Mohon tunggu...
Elma YunitaNambela
Elma YunitaNambela Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa FH UNJA

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimana Konsep Aliran Utilitarianisme dan Pidana Penjara di Indonesia?

22 Maret 2021   07:26 Diperbarui: 22 Maret 2021   07:36 1166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kata Utilitarianisme berasal dari bahasa Latin "utilis"  yang berarti berguna, bermanfaat, berfaedah, atau menguntungkan aliran. Aliran utlitarianisme memegang prinsip bahwa manusia akan melakukan tindakan untuk mendapatkan  kebahagiaan yang sebesar- besarnya dan mengurangi penderitaan. Atas dasar ini , baik buruknya suatu perbuatan diukur apakah perbuatan itu mendatangkan kebahagiaan atau tidak. 

Demikian dengan perundang -- undangan, yang banyak memberikan kebahagiaan pada bagia terbesar masyarakat akan dinilai sebagai Undang -- Undang yang baik.  Terdapat dua tokoh utama dalam aliran ini  yang memiliki dua pendapat yang bertolakbelakang, yaitu Jeremy Bentham dan John Stuart Mill. 

Menurut Bentham prinsip utama utilitarianisme  berbunyi : the greatest happiness of the greatest number (kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar). Prinsip ini menjadi norma untuk tindakan-tindakan pribadi maupun untuk kebijakan pemerintah untuk rakyat dan diterapkan secara kuantitaf. Sedangkan Mill mengkritik pandangan Bentham bahwa kesenangan dan kebahagiaan harus diukur secara kuantitatif, sebaliknya ia berpendapat bahwa kualitasnya perlu dipertimbangkan juga, karena ada kesenangan yang lebih tinggi mutunya dan ada yang lebih rendah. 

Mill menyatakan bahwa suatu perbuatan dinilai baik manakala kebahagiaan melebihi ketidakbahagiaan, di mana kebahagiaan semua orang y ang terlibat dihitung dengan cara yang sama. Kedua tokoh ini memang memiliki pendapat yang berbeda namun memiliki kesamaan untuk mencapai suatu kebahagiaan yang di dapat dari perbuatan yang dilakukan.

Setelah membahas dan mengetahui bagaimana konsep dari aliran utilitarianisme, sesuai judul dari opini maka kita akan membahas bagaimana konsep pidana penjara khususnya di Indonesia. Pidana di Indonesia secara dasar di atur dalam Kitab Undang -- Undang Hukum Pidana (KUHP) pada pasal sepuluh (10), salah satu pidana pokoknya mengatur tentang  adanya pidana penjara. 

Dijelaskan kembali dalam Pasal 12 KUHP mengenai  pidana penjara seumur hidup dan pidana selama waktu tertentu serta batas minimum dan batas maksimum pengenaan pidana penjara. Selain itu dalam stelsel pemidanaan di Indonesia mengenai perbarengan pidana  juga diatur mengenai pengenaan pidana penjara di dalam Bab VI, Pasal 63 -- 71 KUHP.

Konsep aliran utilitarianisme mengedapkan kemanfaatan dan kebahagiaan dari perbuatan yang dilakukan sehingga  dalam menerapkan pidana penjara,  lembaga penegak hukum atau apapun otoritas yang berwenang  tentu  harus mempertimbangkan manfaat hukuman bagi subjek pelanggar hukum. Apakah  hukuman itu bermanfaat positif bagi subjek pelanggar hukum ke depannya, di sini perlu diperhatikan  mekanisme pelaksanaan hukuman agar sesuai dengan tujuan hukuman itu sendiri. 

Jika hukuman itu tidak bermanfaat, hukuman itu tidak adil maka hukuman akan  menjadi sebuah praktik formalistis yang kehilangan relevansi nilai guna. Pidana penjara dapat bermanfaat untuk pelaku pelanggar hukum yakni membuat jera pelaku, dengan tujuan untuk menciptakan masa depan subjek terhukum lebih baik selain tentunya untuk perlindungan  bagi korbannya serta kepastian hukum bagi masyarakat lainnya.

Namun dalam penjelasan mengenai sistem pemidanaan terkhusus pidana penjara di dalam KUHP yang masih digunakan di Indonesia tergambar hanya membuat perlindungan secara berlebihan kepada pelaku kejahatannya. Dijelaskan dalam Pasal 12 ayat  dua (2) "pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut -- turut" dan boleh melebihi duapuluh tahun selama waktu tertentu dijelaskan dalam ayat ke empat (4). 

Disini dijelaskan batas maksimum dan batas minimum pidana penjara yang dapat dikenakan kepada orang yang melakukan tindak pidana. Namun dalam seseorang melakukan tindak pidana lebih dari satu baik dalam satu waktu sekaligus atau dalam waktu yang berbeda namun belum ada putusannya, dijelaskan dalam Pasal 65 KUHP ayat dua (2) "maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu, tetapi tidak boleh melebihi dari maksimum pidana yang terberat ditambah seperti".

Dari penjelasan  pasal -- pasal yang ada di dalam KUHP terlalu banyak batasan -- batasan untuk memberikan pidana penjara kepada pelaku. Lalu konsep utilitarianisme dari Bentham bahwa kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar berarti yang dimaksud adalah korban dan masyarakat, dan konsep utlitarianisme dari Mill mana bahwa kebahagiaan dari semua orang yang terlibat dihitung dengan cara yang sama yang berarti pelaku, korban dan juga masyarakat diperhitungkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun