Surabaya, 27 Mei 2025 — Dalam rangka meninjau implementasi Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2024, Mahasiwa Prodi Hukum Keluarga Islam UIN Sunan Ampel Surabaya menyambangi langsung Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Wiyung kota Surabaya. Hal ini berkenaan dengan diberlakukannya PMA No. 30/2024 yang menjadi tonggak penting dalam perubahan regulasi pada pencatatan nikah di Indonesia. PMA 30/2024 membawa sejumlah pembaruan signifikan dibandingkan regulasi sebelumnya (PMA 20/2019)Â
Penerapan regulasi ini berlangsung di seluruh Indonesia, termasuk di Kecamatan Wiyung, Kota Surabaya, sebagai bagian dari sistem nasional pencatatan perkawinan. KUA sebagai ujung tombak layanan agama dan hukum dituntut untuk bisa menghadirkan layanan yang tidak hanya cepat, tapi juga akurat dan transparan.
Ida Dwi Rahmawati, S.Psi., Penyuluh Agama Islam di KUA Wiyung, menyampaikan "Regulasi baru ini memberi arah yang lebih jelas dalam tata kelola administrasi nikah. Kami di KUA Wiyung menyambut baik perubahan ini sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas layanan kepada masyarakat."
Ida menyatakan masyarakat urban di Kecamatan Wiyung, Surabaya, yang dikenal dengan mobilitas tinggi, menjadi salah satu kelompok yang terdampak langsung. Kebijakan bahwa pencatatan nikah harus dilakukan sesuai dengan lokasi akad menuntut pasangan calon pengantin untuk lebih cermat dalam merencanakan proses pernikahan mereka.
"Dulu masih bisa mencatatkan nikah lintas kecamatan dengan izin KUA tujuan, sekarang sudah tidak diperbolehkan. Ini menuntut keteraturan, dan masyarakat perlu diedukasi lebih lanjut," jelas Ida.
Implementasi PMA No. 30/2024 di KUA Wiyung secara resmi dimulai pada Januari 2025 setelah sebelumnya dilakukan sosialisasi tentang adanya peraturan terbaru di kelurahan, dalam lima bulan pertama, Ida menyampaikan bahwa perubahan ini telah menunjukkan dampak positif meski masih diwarnai proses adaptasi. Salah satu kasus awal yang ditangani adalah perubahan nama calon pengantin akibat ketidaksesuaian dokumen, yang harus diselesaikan lewat putusan Pengadilan Agama sesuai ketentuan baru.
Dengan adanya regulasi ini proses ketepatan data menjadi prioritas khususnya apalagi pada pencatatan nikah. Misalnya, perbedaan sekecil apapun pada nama calon pengantin kini harus diselesaikan sebelum proses pencatatan bisa dilanjutkan. Ini juga bertujuan mencegah tumpang tindih data antarkecamatan.
Meski belum menemui kendala yang cukup krusial, Ida menyampaikan beberapa kendala yang menjadi hambatan, seperti keinginan masyarakat untuk tetap melangsungkan akad nikah di luar kecamatan tanpa memahami ketentuan baru. Selain itu, miskomunikasi antara KUA dan kelurahan terkait data kependudukan.Â
KUA Wiyung menilai bahwa PMA No. 30 Tahun 2024 adalah langkah progresif yang membutuhkan dukungan lintas sektor, termasuk koordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, serta peningkatan literasi masyarakat terkait prosedur baru dalam PMA No. 30 Tahun 2024 ini."Kami berharap masyarakat dapat memanfaatkan layanan ini secara maksimal, dan kami terus terbuka terhadap masukan untuk perbaikan ke depan," tutup Ida.