkusan kiriman teman sehari sebelum lebaran. Ada ketupat dan gulai ayam campur sayuran. "Alhamdulillah belum basi." Saya ajak teman sekamar untuk makan ketupat kiriman teman saya itu.Â
Saya mencoba menghubungi nomor kontak pemilik katering yang biasa mengantar makanan untuk pasien Graha Lansia, tapi tidak kunjung dijawab. Saya coba kirim pesan menanyakan apakah ada jatah sarapan untuk pasien di Graha Lansia di hari lebaran ini. Tapi tetap tidak ada jawaban.Â
Pukul 10.30 Wib, sarapan baru tiba di Graha Lansia. Seporsi nasi goreng dan satu kotak susu UHT. "Sarapan kesiangan, makan siang kecepatan." Salah seorang pasien menggerutu kesal.Â
"Kalau memang hari ini tidak ada jatah makanan, harusnya kemarin dikasih tahu, biar kita minta kirimin sama keluarga." Gerutu pasien yang lain.Â
Beberapa jam kemudian, saya dipanggil untuk makan bersama di dekat pintu masuk area karantina. Banyak makanan di atas meja. Ada ketupat, opor ayam, soup ayam, lapis legit dan empek-empek. Kami makan bersama sambil mengobrol.
Sambil menyantap soup ayam, JNW (inisial) mengobrol dengan keluargnya lewat video calling. Dia juga mengobrol dengan beberapa orang yang belakangan dia sebut sebagai tetangga dan Ketua RT di tempat dia tinggal.Â
"Waktu saya dijemput petugas, Pak RT dan tetangga ramai yang mengantar saya, Mba. Memberi saya semangat. Meminta saya untuk fokus sehat selama dikarantina. Mereka menjamin keamanan keluarga saya, juga menjamin kebutuhan makan keluarga saya. Sampai menangis terharu saya waktu pergi itu, Mba." Cerita JNW.Â