Dentuman sound horeg di malam Idul Fitri Ponorogo bukan sekadar bunyi keras yang menggetarkan jalanan, melainkan simbol benturan antara tradisi lama dan ekspresi modern. Di satu sisi, Ponorogo dikenal dengan warisan budayanya yang kental dari Reog, Grebeg Suro, hingga berbagai ritual keagamaan yang sarat makna spiritual. Namun di sisi lain, generasi muda kini menghadirkan bentuk perayaan baru yang lebih urban, hingar-bingar, dan digital.
Sound horeg menjadi representasi dari perubahan zaman. Generasi muda ingin menunjukkan eksistensi, kebersamaan, dan kreativitasnya melalui teknologi audio. Bagi mereka, suara bass yang menggetarkan bukan sekadar hiburan, tetapi juga simbol semangat dan solidaritas. Akan tetapi, ketika semangat itu lepas kendali, makna religius malam takbiran justru memudar. Takbir yang semestinya menggema dengan khidmat kini bersaing dengan dentuman subwoofer yang mengguncang langit Ponorogo.
Fenomena ini mengajak kita merenung "bagaimana menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan kearifan tradisi? Apakah modernitas harus selalu identik dengan kebisingan, atau justru bisa berpadu dengan nilai-nilai budaya lokal yang lebih lembut?" Ponorogo, dengan segala kekayaan budayanya, punya peluang besar untuk mengarahkan sound horeg menjadi bentuk ekspresi yang lebih bermakna  bukan sekadar pesta suara yang kehilangan arah. Jika semangat muda bisa disatukan dengan nilai religius dan kesadaran sosial, mungkin suatu hari nanti dentuman sound horeg tak lagi dianggap gangguan, melainkan bagian dari wajah baru perayaan yang tetap berakar pada tradisi.
Meski tak terlihat, getaran udara yang dihasilkan oleh sound horeg membawa energi besar yang mampu mempengaruhi kenyamanan, lingkungan, bahkan kesehatan pendengaran. Suara yang muncul dari speaker berdaya tinggi dihasilkan oleh getaran membran speaker yang bergerak maju-mundur dengan cepat. Gerakan ini menekan dan meregangkan udara di sekitarnya secara berulang menciptakan rapatan dan renggangan molekul udara yang kemudian merambat ke segala arah. Inilah yang disebut gelombang bunyi, yaitu gelombang longitudinal yang membutuhkan udara sebagai mediumnya untuk sampai ke telinga pendengar. Di balik kemeriahannya, tersimpan konsep-konsep fisika menarik seperti frekuensi, amplitudo, dan resonansi yang menjelaskan mengapa suara sound horeg terasa begitu kuat dan mengguncang. Semakin besar amplitudo getaran speaker, semakin besar pula energi yang dihantarkan ke udara sehingga suara terdengar lebih keras dan getarannya bisa dirasakan oleh tubuh. Frekuensi yang rendah menghasilkan gelombang panjang yang mudah menyebar dan menembus benda padat seperti kaca atau dinding itulah sebabnya dentuman sound horeg terasa bahkan dari kejauhan. Dalam fisika, sound horeg termasuk dalam jenis gelombang bunyi yaitu gelombang longitudinal mekanik. Disebut longitudinal karena arah getaran partikel udara sejajar dengan arah rambat gelombang dan disebut mekanik karena gelombang ini membutuhkan medium, seperti udara untuk dapat merambat.
Ketika speaker sound horeg dinyalakan, membran speakernya bergetar maju dan mundur dengan sangat cepat. Gerakan ini menyebabkan udara di depannya mengalami tekanan dan pelepasan secara bergantian. Perubahan tekanan udara tersebut menimbulkan rapatan dan renggangan molekul-molekul udara, membentuk gelombang bunyi yang merambat ke berbagai arah hingga akhirnya dapat didengar oleh telinga manusia.Â
Fenomena tersebut dapat dijelaskan menggunakan rumus dasar gelombang bunyi:
Rumus ini menunjukkan hubungan antara kecepatan rambat bunyi, panjang gelombang, dan frekuensi.
Bunyi merambat melalui medium (seperti udara, air, atau logam) dalam bentuk gelombang longitudinal, di mana molekul-molekul medium saling mendesak dan merenggang.
Setiap kali sumber bunyi bergetar satu kali, ia menghasilkan satu gelombang lengkap. Jika getaran terjadi sebanyak f kali per detik, maka gelombang yang dihasilkan juga sebanyak f gelombang per detik. Karena setiap gelombang memiliki panjang λ, maka jarak yang ditempuh oleh gelombang dalam satu detik (kecepatan rambatnya) adalah jumlah gelombang dikali panjangnya, yaitu v = λ × f.
Dengan kata lain, semakin tinggi frekuensi bunyi, semakin banyak gelombang yang merambat dalam satu detik, sehingga bunyi terdengar lebih tinggi nadanya meskipun cepat rambat bunyi tetap bergantung pada mediumnya (misalnya lebih cepat di air atau logam daripada di udara).Â